Sukses

Ahli Kecantikan Jatuh Koma Saat Dibedah Kosmetik untuk Pasang Implan Gigi

Ahli kecantikan itu menghabiskan lebih dari Rp300 juta untuk operasi pemasangan implan gigi di sebuah klinik yang berujung koma.

Liputan6.com, Jakarta - Seorang ahli kecantikan mengalami kematian otak setelah menjalani operasi plastik senilai 18 ribu pound sterling atau lebih dari Rp333 juta. Investigasi kriminal dijalankan untuk mengusut penyebab Beata Filipek (57) jatuh koma setelah operasi pemasangan implan gigi.

Keluarganya di Leeds, West Yorkshire, Inggris, mengklaim dia diberi fentanil selama prosedur. Senyawa itu bereaksi buruk pada tubuhnya hingga menyebabkan kerusakan otak permanen.

Mereka mengatakan Beata, seorang warga negara Polandia yang rajin berolahraga setiap hari, menderita keropos tulang di rahang bawahnya. Ia lalu sepakat menjalani operasi di bawah anestesi di klinik gigi swasta di Lublin, Polandia Timur, pada 13 April 2022, untuk memasang implan.

Sore itu, Beata mengirim pesan kepada bibinya bahwa dia telah menandatangani semua persetujuan sebelum perawatan dimulai. Sang bibi rencananya akan menjemputnya pulang setelah operasi.

Operasi itu semestinya hanya berlangsung 90 menit dan butuh dua jam lagi sampai ia benar-benar sadar setelah dibius. Sang bibi kemudian meneleponnya pada pukul 7 malam, tetapi tidak ada jawaban. Ia pun pergi ke klinik dan menemukan keponakannya terbaring tak sadarkan diri di tempat tidur dengan topeng plastik di wajahnya.

Beata lalu dilarikan ke IGD di rumah sakit terdekat. Beberapa hari kemudian, saudara perempuan Beata, Dagmara, terbang ke Polandia dari Amerika Serikat untuk mencari tahu apa yang terjadi pada saudarinya hingga jatuh koma.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 4 halaman

Klaim Keluarga

Menurut Dagmara, ia berpura-pura sebagai calon pasien saat tiba di klinik gigi itu. Setelah berhasil masuk, ia baru mengakui sebagai saudara Beata.

"Dia (dokter) menjadi sangat takut dan berkata, 'Saya benar-benar tidak tahu apa yang terjadi, tetapi tekanan darahnya mulai turun. Sangat sulit untuk mencabut gigi. Saya bahkan berhenti melakukan prosedur karena saya merasa ada yang tidak beres.'," ujarnya.

Dokter itu, kata Dagmara, lalu memerintahkan agar Beata segera dibangunkan. Dagmara mengonfrontasi ahli anestesi yang bertanggung jawab dalam operasi tersebut.

"Dia mengatakan, 'Saya tidak tahu apa yang terjadi, tetapi dia mengalami kejang-kejang'," ujarnya.

Dokter saat itu mencabut tiga gigi Beata, tetapi ia tidak sempat memasukkan implan. Pihak klinik berjanji akan mengembalikan uang untuk prosedur yang belum selesai. Tetapi, kondisi kesehatan Beata keburu memburuk. Keluarga mengatakan hasil pemindaian MRI menunjukkan perubahan ireversibel di otak Beata, ditambah kerusakan pada korteks serebral.

3 dari 4 halaman

Lapor Kejaksaan

Menantu Beata, Ellie Mae Fitzgerald mengatakan keluarga mereka akan segera terbang ke Polandia. Beata sudah dipindahkan dari rumah sakit ke pusat rehabilitasi, tetapi dokter menerangkan otaknya sudah mati dan tidak akan pernah pulih.

"Beberapa minggu lalu dia membuka matanya yang memberi kami harapan, tetapi dokter mengatakan tidak ada lagi yang bisa mereka lakukan. Dia sangat bugar dan sehat sebelum operasi ini. Kami butuh jawaban apa yang membuatnya jadi begitu," ujar Fitzgerald.

Sementara, Dagmara mencurigai pihak klinik. "Mereka tidak memanggil ambulans. Dia dibiarkan selama dua jam di klinik," klaim dia.

Dagmara pun mengadukan kasus yang dialami kakaknya ke kantor kejaksaan. Seorang juru bicara kantor kejaksaan di Lublin mengatakan kepada media Polandia bahwa proses hukum telah dimulai berdasarkan Pasal 156 KUHP setempat yang menyebabkan kerusakan serius pada kesehatan.

"Kakakku terbaring di ranjang ICU dengan riasan yang sempurna, kulit yang indah, kuku yang sempurna, dan tubuh yang indah yang selalu sangat dia pedulikan," ujar Dagmara. "Saya menangis - saya banyak menangis. Sangat bodoh kehilangan nyawa demi gigi."

4 dari 4 halaman

Gigi Tanggal

Sebelumnya, Head of Professional Marketing Personal Care Unilever Indonesia, drg. Ratu Mirah Afifah mengatakan bahwa kesehatan gigi dan mulut berkaitan erat dengan kesehatan tubuh secara menyeluruh dan kualitas hidup hingga lanjut usia.

"Faktanya, perilaku merawat kesehatan gigi dan mulut yang kurang baik menyebabkan masyarakat Indonesia rata-rata kehilangan 11 gigi mereka di usia 65 tahun," kata dia. Hal tersebut disebut memengaruhi rasa percaya diri karena estetika wajah yang terganggu.

Dikutip dari Health.Harvard.edu, ditemukan juga bahwa lansia dengan gigi ompong yang lebih banyak cenderung lebih berisiko 48 persen lebih besar untuk memiliki gangguan fungsi kognitif otak. Sementara, lansia dengan banyak gigi ompong juga berisiko 28 persen lebih besar untuk menderita demensia dibandingkan lansia lain yang tidak atau memiliki sedikit gigi ompong.

Permasalahan gigi dan mulut dalam jangka panjang juga dapat memicu berbagai penyakit lain, seperti sejumlah penyakit sistemik, yaitu diabetes melitus, kerusakan ginjal, penyakit jantung, gangguan pernafasan, dan lainnya. Langkah pencegahan termudah adalah dengan menyikat gigi dua kali sehari setiap pagi dan malam hari, serta berkonsultasi ke dokter gigi setidaknya enam bulan sekali.