Sukses

RUU TPKS Resmi Jadi Undang-Undang, The Body Shop Indonesia: Kawal Terus

The Body Shop Indonesia telah merapat ke barisan tuntutan pengesahan RUU TPKS sejak November 2020.

Liputan6.com, Jakarta - DPR akhirnya mengesahkan Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) jadi Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS), Selasa, 12 April 2022. "Pengesahan RUU TPKS jadi undang-undang merupakan hadiah bagi seluruh perempuan Indonesia, apalagi menjelang peringatan Hari Kartini," kata Ketua DPR RI Puan Maharani di Rapat Paripurna DPR RI ke-19, lapor kanal Health Liputan6.com.

Atas keputusan ini, The Body Shop Indonesia, merek kecantikan yang telah mendorong pengesahan UU tersebut, menyebutkan sebagai "langkah luar biasa." Head of Values, Community, and Public Relations The Body Shop Indonesia Ratu Ommaya​​​​​​ menyebut pihaknya merapatkan barisan sejak November 2020 bersama seluruh karyawan, pelanggan, dan para mitra berdampak.

Dalam keterangannya pada Liputan6.com, Selasa, 12 April 2022, para mitra yang telah bergandeng tangan dengan mereka adalah Yayasan Pulih, Magdalene, Makassar Writers, Plan Indonesia, dan para aktivis. Pihak-pihak ini telah menyatakan desakan pengesahan RUU TPKS melalui kampanye Stop Sexual Violence: Semua Peduli Semua Terlindungi.

Dalam pelaksanaannya, mereka telah mengumpulakn 503.310 petisi. "Terima kasih pada anggota DPR RI yang telah merealisasikan ini. Perjuangan belum berakhir, mari terus kawal implementasi UU TPKS agar sesuai dengan tujuannya, yaitu berpihak pada korban dan memenuhi hak atas penanganan, perlindungan, dan pemulihan (korban)," kata Maya.

Karena itu, The Body Shop Indonesia bersama para mitranya menyebut akan terus menjalankan peran mereka, mengawal penerapan UU TPKS, dan bersinergi dalam mengedukasi kaum muda atas pencegahan kekerasan seksual.

Ini dilakukan dengan terus menjalankan Kampanye Stop Sexual Violence (SSV) The Body Shop Indonesia: Semua Peduli, Semua Terlindungi #TBSFightForSisterhood.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 4 halaman

9 Tindak Pidana Kekerasan Seksual

Kanal News Liputan6.com melaporkan bahwa ada sembilan tindak pidana kekerasan seksual yang diatur dalam UU tersebut. Pada ayat 1 Pasal 4 UU TPKS disebutkan tindak pidana kekerasan seksual meliputi pelecehan seksual nonfisik, pelecehan seksual fisik, dan pemaksaan kontrasepsi.

Juga, pemaksaan sterilisasi, pemaksaan perkawinan, penyiksaan seksual, eksploitasi seksual, perbudakan seksual, serta kekerasan seksual berbasis elektronik. Selain itu, ada tindak pidana kekerasan seksual lain yang diatur dalam ayat 2 pasal yang sama, yakni:

a. Perkosaan;

b. Perbuatan cabul;

c. Persetubuhan terhadap anak, perbuatan cabul terhadap anak, dan/atau eksploitasi seksual terhadap anak;

d. Perbuatan melanggar kesusilaan yang bertentangan dengan kehendak korban;

e. Pornografi yang melibatkan Anak atau pornografi yang secara eksplisit memuat kekerasan dan eksploitasi seksual;

f. Pemaksaan pelacuran;

g. Tindak pidana perdagangan orang yang ditujukan untuk eksploitasi seksual;

h. Kekerasan seksual dalam lingkup rumah tangga;

i. Tindak pidana pencucian uang yang tindak pidana asalnya merupakan Tindak Pidana Kekerasan Seksual; dan

j. Tindak pidana lain yang dinyatakan secara tegas sebagai Tindak Pidana Kekerasan Seksual sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.

 

3 dari 4 halaman

Bayar Ganti Rugi

RUU TPKS disebut cukup progresif karena mengatur pelaku kekerasan seksual wajib membayarkan restitusi atau ganti rugi pada korban. Pada Pasal 1 nomor 20 RUU TPKS, definisi restitusi adalah pembayaran ganti kerugian yang dibebankan pada pelaku kekerasan seksual atau pihak ketiga berdasarkan penetapan atau putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, atas kerugian materiel dan/atau imateriel yang diderita korban atau ahli warisnya.

Pasal yang mengatur detail restitusi pada RUU TPKS adalah pasal 30--37. Pada Pasal 30 ayat 1 disebutkan bahwa korban tindak pidana kekerasan seksual berhak mendapatkan restitusi dan layanan pemulihan.

Dalam pasal 30 disebutkan, "Restitusi dimaksud dapat berupa ganti kerugian atas kehilangan kekayaan atau penghasilan, ganti kerugian yang ditimbulkan akibat penderitaan yang berkaitan langsung sebagai akibat tindak pidana kekerasan seksual."

Selanjutnya pada pasal 31 disebutkan bahwa penyidik, penuntut umum, dan hakim wajib memberitahukan hak atas restitusi pada korban dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).

4 dari 4 halaman

Jerih Payah Bertahun-tahun

Dengan disahkannya RUU TPKS, segala bentuk tindak kekerasan seksual diharapkan bisa dipertanggungjawabkan di ranah hukum, sehingga para korban bisa memperjuangkan haknya.

"Kami berharap bahwa implementasi dari undang-undang ini nantinya akan dapat menghadapi dan menyelesaikan kasus-kasus kekerasan seksual, perlindungan perempuan dan anak yang ada di Indonesia," Puan mengatakan dalam pidato pengesahan UU TPKS.

"Oleh karenanya, perempuan Indonesia tetap dan harus selalu semangat. Merdeka!" tambahnya.

Di kesempatan yang sama, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, I Gusti Ayu Bintang Darmawati, mengungkapkan bahwa pengesahan RUU TPKS merupakan hasil jerih payah setidaknya sejak 2016 lalu.

"Dengan seluruh jerih payah, waktu dan tenaga yang telah kita curahkan, diiringi perjalanan panjang para korban dan masyarakat sipil pendamping korban sejak 2016," I Gusti Ayu mengatakan.

Ia juga menjelaskan bahwa pada 2019, sebenarnya sudah sempat berlangsung beberapa rapat pembahasan RUU TPKS antara panitia kerja DPR RI dan panitia kerja pemerintah. Namun kala itu, pembahasan tidak masuk dalam pengambilan keputusan tingkat pertama. RUU TPKS kemudian masuk dalam prolegnas prioritas 2020 hingga berlanjut pada 2021, sampai akhirnya disahkan, Selasa, 12 April 2022.