Liputan6.com, Jakarta - Seorang anak Ukraina berusia sembilan tahun menulis surat hasil tulisan tangan yang memilukan. Surat itu ditujukan bagi mendiang ibunya yang terbunuh dalam invasi Rusia.
Galia, nama bocah itu, menuliskan bahwa ia berterima kasih kepada ibunya untuk 'sembilan tahun terbaik dalam hidupnya'. Ia berjanji menjadi "anak yang baik agar bisa bertemu ibunya di surga". Tragedi itu terjadi di Borodyanka, lokasi yang situasinya dikatakan 'jauh lebih mengerikan' daripada Bucha, tempat kuburan massal warga sipil yang diduga korban pembantaian oleh Rusia ditemukan, dikutip dari laman Metro.co.uk, Selasa (12/4/2022).
Advertisement
Baca Juga
"Mama. Surat ini adalah hadiah untukmu pada 8 Maret," tulis gadis itu. "Jika mama berpikir bahwa mama membesarkanku dengan sia-sia. Terima kasih untuk sembilan tahun terbaik dalam hidupku."
"Saya sangat berterima kasih kepadamu untuk masa kecil saya. Anda adalah ibu terbaik di dunia. Aku tidak akan pernah melupakanmu."
"Aku ingin mama bahagia di langit. Aku berharap mama pergi ke surga. Kita akan bertemu di surga. Aku akan mencoba yang terbaik untuk menjadi baik untuk pergi ke surga juga. Salam, Galia."
Mantan Wakil Menteri Dalam Negeri Ukraina Anton Herashchenko membagikan surat menyayat hati itu lewat Twitter. Kengerian dipicu minggu ini ketika pasukan Kremlin dituduh membantai ratusan orang tak bersalah di Bucha.
Beberapa korban ditemukan ditembak dari jarak dekat dan lainnya dengan tangan terikat di belakang punggung mereka. Presiden Volodymyr Zelensky memperingatkan pada Kamis malam, 7 April 2022, "Mereka sudah mulai memilah-milah reruntuhan di Borodyanka. Jauh lebih mengerikan di sana, bahkan ada lebih banyak korban penjajah Rusia."
Â
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Tak Tahu Hidup atau Mati
"Dan apa yang akan terjadi ketika dunia mengetahui seluruh kebenaran tentang apa yang dilakukan militer Rusia di Mariupol? Di sana, di hampir setiap jalan, adalah apa yang dunia lihat di Bucha dan kota-kota lain di wilayah Kyiv setelah penarikan pasukan Rusia," kata Zelensky.
Banyak orang masih tidak tahu apakah anggota keluarga mereka hidup atau mati. Mereka telah menghabiskan berhari-hari menyaksikan tim penyelamat menggeser puing-puing.
"Ibu saya, saudara laki-laki saya, istri saudara laki-laki, ibu dan ayah mertuanya, masih di sana, serta orang-orang lain yang ada di ruang bawah tanah," kata warga Borodyanka, Vadym Zagrebelnyi.
"Tapi ada orang lain di lantai atas sana, dan juga dengan anak-anak. Dan saya tahu pasti bahwa mereka tidak keluar. Saya tahu mereka ada di sana saat itu," imbuhnya.Â
Advertisement
Dukungan Boris Johnson
Pesan radio yang disadap menunjukkan seorang komandan Rusia memerintahkan anak buahnya untuk 'memusnahkan sebuah desa' di dekat Mariupol, menurut intelijen Ukraina.
"Bunuh mereka semua. Apa yang Anda tunggu motherf***ers? Habiskan semua orang. Mengerti?" rupanya dia memberi tahu anak buahnya.
Rusia telah berulang kali membantah menargetkan warga sipil, mengklaim gambar mayat di Bucha hanya akal-akalan pemerintah Ukraina. Namun, dukungan terus mengalir bagi warga Ukraina. Boris Johnson melakukan perjalanan kejutan ke Kyiv kemarin 'untuk menunjukkan solidaritas' dengan negara yang dilanda perang itu.
Dia mengatakan kepada Zelensky "rakyat Ukraina adalah singa, dan Anda adalah aumannya". Ia berjanji untuk meningkatkan sanksi terhadap Moskow.
Akumulasi Stres
Bagi banyak anak Ukraina, meninggalkan rumah mereka juga berarti meninggalkan negara mereka. Anak-anak terlantar, terutama pengungsi, lebih rentan mengalami masalah psikologis. Mereka juga menghadapi faktor risiko tambahan dan dapat terkena berbagai bentuk eksploitasi, diberitakan kanal Health Liputan6.com.
Penelitian menunjukkan bahwa anak-anak sangat sensitif terhadap akumulasi stres. Ada banyak bukti terkait hubungan dosis-respons antara jumlah stressor yang dialami oleh anak-anak dan hasil kesehatan mental mereka. Bagi pengungsi anak, akumulasi stres umumnya berasal dari tiga kontributor utama yakni:
- Di negara asal mereka, banyak yang mungkin telah menyaksikan atau mengalami kekerasan, penyiksaan dan kehilangan keluarga dan teman;
- Perjalanan ke negara perlindungan juga bisa menjadi saat stres lebih lanjut. Anak-anak pengungsi mungkin mengalami perpisahan dari orangtua mereka, baik karena kecelakaan atau sebagai strategi untuk memastikan keselamatan mereka;
- Tahap terakhir untuk menemukan kelonggaran di negara lain dapat menjadi waktu yang lebih sulit karena banyak yang harus membuktikan klaim suaka mereka dan juga mencoba untuk berintegrasi ke dalam masyarakat baru.
Periode ini semakin disebut sebagai periode 'trauma sekunder' untuk menyoroti masalah yang dihadapi. Saat tiba, seorang anak pengungsi perlu menetap di sekolah baru dan menemukan kelompok sebaya. Anak-anak mungkin menjadi dewasa sebelum waktunya, misalnya, sebagai penghubung bahasa yang vital dengan dunia luar.
Advertisement