Sukses

Heboh Strategi Marketing Haram untuk Jual Baju Lebaran

Strategi marketing baju Lebaran yang disebut haram itu melibatkan promosi berupa diskon.

Liputan6.com, Jakarta - Menjelang Idulfitri, tradisi beli baju Lebaran pasti tidak pernah absen. Para produsen fesyen pun menghadirkan penawaran terbaik mereka, dan tidak sedikit juga yang menggunakan strategi marketing tertentu untuk memastikan barang dagangannya laris-manis, dan ini tidak terjadi hanya di Indonesia.

Di tengah kegembiraan ini, ada beberapa pedagang di Malaysia yang dituding mengambil keuntungan dari semangat konsumen membeli baju baru untuk Lebaran. Pengguna Twitter @ZZulfikli, baru-baru ini, mengeluh tentang bagaimana toko dan merek tertentu terlibat dalam "praktik pemasaran yang dipertanyakan," yang kemudian disebutnya sebagai "strategi marketing haram."

Dalam kicauannya, ia menulis, "Ada banyak toko yang melakukan ini. Ketika saya pergi ke department store tertentu. Saya perhatikan bahwa mereka menawarkan diskon 40--50 persen untuk baju melayu. Sebelum ini tidak ada hal seperti itu."

"Ternyata harga diskonnya sama dengan harga aslinya. Semua untuk memanipulasi konsumen," tambahnya seraya meminta Kementerian Perdagangan Dalam Negeri dan Konsumen Malaysia untuk menindak pedagang yang menggunakan praktik demikian.

Dalam gambar yang menyertai unggahan tersebut, ditunjukkan bagaimana sebelum Lebaran, baju yang dimaksud dijual seharga 100 ringgit (sekitar Rp331 ribu) tanpa diskon. Sementara di foto terbaru, sebuah poster mempromosikan baju yang sama dengan harga 100 ringgit dari 369 ringgit (sekitar Rp1,2 juta) yang mereka klaim sebagai harga asli.

Cuitan tersebut pun menarik perhatian warganet. Banyak pengguna mengutuk praktik ini, setuju dengan si pemilik akun bahwa strategi pemasaran haram ini hanya untuk menipu konsumen.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 4 halaman

Banjir Komentar

Salah seorang pengguna mengaku sempat dihadapkan dengan kondisi serupa. Ia menulis, "Saya pernah ke department store itu untuk membeli celana kerja seharga 50 ringgit tanpa diskon. Dua bulan kemudian, ketika saya pergi untuk membelinya lagi, dikatakan bahwa itu didiskon 50 persen. Label harga mengatakan bahwa harga asli 100 ringgit turun jadi 50 ringgit.”

Tidak sedikit juga yang berbagi tips tentang cara agar tidak tertipu taktik pemasaran semacam itu. "Jangan membeli pakaian adat saat hari raya dan musim pernikahan. Ini benar-benar penipuan. Pedagang akan menaikkan harga kemudian memberikan diskon palsu," tulis salah satu warganet.

"Jika benar-benar ingin membeli, belilah lebih awal. Kita juga harus pintar," tambah pengguna lain.

Sementara baju Lebaran sudah seperti keharusan, apakah Rasulullah menganjurkan umatnya membeli dan memiliki baju baru saat hari raya? Kanal Regional Liputan6.com mencatat, pengasuh Al Bahjah KH Yahya Zainul Ma’arif alias Buya Yahya pun memberikan penjelasan terkait ini.

 

3 dari 4 halaman

Kebiasaan Saat Hari Raya

Menurut Buya Yahya, membeli baju baru di waktu Lebaran adalah kebiasaan orang dalam berhari raya. "Imam Bukhari meriwayatkan satu hadis dari Sayyidina Abdullah bin Umar bahwasanya Sayyidina Umar bin Khattab itu beli jubah dari sutra. Kemudian, dibawa jubah itu dan berkata Nabi, 'Beli ini dan pakailah untuk hari raya dan menyambut tamu,'” katanya dikutip dari YouTube Al Bahjah TV.

Rasulullah mendengar apa yang disampaikan Sayyidina Umar. Lalu, Rasul berkata bahwa baju tersebut adalah milik orang yang tidak mendapatkan baju di akhirat. Rasul juga mengatakan, tidak diperkenankan memakai baju sutra bagi laki laki seperti dirinya dan Sayyidina Umar.

Meski melarang memakai baju sutra untuk laki-laki, kata Buya Yahya, Rasulullah tidak melarang memakai baju bagus saat hari raya. Para ulama menyebut jika menggunakan baju bagus dan baru saat hari raya adalah sunah. "Sunahnya kita pakai baju yang bagus. Kalau bisa baru, kalau punya duit. Enggak usah (sampai) berutang," ia mengatakan.

4 dari 4 halaman

Berpikir Ulang

Buya Yahya juga mengingatkan bahwa hari raya, seperti Lebaran, bukan soal bajunya yang baru. Tapi, orang yang berhari raya itu adalah yang imannya bertambah.

"Boleh pakai baju yang bagus, tapi jangan memaksa siapa pun membelikan baju yang baru. Yang penting menutup aurat dulu, baru nanti peningkatan kalau ada rezeki," ujarnya. 

"Memang diimbau kita keluarga untuk menyenangkan keluarganya di hari raya itu. Apakah dengan makan enak, baju bagus, itu sunah. Dengan catatan tidak boleh melakukan sunah dengan cara yang haram, (yakni) mencuri, mengambil harta orang lain, dan sebagainya,” tutupnya.

Dalam kesempatan berbeda, PR and Communications Sustaination, Amira, mengajak memikirkan kembali kebiasaan membeli baju baru. "Apa betul perlu baju baru? Kemudian, kita gali makna di balik baju baru saat Lebaran. Ini kan berarti memiliki sifat-sifat baik yang sebelumnya belum dimiliki. Dibanding hanya simbolis, yuk sama-sama kita praktikkan kebiasaan baiknya!" ia menuturkan.