Sukses

Penumpang Pesawat Jadi Kasus Pertama Covid-19 Varian Omicron XE di Jepang

Jepang mengonfirmasi kasus pertama pasien teridentifikasi Covid-19 varian Omicron XE.

Liputan6.com, Jakarta - Jepang mengonfirmasi kasus pertama Covid-19 varian Omicron XE. Kasus itu diidentifikasi pada tubuh penumpang wanita yang tiba di Bandara Narita, dekat Tokyo, menurut Kementerian Kesehatan Jepang, Senin, 11 April 2022.

Penumpang pesawat berusia 30an itu diketahui berasal dari Amerika Serikat. Ia tidak menunjukkan gejala saat hasil tesnya dinyatakan positif Covid-19.

Dikutip dari laman Japan Today, perempuan itu tiba di Jepang pada 26 Maret 2022, kata Kementerian Kesehatan, Tenaga Kerja, dan Kesejahteraan. Namun, otoritas lokal menolak menyebutkan kewarganegaraan penumpang itu.

Dia diketahui sudah divaksinasi dua dosis dengan vaksin dari Pfizer. Ia dinyatakan positif Covid-19 saat diuji di bandara.

Ia terjangkit strain XE setelah melewati uji sequensing menggunakan sampel yang didapat dari perempuan itu. Pengujian dilakukan di Institut Penyakit Menular Nasional.

Ia lalu dirawat di fasilitas khusus untuk orang yang terinfeksi Covid-19. Perempuan itu kini sudah bebas dari masa isolasi dan keluar dari fasilitas tersebut.

Omicron XE merupakan hasil kombinasi subtipe BA.1 dan BA.2 dari varian Omicron. Sebuah laporan menyebutkan tingkat infeksinya 12,6 persen lebih cepat dibandingkan BA.2, meski detail keparahan akibat penyakit itu belum diketahui. Sifat dasar subvarian dan kemanjuran obat dan vaksin terhadapnya dianggap sama dengan tipe BA.2.

Lembaga itu juga menguji dua sampel lain yang diambil di area kedatangan bandara dikarantina. Hasilnya terlihat seperti perpadua dari material genetik varian Omicon, tetapi tipenya belum bisa ditentukan.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 4 halaman

Ditemukan di Inggris

Sekitar 1.100 kasus varian XE sudah terkonfirmasi di Inggris per 5 April 2022. Namun, jumlah itu disebut masih kurang dari 1 persen dari total infeksi Covid-19 di negara tersebut.

"Itu tidak menjadi strain yang dominan di Inggris, tempat varian terdeteksi lebih awal, dan sepertinya itu juga tidak akan menyebar cepat di Jepang," kata Kazushi Motomura, Direktur Departemen Kesehatan Masyarakat di Institut Kesehatan Masyarakat Osaka.

Ia menambahkan, "Tidak perlu terlalu takut saat ini. Kita hanya wajib menerapkan langkah dasar untuk mencegah infeksi, seperti mempromosikan vaksinasi tambahan."

Dikutip dari laman Health Liputan6.com, WHO mengumumkan varian XE pada 29 Maret 2022. Varian itu ditemukan pertama kali di Inggris pada 19 Januari 2022.

"XE termasuk dalam varian Omicron hingga perbedaan signifikan dalam transmisi dan karakteristik penyakit, termasuk tingkat keparahan, sudah ditemukan," tertulis dalam laporan WHO.

 

3 dari 4 halaman

Belum Ditemukan di Indonesia

Sementara itu, Juru Bicara Satuan Tugas Penanganan Covid-19, Wiku Adisasmito mengatakan Omicron XE belum ditemukan di Indonesia. Informasi ini bersumber dari Kementerian Kesehatan.

Kendati belum ditemukan di Tanah Air, Wiku memastikan pemerintah tetap memantau varian baru Covid-19. Pemerintah juga tetap mengedepankan prinsip kehati-hatian dalam melakukan penyesuaian kebijakan penanganan Covid-19.

Wiku mengimbau masyarakat untuk tidak takut berlebihan dengan adanya Omicron XE. Dia menekankan panik berlebihan bisa menurunkan imunitas tubuh.

Wiku juga mengingatkan, virus rekombinan bukan baru pertama kali muncul di dunia. Sebelumnya, Deltacron yang merupakan rekombinan varian Covid-19 Delta dan Omicron sudah ditemukan. "Rekombinasi virus bukan merupakan hal baru dan sudah banyak terjadi, termasuk pada virus lain Covid-19," ujarnya.

4 dari 4 halaman

Ayo Booster!

Laman Channel News Asia menyebutkan, penelitian baru menunjukkan pasien COVID-19 varian Omicron yang sudah mendapat vaksin booster pulih tiga hari lebih cepat ketimbang pasien varian Delta. Studi yang dipublikasikan pada Jumat, 8 April 2022 juga mendapati bahwa orang dengan Omicron secara signifikan lebih kecil kemungkinannya untuk mengalami anosmia atau kehilangan indra penciuman. Kalaupun mengalami, gejalanya dikonfirmasi tidak terlalu parah.

Guna mengetahui perbedaan cara Omicron dan Delta menyerang masyarakat, para peneliti menggunakan aplikasi ponsel pintar gratis bernama ZOE. Aplikasi tersebut digunakan masyarakat Inggris yang sudah divaksinasi untuk melaporkan gejala COVID-19 yang dialami selama Juni 2021 hingga Januari 2022.

Dari aplikasi tersebut diambil data 63.000 orang yang divaksinasi di Inggris dengan rentang usia antara 16 hingga 99 tahun. Bagi mereka dengan dua dosis vaksin ditambah booster, gejala dari Omicron berlangsung sekitar empat hari, dibandingkan dengan varian Delta yang memakan waktu hingga sekitar tujuh hari. 

Sedangkan, orang yang mendapat dua dosis vaksin COVID-19 tapi tidak mendapat suntikan booster, memperlihatkan gejala Omicron hilang dalam delapan hari. Di sisi lain, pasien Delta menunjukkan pemulihan dalam sembilan hari. "Pemulihan yang lebih cepat menunjukkan bahwa periode penularan corona mungkin lebih pendek, yang pada gilirannya akan berdampak pada kebijakan kesehatan di tempat kerja dan pedoman kesehatan masyarakat," kata para peneliti.  (Natalia Adinda)