Sukses

Kisah Pemberi Nama Anak Profesional yang Dibayar hingga Rp144 Juta

Orangtua yang membayar untuk memberi nama pada bayi mereka tidak dianggap malas, namun perfeksionis.

Liputan6.com, Jakarta - Adalah Taylor A. Humphrey, perempuan 33 tahun yang bekerja sebagai pemberi nama bayi profesional. Ia memberi nama lebih dari 100 bayi pada 2020, mengumpulkan lebih dari 150 ribu dolar Amerika Serikat (AS) (sekitar Rp2,1 miliar) atas layanan unik yang diberikannya, lapor New York Post, Kamis (14/4/2022).

Beberapa "orangtua yang panik" bahkan berani membayar 10 ribu dolar AS (sekitar Rp144 juta), supaya Humphrey dapat membantu mereka menentukan nama yang sempurna untuk si buah hati. "Jika melihat nama-nama bayi populer, itu adalah tanda nilai budaya dan aspirasi kita," kata Humphrey pada The New Yorker.

Pengusaha yang belum memiliki anak ini menyebut dirinya sebagai "penulis dan pendongeng yang bersemangat" yang "mahir dalam branding, pemasaran, dan memanfaatkan media sosial." Humphrey sebelumnya bekerja sebagai mak comblang, penggalang dana, dan perencana acara.

Menurut profil LinkedIn-nya, ia juga seorang "praktisi reiki." Humphrey tercatat telah "menulis dua skenario panjang fitur, dan satu pilot TV yang mengeksplorasi agama, spiritualitas, sains, futurisme, serta sifat cinta yang abadi dan tanpa syarat."

Namun, Humphrey mengatakan bahwa ia selalu terobsesi dengan nama anak dan akhirnya menemukan panggilan yang sebenarnya ketika mendirikan bisnis "What's In a Baby Name" pada 2015. Jasanya, tentu memberi pilihan nama anak bagi para orangtua.

Bergantung pada berapa banyak calon orangtua berani membayar, layanan Humphrey "berkisar dari panggilan telepon, hingga daftar nama yang dipesan lebih dahulu." Mereka juga bisa melakukan penyelidikan silsilah untuk menggali nama lama dalam keluarga.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 4 halaman

Kehabisan Ide

Baru-baru ini, Humphrey memilih nama bayi Parks untuk pasangan yang melakukan ciuman pertama mereka di sebuah kota bernama Parker. Ia juga menasihati seorang ibu cemas yang sedang mempertimbangkan untuk mengganti nama putrinya yang masih kecil, Isla, karena terus salah diucapkan.

Humphrey diberi kompensasi karena menyarankan ibu itu untuk tetap menggunakan moniker Skotlandia. Ia juga mengelola akun TikTok yang populer, di mana ia sering menawarkan saran gratis.

Pengusaha wanita itu mengatakan, ia sering didekati orangtua yang memiliki anak ketiga atau keempat dan tampaknya sudah kehabisan ide nama anak. Dalam sebuah video baru-baru ini, Humphrey menasihati seorang ibu yang sedang mengandung bayi ketiga dan membutuhkan nama yang selaras dengan nama kedua putranya yang lebih tua, Emmet dan Miller.

Pilihan teratas Humphrey jatuh pada Grady, Wilson, Waylon, dan Fletcher. Sementara beberapa mungkin menuduh orangtua malas dalam mengambil keputusan nama bayi mereka, Humphrey bersikeras bahwa mereka yang membayar hanyalah perfeksionis yang cemas.

3 dari 4 halaman

Bisa Jadi Nama Tengah

Lebih lanjut Humphrey mengatakan, jika orangtua tidak menyetujui saran untuk nama depan bayi mereka, ia bilang mereka biasanya akan mengambil nama itu sebagai nama tengah.

"Terkadang Anda melihat nama seperti Brave di daftar saya dan Anda berpikir, 'Saya tidak akan memberi nama anak saya Brave,'" kata Humphrey. "Tapi mungkin layak untuk dimasukkan ke dalam daftar sebagai ide untuk nama tengah."

Times melaporkan, dalam sebuah makalah tentang menamai bayi, sebuah tim yang dipimpin psikolog sosial Knox College Francis McAndrew berpendapat bahwa memberi seorang anak nama yang sama dengan ayah atau pamannya sebenarnya dapat melayani tujuan evolusi. Pasalnya, ayah atau paman itu mungkin merasa lebih dekat dengan keluarga.

Seorang ibu mungkin juga membuat keputusan ini untuk "mengiklankan" identitas ayah secara terbuka, sehingga mempertaruhkan pendiriannya dan mengharapkan dukungan yang berkelanjutan dari si ayah.

Namun demikian, dalam sebuah penelitian yang dikutip McAndrew, menempelkan "Jr." pada akhirnya dapat menyebabkan harapan yang merusak secara psikologis bagi anak. Studi itu juga menemukan bahwa lebih banyak anak laki-kali yang dinamai sama dengan ayah maupun pamannya. 

4 dari 4 halaman

Memengaruhi Kepercayaan Diri

Studi telah menemukan bahwa anak-anak yang tidak menyukai nama depan mereka lebih cenderung kurang percaya diri. Penelitian juga menemukan bahwa nama depan dapat memengaruhi seberapa menarik seseorang bagi orang lain, terutama saat baru kenal.

Pada 1993, psikolog Phil Erwin menerbitkan sebuah makalah yang menunjukkan bahwa mahasiswa sarjana menilai foto orang yang sama sebagai kurang menarik berdasarkan apakah foto tersebut diberi nama "menarik" atau "tidak menarik."

Studi semacam itu sering menggunakan kumpulan data nama peringkat yang dihasilkan dalam penelitian sebelumnya, yang telah menemukan bahwa nama seperti David, Jon, Joshua, dan Gregory cukup disukai. Sedangkan orang seperti Oswald, Myron, dan Edmund tidak.

Namun studi lain menemukan bahwa orang yang diberi nama yang tersebar luas pada saat itu, daripada nama yang memiliki masa kejayaan di generasi sebelumnya, dinilai lebih awal oleh mahasiswa untuk jadi lebih cerdas dan lebih populer.Â