Liputan6.com, Jakarta - Sampah plastik masih jadi sandungan masalah lingkungan di Indonesia, termasuk di Jakarta. Salah satu faktornya adalah nilai dari setiap jenis sampah plastik yang berbeda-beda. Jika botol PET relatif dihargai tinggi, tidak demikian dengan sampah sachet, plastik multilayer, dan botol HDPE bekas.
Ketiga jenis sampah itu kerap dipandang tak berharga. Situasi itu membuat upaya pengumpulan yang jadi salah satu mata rantai terpenting dalam ekonomi sirkular, terhambat. Untuk mengatasi kesenjangan tersebut, P&G Indonesia bekerja sama dengan start up Octopus dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melalui Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta meluncurkan program Concious Living.
Advertisement
Baca Juga
Program serupa sudah lebih dulu dijalankan di Bandung dan berhasil mengumpulkan 20 persen sampah lebih banyak dari target awal sejak diluncurkan sejak Oktober 2021, yakni mencapai 35 ribu ton. Karena itu, P&G meyakini program harus diekspansi ke daerah lain, khususnya DKI Jakarta.
"Sampah yang dihasilkan di DKI Jakarta kurang lebih 7.500 ton sampah per hari, berdasarkan data yang kami miliki. Prevalensi sampah kemasan plastiknya mencapai 17 persen. Itu menunjukkan kemasan plastik merupakan salah satu kontributor besar dalam jumlah sampah di Indonesia, khususnya di DKI," kata Ariandes Veddytarro, Sustainability Champion P&G Indonesia, ditemui seusai jumpa pers di Jakarta, Selasa (21/6/2022).
Program Concious Living mendorong masyarakat umum terlibat dalam upaya pemilahan dan pengumpulan sampah kemasan, khususnya sachet, plastik multilayer, dan HDPE. Seluruh jenis plastik itu digunakan pula oleh P&G sebagai kemasan produknya. Lewat Octopus, masyarakat Jakarta difasilitasi untuk memilah dan mengumpulkan sampah-sampah tersebut. P&G Indonesia menargetkan 40 ribu ton sampah terkumpul dalam setahun.
"Kami ingin libatkan 50 kalangan disabilitas dalam program Concious Living. Kita juga menargetkan 35 ribu masyarakat Jakarta untuk terlibat dalam program Concious Living selama setahun ke depan," kata Andes, akrab disapa.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Dapat Poin
Andes mengatakan program itu langkah awal untuk menciptakan ekosistem plastik kemasan yang lebih sirkular. Sejauh ini, P&G baru menggunakan plastik daur ulang untuk sebagian kemasan produk mereka. Bahan bakunya pun belum bisa ditopang sepenuhnya oleh produksi dalam negeri.
"Buat kemasan ramah lingkungan itu butuh kuantitas yang cukup besar. Karena itu, program ini kami luncurkan di DKI Jakarta agar plastik dan HDPE ini bisa dikumpulkan lebih banyak lagi," ujarnya.
Ia menekankan pentingnya kolaborasi bersama dengan berbagai pihak untuk mengoptimalkan proses recycle dan upcycle sampah plastik. Itu pula yang dilakukan dengan menggandeng Octopus. Perusahaan rintisan itu menyediakan aplikasi yang bisa diunduh gratis oleh masyarakat untuk menyalurkan sampah plastik yang sudah terpilah.
Moehammad Ichsan, Co-Founder dan CEO Octopus Indonesia, menjelaskan manfaat yang didapat masyarakat dengan mengumpulkan sampah, adalah mendapat poin reward. Poin yang terkumpul nantinya bisa ditukarkan menjadi voucer listrik, pulsa, atau bahkan diskon minuman kopi.
"Bagi masyarakat, dari aplikasi Octopus, diklik buka, pilih jenis sampah apa, lalu tinggal panggil. Nanti, pelestari yang akan jemput. Dan satu lagi, ini gratis, tidak ada biaya," kata Ichsan seraya mengingatkan penjemputan minimal 10 buah atau 1 kilogram sampah.
"Jenis sampahnya sebenarnya enggak hanya multilayer dan HDPE, tetapi ada juga kardus, produk kecantikan, dan electronic waste," ia menyambung.
Advertisement
Tingkatkan Pendapatan
Sementara, sampah sachet dan botol HDPE yang memiliki nilai, kata Ichsan, adalah produk P&G. "Kalau merek lain boleh saja, tapi enggak dapat poin reward," ujarnya.
Sampah sachet yang terkumpul nantinya akan disalurkan ke industri RDF untuk diolah menjadi breket pengganti batubara. Sementara, sampah HDPE diolah untuk menjadi material HDPE lagi. Material itu bisa diolah untuk menjadi beragam produk, seperti botol HDPE dan pipa paralon.
Peran pelestari dalam rantai pengumpulan sampah plastik ini juga tak bisa dipandang remeh. Pelestari berperan menghubungkan sampah dari warga ke bank sampah, sebelum diolah oleh industri. Latar belakang mereka beragam, mulai dari pemulung, ibu rumah tangga, hingga mahasiswa.
Andes menyebut selama program berjalan delapan bulan di Bandung, sekitar 2.900 pelestari terlibat. Program itu diklaim meningkatkan pendapatan para pelestari dari Rp350 ribu hingga Rp800 ribu. Sebanyak 54 persennya adalah kaum perempuan.
"Octopus itu ekosistem. Total saat ini ada 14.000 pelestari bergabung," imbuh Ichsan.
Bagaimana Bisa Jadi Pelestari?
Ichsan mengatakan semua orang sebenarnya bisa menjadi pelestari. Tapi, pihaknya membatasi kuota per kota untuk menjaga keseimbangan dan keberlanjutan usaha.
"Kita batasi 5.000 orang per kota," ujarnya.
Anda yang tertarik menjadi pelestari, bisa mendaftarkan diri dan harus memiliki KTP. Data itu diperlukan untuk proses verifikasi bahwa pelestari bukan di bawah umur, tetapi sudah usia kerja.
"Setiap pelestari ada program training tentang cara penggunaan aplikasi dan cara mengenali produk HPE seperti apa, multilayer seperti apa. Kita tingkatkan soft skill pelestari," ia menjelaskan.
Pendekatan ini yang membedakan pelestari dengan masyarakat umum. Pasalnya, Octopus tak ingin menanamkan pola pikir jual beli sampah kepada masyarakat, melainkan membangkitkan kesadaran pentingnya menjaga lingkungan dengan memilah sampah dari rumah.
Sementara, bagi pelestari, ini adalah salah satu sumber penghasilan mereka. Terbukti, kata Ichsan, pekerja perhotelan yang di-PHK saat awal pandemi berlangsung di Bali bisa tetap menyambung hidup.
"Ada juga ibu rumah tangga yang terjerat utang pinjaman online. Jumlahnya cukup besar. Alhamdulillah, dia bisa lunasi setelah empat bulan berjalan," ucapnya.
Advertisement