Liputan6.com, Jakarta - Niat hati menawarkan sesuatu yang unik kepada pelanggan, apa daya aparat bertindak. Hal itu terjadi setelah toko roti Pine Garden menjual kue berdesain sampul paspor Singapura.
Pada 12 April 2022, toko itu mengunggah gambar kue paspor di akun Facebook mereka. Kue itu sebenarnya adalah brownies seberat satu kilogram yang dihargai 88 dolar Singapura atau sekitar Rp922 ribu.
Advertisement
Baca Juga
Unggahan itu tak berapa lama langsung dihapus. Media lokal, Lianhe Zaobao, melaporkan pada 4 Mei 2022, Kementerian Kebudayaan, Masyarakat, dan Pemuda (MYCC) Singapura memperingatkan toko roti untuk berhenti menggunakan lambang nasional sebagai desain produk mereka.Â
Kementerian juga memerintahkan toko roti itu untuk menghapus semua gambar yang mengandung lambang nasional. Seorang juru bicara mengatakan kepada media itu bahwa hanya lembaga pemerintah yang diizinkan menggunakan lambang negara.
Undang-undang setempat melarang semua entitas menggunakan lambang tersebut untuk kepentingan komersial. Lambang Negara Singapura berbentuk perisai yang dihiasi gambar bulan sabit putih dan lima bintang putih dengan latar belakang merah.
Dikutip dari AsiaOne, Kamis (5/5/2022), berdasarkan Badan Warisan Nasional (NHB), lambang negara berfungsi sebagai simbol status Singapura sebagai negara berdaulat dan independen. Lambang negara itu pertama kali diresmikan pada 1959.
Dalam Undang-Undang Senjata, Bendera, dan Lagu Kebangsaan Singapura, lambang negara tidak bisa dicetak, diterbitkan, diproduksi, dijual, ditawarkan untuk dijual, atau dipamerkan untuk dijual tanpa mendapat izin tertulis dari kementerian atau pejabat berwenang.
Â
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Masih Dijual
Pihak Pine Garden selaku pembuat kue paspor itu menolak berkomentar atas teguran dari kementerian terkait. Namun, produk yang menggunakan desain lambang negara Singapura nyatanya masih beredar bebas di pasaran.
Salah satu e-commerce, Spreadshirt, masih memajang lambang nasional yang dicetak di beragam produk komersial, mulai dari kaus hingga sarung ponsel. Tak diketahui apakah mereka sudah diperingatkan MCYY terkait penyalahgunaan lambang negara tersebut.
Lalu, bagaimana dengan aturan penggunaan lambang negara untuk keperluan komersial di Indonesia? Dikutip dari hukumonline, awalnya lambang Garuda Pancasila dilarang digunakan untuk keperluan, selain yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan.
Pelaku yang melanggar ketentuan larangan ini dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama satu tahun atau denda paling banyak Rp100 juta. Namun, Mahkamah Konstitusi telah menyatakan bahwa ketentuan tersebut inkonstitusional dan tidak berkekuatan hukum mengikat, sehingga siapa saja kini dapat menggunakan lambang Garuda Pancasila, termasuk untuk produk yang diperdagangkan.
Â
Advertisement
Alasan Mahkamah Konstitusi
Pasal 57 UU 24/2009 sebelumnya merinci sejumlah larangan terkait lambang negara:
- Mencoret, menulisi, menggambari, atau membuat rusak lambang negara dengan maksud menodai, menghina, atau merendahkan kehormatan lambang negara;
- Menggunakan lambang negara yang rusak dan tidak sesuai dengan bentuk, warna, dan perbandingan ukuran;
- Membuat lambang untuk perseorangan, partai politik, perkumpulan, organisasi dan/atau perusahaan yang sama atau menyerupai lambang negara; dan
- Menggunakan lambang negara untuk keperluan selain yang diatur dalam UU 24/2009.
Seseorang yang melanggar larangan tersebut bisa dipidana penjara paling lama satu tahun atau denda paling banyak Rp100 juta.
Namun, Mahkamah Konstitusi melalui Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 4/PUU-X/2012 telah menyatakan bahwa ketentuan Pasal 57 huruf d jo. Pasal 69 huruf c UU 24/2009 terkait larangan penggunaan lambang negara untuk keperluan lain dan sanksi pidananya bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Mahkamah Konstitusi beralasan bahwa secara faktual, lambang negara telah lazim dipergunakan dalam berbagai aktivitas masyarakat.
Bentuk Pengekangan
Dalam pertimbangan Mahkamah, terkait penggunaan lambang negara, hal yang tidak boleh dilupakan adalah keberadaan Pasal 32 ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan, "Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya".
Mahkamah berpendapat bahwa kata "menjamin" dalam pasal tersebut harus diartikan sebagai kewajiban negara yang di sisi lain merupakan hak warga negara atau masyarakat untuk "memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya." Pancasila yang dilambangkan dalam bentuk Garuda Pancasila adalah seperangkat sistem nilai (budaya) yang menjadi milik bersama atau kebudayaan bersama seluruh warga negara Indonesia, warga negara berhak untuk melaksanakan nilai-nilainya, termasuk di dalamnya menggunakan lambang negara dalam aktivitas sehari-hari.
Pembatasan penggunaan lambang negara merupakan bentuk pengekangan ekspresi dan apresiasi warga negara akan identitasnya sebagai warga negara. Pengekangan yang demikian dapat mengurangi rasa memiliki yang ada pada warga negara terhadap lambang negaranya.
Advertisement