Liputan6.com, Jakarta - Adidas dan Marimekko kembali berkolaborasi ketiga kalinya untuk koleksi musim semi/panas 2022. Kedua brand fesyen itu meluncurkan koleksi terbatas yang memadukan seni grafis dalam pakaian olahraga. Lebih istimewa lagi, koleksi ini juga memanfaatkan sampah plastik untuk menjadi material produk.
Koleksi kolaborasi itu terlihat semarak dengan penggunaan motif bunga dari logo Unikko dan Marimekko. Dalam rilis yang diterima Liputan6.com, beberapa waktu lalu diterangkan bahwa motif bunga itu pertama kali diciptakan pada 1964 oleh desainer Maija Isola.
Advertisement
Baca Juga
"Desainer Maija Isola ingin membuat desain yang memberdayakan dan menyenangkan di antara sebagian besar cetakan abstrak," kata Minna Kemell-Kutvonen, Direktor Desain untuk Rumah dan Desain Cetak Marimekko.
Ia mengatakan sangat menyenangkan melihat logo Unikko dan Marimekko ditata ulang dengan warna-warna primer yang cerah. Motif itu memberi kesan sendiri pada pakaian olahraga yang dirancang Adidas untuk koleksi terbatas itu.
"Kami telah menggabungkan teknologi Adidas untuk pakaian olahraga terdepan dari kami, AEROREADY, yang menyerap kelembapan dan membuat pemakainya merasa kering saat berolahraga, dengan motif Marimekko yang didesain ulang yang berani dan indah, memberikan desain yang benar-benar unik untuk koleksi ketiga kami," ujar Aimee Arana, Senior Vice President, Sportswear & Training, Adidas Global.
Koleksi tersebut mencakup beragam pakaian olahraga, termasuk bersepeda, yoga, lari, training, dan kegiatan di luar ruangan. Pihaknya memastikan bahwa ukuran yang tersedia mendukung gerakan inklusivitas.Â
"Koleksi ini juga menawarkan berbagai alas kaki, termasuk adidas x Marimekko Ultraboost," ujar Arana.
Â
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Fungsional dan Menyenangkan
Arana menyebut pakaian olahraga dalam koleksi itu diciptakan tak hanya fungsional, tetapi juga menyenangkan dan indah. Ia berharap lewat koleksi tersebut, bisa mendorong komunitas untuk menjadikan olahraga sebagai ruang untuk semua.
Salah satu koleksi andalan mereka adalah Support Bra. Bra bermotif bunga poppy itu didesain X-back bertali. Setidaknya 60 persen material yang dipakai adalah hasil daur ulang sampah plastik.
"Produk ini merupakan salah satu solusi kami untuk membantu mengurangi limbah plastik," ujarnya.
Ada lagi Onesie yang mencolok. Pakaian serbaguna itu bisa dikenakan saat berolahraga di studio, atau hanya ingin berjalan-jalan santai di luar rumah dengan gaya.
Materialnya adalah kain Aeroready yang diklaim ringan tapi mampu menyerap kelembaban dan membuat pemakainya tetap merasa kering. Bahannya juga disebut lembut untuk menempel nyaman di kulit.
"Onesie telah dibuat sebagian dengan bahan daur ulang dan sebagian dengan Parley Ocean Plastic, untuk membantu mengurangi sampah plastik," ia menjelaskan.
Â
Advertisement
Masalah Menahun
Sampah plastik kini menjadi masalah global. Meski banyak inisiatif diluncurkan untuk mengatasi masalah tersebut, faktanya kurang dari 10 persen sampah plastik di seluruh dunia yang berhasil didaur ulang.
Data Organisasi untuk Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) menyebut 460 juta ton plastik digunakan pada tahun lalu. Jumlahnya hampir dua kali lipat dari tahun 2000. Selama kurun waktu itu, jumlah sampah plastik meningkat lebih dari dua kali lipat, menjadi 353 juta ton.Â
Setelah perhitungan, dinyatakan bahwa hanya sembilan persen sampah plastik yang berhasil didaur ulang. "Sementara, 19 persen dibakar dan hampir 50 persen dibuang ke tempat pembuangan sampah. 22 persen sisanya dibuang di tempat pembuangan sampah yang tidak terkendali, dibakar di lubang terbuka, atau bocor ke lingkungan," kata OECD Global Plastics Outlook yang berbasis di Paris, Prancis.
Pandemi COVID-19 sempat membuat penggunaan plastik menurun hingga 2,2 persen pada 2020 dibanding tahun sebelumnya. Namun, penggunaan plastik sekali pakai telah meningkat seiring pemulihan ekonomi. Laporan itu menggarisbawahi bahwa plastik menyumbang 3,4 persen dari emisi rumah kaca global pada 2019.Â
Â
Masih Lebih Mahal
Sebanyak 90 persen dari produksi dan konversi plastik berasal dari bahan bakar fosil. OECD pun mengusulkan serangkaian "pengungkit" untuk mengatasi masalah pemanasan global dan polusi yang merajalela.
Ini termasuk mengembangkan pasar untuk plastik daur ulang yang hanya mewakili enam persen dari total plastik yang beredar. Pemanfaatan plastik daur ulang tersendat karena hingga saat ini, harganya masih lebih mahal dibandingkan biji plastik.
"Penting juga bagi negara-negara untuk menanggapi tantangan dengan solusi terkoordinasi dan global," ucap Sekretaris Jenderal OECD Mathias Cormann dalam laporan tersebut, dikutip dari Japan Today, akhir Februari 2022.
Cormann menambahkan, teknologi baru terkait pengurangan jejak lingkungan dari plastik hanya 1,2 persen dari semua inovasi yang berkaitan dengan produk. Ia juga menyinggung bahwa kebijakan harus menahan konsumsi secara keseluruhan dan sejalan dengan "siklus hidup plastik yang lebih sirkular."
OECD menyarankan investasi 28 miliar dolar per tahun untuk membantu negara-negara miskin mengembangkan infrastruktur pengelolaan sampah. Laporan tersebut muncul kurang dari seminggu sebelum Majelis Lingkungan PBB dimulai pada 28 Februari 2022 di Nairobi. Pertemuan itu diharapkan mencanangkan perjanjian plastik di masa depan yang saat ini belum ada kejelasan.Â
Advertisement