Sukses

Saat Sampah Kiriman dari Korea Utara Jadi Harta Karun Peneliti Korea Selatan

Sampah kiriman Korea Utara yang terdampar di lepas pantai Korea Selatan menjadi benda berharga selama pandemi Covid-19.

Liputan6.com, Jakarta - Sampah nyata bernilai asal berada di tangan yang tepat. Itu pula yang terjadi dengan tumpukan sampah kiriman dari Korea Utara yang terdampar di tepi pantai Korea Selatan selama masa pandemi Covid-19. Peneliti lokal, Kang Don Wan bahkan menyebutnya sebagai harta karun.

"Ini bisa menjadi material sangat penting karena kita bisa belajar tentang produk apa yang diproduksi di Korea Utara dan barang apa yang digunakan orang di sana," kata Kang, seorang profesor di Dong-a University di Korea Selatan, kepada Associated Press, dikutip Selasa (26/4/2022).

Sebelum pandemi Covid-19 melanda, Kang secara rutin mengunjungi kota di perbatasan Tiongkok untuk menjumpai warga Korea Utara yang tinggal di sana. Ia juga membeli beragam produk Korea Utara dan memfoto perkampungan di Korea Utara yang berada di seberang sungai perbatasan. Tapi, kebijakan China yang membatasi perlintasan bagi turis asing untuk mencegah penyebaran virus memaksanya berhenti datang.

Ia terpaksa beralih ke metode pengumpulan informasi yang rumit karena Covid-19 membuat orang asing sepertinya lebih sulit mencari tahu apa yang terjadi di dalam negeri Korea Utara. Negeri itu terkenal sebagai negara paling tertutup bahkan sebelum pandemi berlangsung.

Keragaman, jumlah, dan peningkatan kecanggihan sampah, ia yakini semakin menegaskan laporan media pemerintah Korea Utara bahwa Kim Jong Un mendorong produksi berbagai jenis barang konsumsi dan meningaktkan sektor desain industri yang lebih besar untuk memenuhi kebutuhan rakyatnya. Di samping, produksi itu untuk meningkatkan mata pencaharian mereka. 

Kim, terlepas dari pemerintahannya yang otoriter, tidak dapat mengabaikan selera konsumen yang sekarang membeli produk di pasar bergaya kapitalis karena sistem penjatahan publik sosialis negara itu rusak dan kesengsaraan ekonominya memburuk selama pandemi.

"Warga Korea Utara saat ini adalah generasi orang yang menyadari apa itu pasar dan ekonomi. Kim tidak dapat memenangkan dukungan mereka jika dia hanya menekan dan mengendalikan mereka sambil tetap berpegang pada program pengembangan nuklir," kata Kang. "Dia perlu menunjukkan ada beberapa perubahan di eranya."

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 4 halaman

Buka Mata

Sejak September 2020, Kang telah mengunjungi lima pulau pantai barat di perbatasan Korea Selatan. Ia telah mengumpulkan 2.000 buah sampah Korea Utara, termasuk kemasan snack, kemasan jus, bungkus permen, dan minuman botol.

Kang mengaku terpukau melihat puluhan beragam kemasan produk berwarna-warni, seperti untuk bumbu, es krim, kue, susu, dan yoghurt. Banyak kemasan itu menampilkan beragam elemen grafis, karakter kartun, dan bentuk huruf berbeda. Beberapa terlihat ketinggalan zaman menurut standar Barat dan lainnya nyata menyontek desain produk Jepang dan Korea Selatan.

Kang kemudian menuangkan hasil penelitiannya menjadi buku berjudul "Memungut Sampah Korea Utara di Lima Pantai Laut Barat." Ia kini juga mulai menjelajahi pantai-pantai garis depan di timur Korea Selatan. 

Risetnya diapresiasi oleh Ahn Kyung-su, Kepala laman DPRKHEALTH.org, laman yang berfokus pada masalah kesehatan d Korea Utara. Menurut dia, banyak ahli lain mempelajari keragaman produk dan desain kemasan di Korea Utara melalui siaran media pemerintah dan publikasi lainnya. Tetapi, metode pengumpulan sampah yang dilakukan Kang memungkinkan analisis yang lebih menyeluruh.

