Sukses

Kualitas Udara Jakarta Kembali Jadi yang Terburuk di Dunia Hari Ini 17 Juni 2022, Lindungi Diri Anda

Mengurangi aktivitas luar ruang jadi salah satu cara melindungi diri Anda dari kualitas udara Jakarta yang tercatat paling buruk di dunia pada Jumat (17/6/2022).

Liputan6.com, Jakarta - Jakarta meneruskan posisinya di jajaran atas kota berkualitas udara buruk di dunia hari ini, Jumat (17/6/2022), setelah kemarin mencatat hal serupa. Merujuk data IQAir pukul 08.21, kualitas udara Jakarta sempat menempati posisi teratas. Namun pukul 09.05, ibu kota Indonesia ini bergeser ke ranking dua, sementara Johannesburg, Afrika Selatan bertengger di peringkat pertama.

Kendati demikian, kadar kualitas udara Jakarta masih "tidak sehat" dengan indeks 176, mengutip situs web IQAir. Pihaknya pun memberikan beberapa imbauan untuk melindungi diri Anda dari dampak situasi tersebut.

Pertama, pakai masker di luar ruangan. Kemudian, bisa dengan menggunakan pembersih udara, tutup jendela untuk menghindari udara luar yang kotor, dan menghindari kegiatan olahraga luar ruang. Cara lain untuk melindungi diri dari kualitas udara yang buruk juga diberikan BBC Science.

Menurut publikasi itu, penting untuk terus memantau peta kualitas udara real-time online menggunakan data dari situs pemantauan di seluruh dunia untuk melacak Indeks Kualitas Udara (AQI). Selain data mentah, peta juga memberi saran kode warna untuk memandu pengguna.

Meski data dibatasi lokasi-lokasi pemantauan, peta tetap berguna sebagai panduan, terutama bagi mereka yang paling rentan. Beberapa bahkan memberikan ramalan kualitas udara tidak hanya pada hari itu, namun juga hari-hari setelahnya.

Lalu, mulai berpikir bahwa tanaman hias bukan sekadar dekorasi yang bagus. Mereka juga merupakan cara yang cepat dan efektif untuk membersihkan udara.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 4 halaman

Terdeteksi PM2.5

Para peneliti di Universitas Negeri New York mempelajari lima tanaman hias yang berbeda untuk mengukur efisiensinya dalam menghilangkan VOC dari udara. Konsultasikan pada penjual tanaman untuk mendapat pilihan terbaik yang tersedia. Salah satu sarannya adalah Bromeliad, yang menghilangkan lebih dari 80 persen semua polutan dari udara selama 12 jam.

Sementara itu, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (CDC) menyarankan, jika kualitas udara buruk, Anda sebaiknya pindahkan aktivitas fisik Anda ke dalam ruangan, mengutip situs webnya. Kemudian, ubah aktivitas fisik Anda jadi sesuatu yang kurang intens.

"Misalnya, berjalan kaki daripada jogging," tulis pihaknya. Kemudian, persingkat jumlah waktu Anda aktif secara fisik. Jika punya penyakit asma, pastikan untuk selalu membawa inhaler Anda, terutama saat berada di luar.

IQAir melaporkan, soal polusi Jakarta, secara statistik kualitas udaranya buruk. Pada 2019, kualitas udaranya tercatat dengan rata-rata tahunan PM2,5 49,4 g/meter kubik. PM2.5 mengacu pada materi mikroskopis tertentu dengan diameter 2,5 mikrometer atau kurang, dengan berbagai efek merugikan pada kesehatan manusia dan lingkungan, dan karena itu merupakan salah satu polutan utama yang digunakan dalam menghitung kualitas udara kota atau negara secara keseluruhan.

3 dari 4 halaman

Penyebab Buruknya Kualitas Udara Jakarta

Ada beberapa faktor penyebab tingginya tingkat polusi di Jakarta, IQAir melanjutkan. Selama 2019, pembacaan PM2.5 sebesar 67,2 g/meter kubik tercatat, menempatkan kualitas udara bulan itu ke dalam kelompok "tidak sehat."

Pembacaan setinggi ini masuk, karena sumber-sumber seperti kendaraan, emisi pabrik, dan pembakaran terbuka bahan organik semuanya berperan besar. Dengan populasi yang begitu besar, jalan-jalan kota akan dipenuhi sepeda motor, mobil, dan truk dalam jumlah besar.

Terlebih, banyak di antaranya yang berada di luar pedoman kendaraan aman bagi lingkungan, dengan banyak yang masih menggunakan bahan bakar diesel, menghasilkan tingkat emisi yang jauh lebih tinggi. Polutan seperti nitrogen dioksida (NO2) dan sulfur dioksida (SO2) jadi senyawa utama yang terkait penggunaan kendaraan, dengan nitrogen dioksida ditemukan dalam konsentrasi tertinggi di area dengan volume lalu lintas yang besar.

Selain industri kendaraan yang merusak kualitas udara, batu bara dan pabrik berbasis bahan bakar fosil lain tampaknya jadi "masalah yang relevan," mereka melanjutkan. Pada 2020, dengan COVID-19 membuat sebagian besar kota (dan dunia) terhenti, orang akan memperkirakan tingkat polusi akan turun.

Kenyataannya, mereka telah meningkat secara konsisten meski ada sedikit lebih sedikit pariwisata internasional dan domestik. Ini sebagian besar disebabkan oleh pembangkit listrik dan pabrik berbasis batu bara yang disebutkan sebelumnya.

4 dari 4 halaman

Risiko Kesehatan

Ketika batu bara dan bahan bakar fosil lainnya dibakar untuk menyediakan energi, sejumlah besar polutan dilepaskan ke atmosfer, seperti karbon monoksida (CO), karbon hitam, ozon (O3), dan senyawa organik volatil (VOC'S), meningkatkan persentase emisi yang besar.

Untuk menambah kontributor utama polusi udara lain di Jakarta, serta seluruh Indonesia, pembakaran sampah secara terbuka, serta bahan organik jadi perhatian besar selanjutnya. Ini secara khusus merujuk pada praktik pertanian tebas bakar yang menyebabkan sejumlah besar asap dan kabut. 

Dengan tingkat polusi yang lebih tinggi, sering kali muncul peningkatan jumlah risiko kesehatan. Beberapa gejala yang mungkin terjadi adalah timbulnya infeksi dada, iritasi pada mata, kulit, mulut dan hidung, serta meningkatnya kerentanan terhadap berkembangnya penyakit pernapasan, seperti emfisema, bronkitis, dan asma berat.

Kondisi lain termasuk kerusakan pada jantung dan sistem peredaran darah, karena ukuran PM2.5 yang sangat kecil. Itu dapat masuk ke aliran darah melalui jaringan paru-paru, yang dapat menyebabkan kerusakan pada pembuluh darah, dan meningkatkan kemungkinan serangan jantung, serta meningkatkan risiko penyakit jantung dan gangguan jantung lainnya.

Bagi ibu hamil yang terpapar polusi tingkat tinggi saat menggendong bayinya, kasus kelahiran prematur, angka kelahiran rendah, serta keguguran dan cacat lahir jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan kota dengan kualitas udara yang lebih bersih. Ini hanyalah beberapa dari efek kesehatan yang buruk yang dapat diderita seseorang ketika terkena kualitas udara yang buruk dalam jangka waktu lebih lama.