Sukses

5 Destinasi Wisata Mangrove Jadi Lokasi Pilot Project Kalkulator Karbon di Indonesia

Menuju iklim pariwisata positif melalui dekarbonisasi dan ekowisata, Kemenparekraf RI menjalin kerja sama lintas lembaga.

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) menunjukkan dukungannya terhadap pengurangan emisi karbon lewat penanaman mangrove di Kabupaten Buleleng, Bali, Kamis. Program ini merupakan upaya untuk menyerap jejak karbon yang telah dihasilkan perjalanan wisata dan MICE di Indonesia.

Harapannya, program ini dapat meningkatkan kesadaran dan kepedulian para pemangku kepentingan pariwisata serta menguatkan komitmen mereka menuju Net Zero.

"Kita perlu menerapkan prinsip-prinsip berkelanjutan yang secara langsung berkontribusi dalam pencegahan bencana. Jadi kita menanam mangrove saya kira itu salah satu upaya berkontribusi terhadap perubahan iklim," kata Wakil Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif atau Wamenparekraf Angela Tanoesoedibjo dalam rangkaian acara peluncuran program "Towards Climate Positive Tourism Through Decarbonization And Eco-Tourism di Kawasan Plataran Menjangan, Bali, yang disiarkan live di akun Plataran Indonesia, Kamis (7/7/2022).

Dalam kegiatan peresmian program ekowisata bertema 'Towards Climate Positive Tourism Through Decarbonization and Ecotourism' atau menuju iklim pariwisata positif melalui dekarbonisasi dan ekowisata, Kemenparekraf bekerja sama dengan Kementerian Keuangan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Plataran Menjangan, Jejak In, dan sejumlah LSM yang bergerak di bidang ekowisata.

Wamenparekraf Angela menilai kondisi ini dapat menjadi percontohan bagaimana ekowisata mampu menjaga keharmonisan segala elemen di sekitar, bukan justru pariwisata yang menggerus. Angela menilai masyarakat Bali paham betul kondisi ini, karena tertuang dalam konsep Tri Hita Karana, menjaga keharmonisan dengan sang pencipta, alam dan sesama manusia.

"Ini bisa jadi percontohan, bukan hanya dari segi layanan premiumnya, tetapi bagaimana konsep ecotourism kita menjaga keharmonisan dengan segala elemen di sekitar kita. Bagaimana pariwisata yang semakin berkembang ketika kita melestarikan segala sesuatu elemen yang ada di sekitar kita," tutur Angela.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 4 halaman

5 Lokasi

Selain penanaman mangrove, langkah awal yang dilakukan adalah dengan meresmikan carbon footprint calculator (kalkulator jejak karbon) di lima destinasi yaitu Plataran Menjangan Taman Nasional Bali Barat, Mangrove Tembudan Berseri Berau Kalimatan Timur, Pantai tiga Warna (Clungup Mangrove Conservation/CMC) Malang, Bukit Peramun Bangka Belitung dan Taman Wisata Mangrove Klawalu Sorong (Papua Barat).

"Kalau saya dan istri saya selalu melihat dari sisi positif. Begitu juga saat membangun Plataran Group. Seperti di Platara Menjangan, ini bukan hal yang mudah untuk membangunnya karena pasti ada saja yang tidak setuju. Tapi kita justru menggandeng mereka, kita harus merangkul masyarakat setempat," ucap Yozua Nakes dari Plataran Menjangan yang juga pemilik Plataran Group.

Pendapat senada jufa diungkapkan Ida Wahyuni yang mewakili Taman Wisata Mangrove Klawalu Sorong.  "Di Sorong itu ada suku yang pekerjaannya menangkap ikan atau hasil laut lainnyam bahkan ada yang menebanf pohon mangrove dan menggali batu di kawasan pohon mangrove. Kita coba lakukan pendekatan dan pengertian pada mereka," terang Ida.

"Awlanya memang sulit, kita sering dimarahi dan ditentang. Tapi kita tetap bersabar dan beri pengertian, sampai akhirnya mereka bisa mengerti. Mereka tidak lagi menebang pohon mangrove dan bahkan mendukung pembangunan taman wisata mangrove," sambungnya.

Sementara di Bukit Peramun Bangka Belitung, dianggap perlu dilestarikan dan dikembangkan karena punya potensi besar sebagai obat dan minuman herbal. "Di Bukit Peramun ada ratusan jenis pohon yang ternyata 47 persen di antaranya bisa dijadikan bahan untuk membuat minuman dan obat herbal, jadi punya nilai lebih yang perlu dilestarikan," terang Adi, perwakilan dari Bukit Peramun Bangka Belitung.

 

3 dari 4 halaman

Nilai Tambah Pariwisata

Angela menuturkan bahwa Kemenparekraf mendukung penuh kalkulator jejak karbon sebagai upaya mendeteksi jumlah emisi karbon yang terbuang ke udara dengan selama ini aktif diperkenalkan kepada dunia. Program ini diluncurkan secara resmi oleh Menparekraf Sandiaga Uno, di tempat yang sama pada sore harinya.

"Saya mengajak wisatawan dan seluruh pihak untuk mulai menyadari isu dan dampak penting dari perubahan iklim dengan terus mengedepankan prinsip pariwisata berkualitas dan berkelanjutan," tutup Wamenparekraf Angela.

Kemenparekraf merasa perlu berkontribusi lebih aktif lagi dalam mengurangi emisi karbon.Hal ini sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 sektor pariwisata nasional yang kini tak lagi sekadar berfokus pada target utama jumlah kedatangan wisatawan, tapi juga pada nilai tambah pariwisata.

Sektor pariwisata menyumbang hingga 8 persen emisi karbon global. Jumlah itu memang termasuk kecil, tapi dinilai tetap bisa berpengaruh besar pada peningkatan iklim. Perubahan iklim sendiri memang telah menjadi isu dan perhatian penting bagi berbagai negara di dunia termasuk Indonesia.

4 dari 4 halaman

Dampak Perubahan Iklim

Sesuai ketetapan Paris Agreement (2015), semua negara memiliki kewajiban untuk berkontribusi dalam penurunan emisi termasuk melaksanakan, mengkomunikasikan upaya ambisius, mitigasi, dan juga adaptasi yang ditetapkan secara nasional atau dikenal sebagai National Determined Contribution (NDC).

Dampak perubahan iklim dapat meningkatkan risiko bencana hidrometeorologi yang saat ini mencapai 80 persen dari total bencana yang terjadi di Indonesia, yang memicu risiko kelangkaan air, kerusakan ekosistem lahan dan lautan, kelangkaan pangan, dan penurunan kualitas kesehatan.

Menurut Nature Climate Change pada 2018, pariwisata termasuk salah satu sektor paling polutan yang menyumbang 8 persen dari emisi global, di mana 49 persen disumbang oleh jasa transportasi.

Berdasarkan laporan UNWTO dan the International Transport Forum (2019), pada tahun 2030 emisi CO2 terkait transportasi dari pariwisata akan tumbuh 25 persen dari emisi tahun 2016 yaitu dari 1.597 juta ton menjadi 1.998 juta ton. Emisi transportasi terkait pariwisata mewakili 22 persen dari seluruh emisi transportasi pada 2016, dan diprediksi tren ini akan berlanjut hingga 2030.