Sukses

Masih Gerilya, PM Malaysia Luruskan Bahasa Melayu Bukan Bahasa Malaysia

Perdana Menteri Malaysia Ismail Sabri Yakoob menyebut tidak ada alasan menolak Bahasa Melayu menjadi salah satu bahasa resmi di ASEAN.

Liputan6.com, Jakarta - Malaysia baru saja menggelar Simposium Internasional Bahasa Melayu. Perdana Menteri Malaysia Datuk Seri Ismail Sabri Yakoob menyebut acara tersebut merupakan platform terbaik untuk mengidentifikasi segala masalah dalam mengangkat Bahasa Melayu menjadi salah satu bahasa resmi ASEAN.

Dikutip dari laman The Star, Senin (23/5/2022), PM Malaysia mengklarifikasi soal usulan tersebut dalam jumpa pers seusai meresmikan pembukaan simposium. Ia menyatakan pihaknya bukan bermaksud menjadi Bahasa Malaysia sebagai bahasa ASEA, tetapi semata Bahasa Melayu yang juga digunakan oleh beberapa negara di ASEAN.

"Kita menggunakan Bahasa Melayu sebagai bahasa utama. Itu bervariasi, kita punya Bahasa Melayu Indonesia, Bahasa Melayu Brunei, Bahasa Melayu Singapura, Bahasa Melayu Thailand," ia menyebutkan.

"Beberapa orang tidak memahami. Mereka pikir kita ingin mengangkat Bahasa Malaysia sebagai bahasa ASEAN. Beberapa teman kita dari negara tetangga mengkritik kami karena mungkin mereka salah paham," ucapnya. Ia kembali menekankan bahwa yang ingin diangkat adalah Bahasa Melayu dengan segala variasinya. 

Simposium Bahasa Melayu itu digelar tiga hari. Penyelenggaranya adalah Dewan Bahasa dan Pustaka yang menggelar kegiatan atas usulan Perdana Menteri Malaysia. Tema utama yang diangkat adalah penggunaan bahasa Melayu sebagai salah satu bahasa resmi ASEAN.

Sebelumnya, Sabri Yakoob membahas usulan ini di Majelis Tinggi. Ia mengatakan selain di Malaysia, bahasa Melayu sudah digunakan di beberapa negara ASEAN, seperti Indonesia, Brunei, Singapura, Thailand selatan, Filipina selatan, dan sebagian Kamboja.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 4 halaman

Tak Ada Alasan

Sabri Yakoob juga bercerita, selama kunjungannya ke Kamboja baru-baru ini, ia diberitahu ada 800 ribu keturunan Melayu-Champa yang menggunakan bahasa Melayu. Sementara di Vietnam, ada sekitar 160 ribu penutur bahasa Melayu, yang merupakan keturunan Melayu-Champa. Ada juga populasi kecil penutur bahasa Melayu di Laos, Ismail Sabri menambahkan.

"Di seluruh ASEAN ada orang yang bisa berbahasa Melayu. Karena itu, tidak ada alasan kami tidak dapat menjadikan bahasa Melayu sebagai salah satu bahasa resmi ASEAN," katanya.

Ia juga mengatakan akan membahas masalah ini dengan "rekan-rekan ASEAN-nya." "Saya akan berdiskusi dengan para pemimpin negara ASEAN lain, terutama di negara-negara yang sudah menggunakan bahasa Melayu," ia mengatakan.

"Saya akan berdiskusi dengan mereka tentang menjadikan bahasa Melayu sebagai bahasa kedua di ASEAN. Setelah itu, kami akan berdiskusi dengan para pemimpin negara ASEAN lain yang punya penduduk (penutur) bahasa Melayu," imbuh Ismail Sabri.

Saat ini, bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar resmi di ASEAN. Namun, hanya empat dari 10 negara ASEAN menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa resmi mereka di level nasional. Sementara, enam negara lain, termasuk Kamboja, Indonesia, dan Thailand menggunakan bahasa nasional masing-masing dalam kegiatan resmi.

3 dari 4 halaman

Ditolak Nadiem Makarim

Sementara, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbud Ristek) Nadiem Makarim sudah menolak usulan Perdana Menteri (PM) Malaysia Ismail Sabri Yaakob untuk menjadikan Bahasa Melayu sebagai bahasa kedua di ASEAN. 

"Saya sebagai Mendikbud Ristek tentu menolak usulan tersebut. Namun, karena ada keinginan negara sahabat kita mengajukan Bahasa Melayu sebagai bahasa resmi ASEAN, tentu keinginan tersebut perlu dikaji dan dibahas lebih lanjut di tataran regional," kata Nadiem, mengutip situs web Kemendikbud Ristek, Selasa, 5 April 2022.

Menurut Nadiem, Bahasa Indonesia justru lebih layak untuk dikedepankan dengan mempertimbangkan keunggulan historis, hukum, dan linguistik. Di tingkat internasional, Nadiem menyambung, Bahasa Indonesia telah jadi bahasa terbesar di Asia Tenggara, dengan persebaran mencakup 47 negara di seluruh dunia.

"Saya imbau seluruh masyarakat bahu membahu dengan pemerintah untuk terus berdayakan dan bela Bahasa Indonesia," ia menambahkan.

Ia menjelaskan bahwa pemerintah berupaya mengembangkan, membina, serta melindungi bahasa dan sastra Indonesia. Ia menyatakan pihaknya terus berupaya meningkatkan fungsi Bahasa Indonesia sebagai bahasa internasional, di samping harus dikaji dan dibahas lebih lanjut.

 

4 dari 4 halaman

Mata Kuliah

Pembelajaran Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing (BIPA) juga telah dilakukan 428 lembaga, baik yang difasilitasi Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kemendikbud Ristek maupun yang diselenggarakan secara mandiri oleh pegiat BIPA, pemerintah, dan lembaga di seluruh dunia.

Bahasa Indonesia juga diajarkan sebagai mata kuliah di sejumlah kampus kelas dunia di Eropa, Amerika Serikat, dan Australia, serta di beberapa perguruan tinggi terkemuka di Asia. "Sudah selayaknya Bahasa Indonesia duduk di posisi terdepan, dan jika memungkinkan, jadi bahasa pengantar untuk pertemuan-pertemuan resmi ASEAN," kata Nadiem.

Sementara, Kementerian Luar Negeri Malaysia diminta menyediakan kelas Bahasa Melayu bagi staf kementerian yang telah ditempatkan di luar negeri bersama anak-anak mereka. Ismail Sabri menyebut, beberapa anak pejabat diplomatik memiliki penguasaan bahasa Melayu yang lemah karena belajar di sekolah internasional.

Pernyataan bahasa kedua ini sebenarnya telah diungkap Ismail Sabri saat menghadiri Majelis Umum Organisasi Nasional Melayu Bersatu (UMNO), akhir pekan lalu. Saat itu, ia mengumumkan bahwa pembelajaran Bahasa Melayu akan diwajibkan bagi mahasiswa asing yang mendaftar di universitas Malaysia.