Sukses

Aksi Bersih-Bersih Sungai dari Sampah Saja Tak Cukup

Makin sedikit sungai di Indonesia yang benar-benar bebas dari sampah. Tapi, upaya pembersihan saja dinilai tak cukup, kenapa?

Liputan6.com, Jakarta - Siapa yang rindu sungai berair jernih tanpa sampah? Jawaban yang paling masuk akal adalah kita semua. Namun, sesering apapun aksi bersih-bersih sungai nyatanya tak membuat jumlah sampah berkurang. Selalu ada saja yang mengapung di permukaan, atau tergeletak di dasar maupun di sekitar sungai.

Apa yang salah? Menurut Gary Benchegib, founder Sungai Watch, sebuah organisasi yang berfokus pada pelestarian sungai, membersihkan sungai bukanlah solusi dari permasalahan itu. Yang paling mendesak adalah perubahan pola pikir setiap individu atas sampah yang dihasilkan dan penggunaan plastik sekali pakai.

"Kita lihat ada beberapa produk yang kita pakai setiap hari. Rethink by myself apa kita perlu pakai plastik, sampai no plastic after all. Itu bisa kita do individually, everyday," kata Gary dalam jumpa pers peluncuran koleksi KÅSEBERGA IKEA di Bali secara hybrid, Jumat, 13 Mei 2022.

Menurut data, ia mengatakan, 60 persen sampah plastik di Indonesia dibuang secara ilegal. Tindakan tak bertanggung jawab itu berdampak besar pada hidup manusia. Sampah plastik yang dibuang sembarangan mencemari lautan dan ikan-ikan. Ikan yang terpolusi mikroplastik lalu dikonsumsi manusia.

"Kita semua mungkin sekarang punya plastik di dalam darah kita," ucapnya.

Tak heran bila ia menyebut plastik sekali pakai sangat beracun sehingga menekan penggunaannya seminimal mungkin diharapkan bisa mengurangi dampak negatifnya pada lingkungan. Di samping, ia dan timnya yang kini berjumlah 60 orang setiap hari membersihkan sungai di Bali.

"90 persen sampah plastik di laut datang dari sungai. Karena itu, kita harus jaga sungai supaya tidak lolos ke laut," ia menerangkan.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 4 halaman

Wajib Kolaborasi

Gary menjelaskan timnya berusaha mengadang laju sampah ke laut dengan berbagai cara, salah satunya memasang jaring yang disebut trash barrier. Total saat ini ada 135 jaring dipasang di berbagai sungai. Dari sampah yang terjaring, timnya kemudian meneliti jenis sampah apa saja yang lolos dan sumber sampah berasal.

"Bisa kita lihat banjar (desa) apa yang paling kotor. Diharapkan dari situ bisa buat aturan atau sanksi. Tapi, belum terjadi full sanksinya, law enforcement-nya agar bisa buat orang jera," ia mengeluhkan.

Dari situ, ia juga menilai setiap desa memerlukan tempat pengolahan sampah mandiri agar sampah bisa dikelola sejak awal dengan baik. Di samping, perlunya pendidikan tentang pengelolaan sampah yang memadai bagi setiap orang, khususnya para generasi muda. Pengetahuan tentang sampah jadi modal awal mengubah pola pikir seperti usulannya di awal.

Selain itu, ia juga menyadari pentingnya kolaborasi. Pemerintah, mulai dari tingkat provinsi hingga kabupaten/kota, menjadi kolaborator utama dalam upaya membebaskan sungai dari sampah. Disusul masyarakat umum yang kerap membuang sembarangan atau yang terdampak negatif dari keberadaan sampah di sungai. Begitu pula dengan korporasi yang punya platform sangat besar agar upaya dapat terus berkelanjutan

"Kita sudah lihat 220 ribu produk sampah plastik dengan semua merek. Kita punya list siapa polluter paling besar di Indonesia," ujarnya. "Sampah di Kuta, banyak yang bukan dari Bali. Ada beberapa dari Banyuwangi, ada juga merek dari Jember dan Lumajang."

3 dari 4 halaman

Kerja Sama dengan IKEA

Salah satu kolaborator terbaru adalah IKEA Indonesia yang bakal segera menjalani program donasi. Brand perlengkapan rumah tangga asal Swedia itu baru saja meluncurkan koleksi produk yang terbuat dari plastik daur ulang, KÅSEBERGA. Koleksi hasil kolaborasi dengan World Surf League itu terinspirasi dari kehidupan peselancar dunia, namun penggunanya bisa siapapun yang bergaya hidup aktif.

Salah satu contohnya tas pantai. Tas tersebut memiliki dua kompartemen untuk memisahkan barang basah dan kering. Ada juga tas punggung berbahan poliester hasil daur ulang dari sampah plastik di laut. Total ada 25 item dalam koleksi yang mulai dipasarkan akhir Mei 2022.

"Salah satu concern kami adalah ocean plastic waste. Itu benar-benar masalah serius. Kita sebagai brand coba untuk bantu memberi dampak lebih positif. Sebagai brand untuk menginspirasi orang agar hidup lebih berkelanjutan, kami juga mempunyai produk-produk untuk lebih berkelanjutan," kata Country Marketing Manager, IKEA Indonesia, Dyah Fitrisally.

Sebagian hasil penjualan koleksi itu, kata Dyah, akan didonasikan untuk mendukung kegiatan Sungai Watch. Namun, program donasi itu hanya bersifat jangka pendek. Untuk jangka panjang, ia mengatakan IKEA telah berkomitmen sampai 2030 akan mengurangi dampak negatif operasional bisnis mereka terhadap lingkungan.

"Dari IKEA sendiri, kami selalu cari alternatif produk yang ramah lingkungan. Low impact ke lingkungan," ia menambahkan.

4 dari 4 halaman

Dari Lulu Jadi Luwih

Di sisi lain, Gary menyatakan tak ingin terus bergantung pada donasi. Karena itu, ia merintis usaha produk daur ulang.

Sejak 18 bulan lalu, sampah yang dijaring didaur ulang di markas besar mereka. Sampah dipilah antara organik dan non-organik sebelum diolah menjadi papan plastik. Tas kresek, gelas air mineral, dan lain-lain dijadikan papan plastik yang bisa digunakan sebagai dinding, meja, atau produk lainnya.

"Ini upaya upcyclye most of trash. Satu papan plastik dijual Rp500ribu. Satu papan plastik setidaknya membutuhkan 10 kilo sampah plastik," kata dia.

Nilai produk dari sampah plastik daur ulang naik signifikan. Bila sampah dijual mentah ke Surabaya, mereka hanya akan memperoleh Rp15 ribu per 10 kilogram sampah. "Add value-nya lebih dari 50 kali."

"Mimpi saya apakah mungkin satu dua tahun ke depan tak perlu bantuan. Bisa lanjut sendiri dengan produk yang kita buat sendiri," kata Gary. "Dari lulu jadi luwih (dari sesuatu yang buruk jadi sesuatu yang baik)."