Hasil riset Kang membuka jendela menuju Korea Utara. Kang mengatakan sampah yang dikumpulkannya itu adalah upaya memahami warga Korea Utara lebih baik dan mempelajari kesenjangan antara Korea yang terpecah untuk kesempatan bersatu kembali di masa depan. 

Informasi yang tercantum di kemasan jus, misalnya, menunjukkan Korea Utara menggunakan dedaunan sebagai pengganti gula. Ia menduga itu karena kekurangan gula dan peralatan produksi gula di sana.

Ia juga menemukan lebih dari 30 macam paket penguat rasa buatan yang diartikan bahwa penduduk Korea Utara tidak mampu membeli bahan-bahan alami yang lebih mahal, seperti daging dan ikan, untuk memasak sup dan semur Korea. Sementara, banyak warga Korea Selatan berhenti menggunakan produk itu di rumah lantaran masalah kesehatan.

3 dari 4 halaman

Informasi di Kemasan

Ia juga menemukan kantung plastik kemasan deterjen bertuliskan 'teman ibu rumah tangga' atau 'menolong perempuan'. Dengan asumsi hanya perempuan yang melakukan tugas itu, ini bisa merefleksikan rendahnya status perempuan di masyarakat Korea Utara yang didominasi lelaki.

Beberapa kemasan menampilkan klaim yang sangat berlebihan. Salah satunya yang menyebut kue camilan rasa kenari sebagai sumber protein yang lebih baik daripada daging. Kemasan lain menuliskan es krim kolagen membuat anak tumbuh lebih tinggi dan meningkatkan elastisitas kulit.

Ada juga klaim lain bahwa kue camilan yang dibuat dengan jenis mikroalga tertentu mencegah diabetes, penyakit jantung, dan penuaan. Kang tidak dapat memverifikasi kualitas isi dari kemasan itu.

Pendapat disampaikan Jeon Young-sun, seorang profesor peneliti di Konkuk University Seoul. Ia menyebut makanan ringan dan kue kering Korea Utara umumnya menjadi jauh lebih lembut dan enak dalam beberapa tahun terakhir, meskipun kualitasnya masih tertinggal dari produk kompetitif internasional Korea Selatan.

Noh Hyun-jeong, seorang pembelot Korea Utara, mengatakan dia "sangat gembira" akan roti dan kue Korea Selatan yang dia makan setelah kedatangannya di sana pada 2007. Dia mengatakan penganan dan permen di Korea Utara seringkali pahit dan 'keras seperti batu'.

4 dari 4 halaman

Suka Duka

Pada 2019, Kang mengatakan dia ditolak masuk di Bandara Shanghai. Tampaknya hal itu berkaitan dengan pekerjaannya sebelumnya yang sebagian besar dilakukan ilegal di sepanjang perbatasan China-Korea Utara.

Selama periode relaksasi antar-Korea yang berakhir pada 2008, ia mengaku telah mengunjungi Korea Utara lebih dari 10 kali Ia hanya dapat membeli barang-barang terbatas yang tidak membantunya memahami negara tersebut.

Memungut sampah di pulau-pulau yang berjarak sekitar 4--20 kilometer (2,5-12 mil) dari wilayah Korea Utara, adalah pekerjaan yang sulit. Dia paling sering mengunjungi Yeonpyeong, sebuah pulau yang ditembut oleh Korea Utara dalam serangan yang menewaskan empat warga Korea Selatan pada 2010.

Dalam beberapa perjalanan, marinir Korea Selatan menanyai Kang karena warga yang melihatnya mengumpulkan sampah mengira dia melakukan sesuatu yang mencurigakan. Dia terkadang terdampar ketika layanan feri dibatalkan karena cuaca buruk. Kang mengatakan dia kadang-kadang menangis frustrasi di pantai ketika dia gagal menemukan sampah Korea Utara atau menerima telepon dari kenalannya yang mencemooh atau meragukan pekerjaannya.

"Tetapi saya berbesar hati setelah mengumpulkan lebih banyak sampah ... dan saya memutuskan bahwa saya harus mencari tahu berapa banyak barang di negara yang tidak dapat kami tuju dan apa yang dapat kami temukan dari sampah itu," kata Kang. "Ketika angin bertiup dan ombak tinggi, sesuatu selalu terdampar dan saya sangat senang karena saya bisa menemukan sesuatu yang baru."