Liputan6.com, Jakarta - Adalah Jessica Nabongo, seorang travel influencer asal Uganda-Amerika yang mencatat sejarah baru. Tidak hanya karena jadi sedikit orang yang bisa mengunjungi setiap negara di dunia, ia juga merupakan perempuan kulit hitam pertama yang didokumentasi selama melakukannya.
Saat pesawatnya mendarat di Seychelles pada 6 Oktober 2019, melansir CNN, Sabtu, 18 Juni 2022, Nabongo mengintip ke luar jendela, mempersiapkan diri untuk peristiwa penting yang akan terjadi. Ia ditemani 28 teman dan keluarganya, yang terbang untuk melakukan perjalanan pada penerbangan terakhir bersamanya.
Advertisement
Baca Juga
Influencer itu telah berada dalam lebih dari 450 penerbangan dan lebih dari satu juta air mile, mencatat perjalanan keliling dunia, tepatnya ke 195 negara yang diakui PBB. Pengalaman itu "melelahkan," dengan Nabongo melakukan lebih dari 170 penerbangan dalam satu tahun. Ia juga sempat mengatakan hampir berhenti beberapa kali.
"Ada beberapa momen di mana kepanikan muncul dan saya seperti, 'Ya Tuhan, apakah ini akan mengakibatkan kegagalan publik?'" ia bercerita.
Sejak itu, Nabongo telah menulis sebuah buku berjudul The Catch Me If You Can. Dalam bukunya, ia merinci pengalaman berpindah dari satu negara ke negara lain di tengah segudang tantangan epik. Dinamai berdasarkan blognya yang populer, buku tersebut menceritakan perjalanannya yang memecahkan rekor, dengan fokus pada 100 dari 195 negara yang dikunjungi.
"Saya seorang kutu buku geografi," kata Nabongo tentang keputusannya menerima tantangan menulis buku, menjelaskan bahwa itu adalah sesuatu yang ia ingin lakukan setidaknya satu dekade sebelum benar-benar mencobanya. "Pada 2017, saya membuat keputusan bahwa saya ingin melakukannya pada ulang tahun saya yang ke-35."
Â
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Motivasi Menulis Buku
Jadi, apakah Nabongo bisa memenuhi tenggat waktu penulisan buku tersebut? "Saya melampaui lima bulan (sejak tenggat waktu). Namun, saya menyelesaikannya pada hari ulang tahun ayah saya. Ia meninggal dunia hanya dua hari setelah ulang tahun saya yang ke-19, jadi senang bisa seolah melibatkannya dengan cara itu," ia bercerita.
Salah satu alasan utama ia merasa terdorong untuk menulis The Catch Me If You Can adalah fakta bahwa sangat sedikit orang kulit hitam di antara 400 atau lebih pelancong yang dianggap telah mengunjungi setiap negara di dunia.
"Kami sangat terbiasa melihat dunia melalui lensa pria kulit putih," kata Nabongo, yang telah menggunakan fotonya sendiri dalam buku tersebut. "Dan ini berbeda. Jelas ada beberapa keunikan dalam pengalaman yang kami miliki, karena kami ada di dunia sebagai orang yang sangat berbeda."
"Misalnya tentang bagaimana saya melihat kemanusiaan. Rasa hormat saya terhadap kemanusiaan. Saya melihat perbedaan besar," imbuhnya. Nabongo menyentuh pengalamannya bepergian sebagai wanita kulit hitam dalam buku, yang dirilis pada 14 Juni 2022, mencatat bahwa representasi seperti itu sangat penting.
Advertisement
Ciptakan Ruang Tersendiri
Lebih lanjut Nabongo berkata, "Ini tentang menormalkan keberadaan kami, karena, ya, bahkan pada 2022, saya sering jadi satu-satunya orang kulit hitam di pesawat berkapasitas 300 orang. Saya dapat melakukan perjalanan selama berhari-hari dan tidak pernah melihat seseorang di ujung spektrum warna yang sama."
"Misi saya adalah menciptakan ruang. Untuk mengguncang. Untuk mengatakan, kami di sini," ia melanjutkan.
Nabongo juga merasa bertanggung jawab untuk mewakili tujuan bukan hotspot wisata dalam menantang prasangka. "Itu sangat penting bagi saya," akunya. "Untuk menceritakan kisah tentang tempat-tempat yang kebanyakan orang mungkin tidak pernah bepergian dan benar-benar menggunakan platform saya untuk menempatkan tempat-tempat ini dalam cahaya yang lebih positif daripada yang biasanya kita lihat."
Ia bercerita, "Saya menemukan keindahan di banyak tempat yang mungkin tidak diharapkan orang." Tempat-tempat ini termasuk Afghanistan, di mana ia terpesona Kuil Hazrat Ali, lalu Masjid Biru di kota utara Mazar-i-Sharif, Pakistan, di mana ia ketagihan banyak makanan jalanan, dan Iran yang merupakan rumah bagi kota kuno Yazd.
Meski media sosial sudah eksis ketika Nabongo pertama kali mulai bepergian secara ekstensif, itu tidak begitu berpengaruh seperti sekarang. Mantan pekerja PBB mencatat bahwa memiliki blog yang sukses dan lebih dari 200 ribu pengikut Instagram telah memberinya banyak hak istimewa, terutama dalam hal bepergian.
Di sisi lain, ia jadi sangat memperhatikan konten yang dibagikan, mengakui bahwa dampak media sosial belum sepenuhnya positif ketika datang ke lokasi yang rentan. "Ketika berada di Maui (Hawaii), saya menemukan hutan yang sangat menakjubkan," katanya. "Saya tidak melakukan geotag (menambahkan koordinat geografis lokasi) karena saya tahu apa yang bisa (turis) dilakukan pada hutan itu."
"Menjadi influencer atau seseorang yang berpengaruh, Anda harus sangat berhati-hati dengan cara Anda berbagi. Bagi saya, sangat penting untuk memastikan pelestarian tempat-tempat yang saya kunjungi," ia menegaskan.
Â
Senjata Rahasia
Nabongo mengakui, "Memiliki paspor Amerika dan Uganda benar-benar menguntungkan saya, karena sangat sulit bagi orang Amerika untuk pergi ke Iran. Pemerintah AS juga melarang orang Amerika pergi ke Korea Utara (pengecualian diberikan dalam keadaan yang sangat terbatas), tapi saya memiliki paspor Uganda sehingga saya bisa pergi (ke Korea Utara)."
"Itu adalah senjata rahasia saya. Jika saya hanya memiliki paspor Amerika, saya mungkin tidak akan menyelesaikan perjalanan di waktu yang saya catat sekarang," ia menyambung.
Keberhasilannya, bersama para pelancong lain sepertinya, tidak diragukan lagi akan menginspirasi orang lain untuk mencoba bepergian ke setiap negara di dunia, tapi ia ingin menunjukkan bahwa tujuan khusus ini bukan untuk semua orang.
Sebelum melakukan pencarian seperti itu, Nabongo menekankan bahwa para pelancong harus benar-benar mempertanyakan mengapa mereka ingin memulai tantangan ini, "karena itulah motivasi yang akan membawa Anda ke garis finis."
Ia berharap, ceritanya akan mendorong orang lain untuk mengejar impian mereka, apa pun itu. "Saya tidak berpikir semua orang tertarik untuk pergi ke setiap negara di dunia," katanya.
"Tapi, apa yang saya ingin orang tahu adalah bahwa mereka memiliki segalanya di dalam diri mereka untuk melakukan apa pun yang ingin mereka lakukan dalam hidup, dan jika saya bisa pergi ke setiap negara di dunia yang liar, saya merasa impian semua orang bisa dicapai," tutupnya. (Natalia Adinda)
Advertisement