Sukses

Miris, Hutan Hujan Terbesar Kedua di Dunia Dilelang untuk Pengeboran Minyak

Menyelamatkan planet bukan prioritas Republik Demokratik Kongo, salah satu negara dalam wilayah hutan hujan terbesar kedua di dunia, karena krisis kemiskinan di sana.

Liputan6.com, Jakarta - Republik Demokratik Kongo (DRC) telah mengumumkan bahwa mereka akan melelang sejumlah besar lahan gambut dan hutan hujan untuk pengeboran minyak dan gas. Itu hanya beberapa bulan setelah berjanji melestarikannya pada konferensi iklim COP26, melansir VICE World News, Rabu, 27 Juli 2022.

Seorang menteri Kongo mengatakan "prioritas negara itu bukan untuk menyelamatkan planet ini" karena keputusan yang sangat kontroversial dibuat demi menjual penyerap karbon. Congo Basin merupakan hutan hujan terbesar kedua di dunia, mewakili 10 persen dari hutan tropis dunia

Ini menyebar di enam negara dan menyimpan lebih banyak karbon daripada yang dilepaskan ke atmosfer dan dianggap sebagai situs kunci dalam perang melawan perubahan iklim. Paslanya, wilayah tersebut menawarkan "layanan penyerapan karbon setara dengan 10 tahun emisi global," menurut PBB.

Tanah yang akan dijual juga mencakup bagian dari Taman Nasional Virunga, situs Warisan Dunia UNESCO yang juga merupakan rumah bagi satu-satunya gorila gunung di dunia. Pekan lalu, pemerintah Kongo mengatakan, keputusan itu adalah kunci untuk mengumpulkan dana guna memerangi kemiskina.

Juga, meningkatnya biaya hidup akibat krisis di seluruh negara Afrika tengah tersebut. Itu terjadi saat dunia berebut bahan bakar fosil karena harga naik tajam setelah invasi Rusia ke Ukraina, Februari lalu. "(Mengatasi kemiskinan) adalah prioritas kami," Tosi Mpanu Mpanu, penasihat iklim pemerintah, mengatakan pekan lalu. "Prioritas kami bukan untuk menyelamatkan planet ini."

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 4 halaman

Kebalikan Janji

Penjualan lahan penyerap karbon itu merupakan kebalikan dari janji 10 tahun DRC yang dibuat selama KTT iklim COP26 tahun lalu di Glasgo. Saat itu, mereka berjanji melindungi Congo Basin dengan imbalan 500 juta dolar AS dalam investasi internasional.

"Dengan hutan, air, dan sumber daya mineralnya, Republik Demokratik Kongo adalah 'Negara Solusi' sejati untuk krisis iklim," kata presiden negara itu, Félix Tshisekedi, dalam sebuah pernyataan di KTT. "Untuk melindungi hutan kami dan mempromosikan pengelolaannya yang berkelanjutan, prioritas kami, yang didukung kemitraan baru ini, adalah memperkuat tata kelola dan transparansi di semua sektor penggunaan lahan."

Hanya beberapa bulan kemudian, Presiden Tshisekedi seperti berubah dengan percaya bahwa tantangan kemiskinan yang dihadapi DRC, diperburuk perang Rusia di Ukraina, lebih besar daripada tanggung jawab negaranya membantu menurunkan emisi karbon global. Di sisi lain, hutan di berbagai negara tengah berjuang melawan kebakaran akibat perubahan iklim global. California, AS dan Yunani jadi dua wilayah terbaru yang mencatat kejadian nahas tersebut.

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS

3 dari 4 halaman

Insiden Lainnya

Akhir bulan lalu, kebakaran hutan nyaris merusak Machu Picchu di Peru. Menurut laporan, yang dilansir dari Express, kobaran api di dekat salah satu situs arkeologi paling terkenal di dunia itu terjadi pada  28 Juni 2022.

Kebakaran itu telah menghancurkan sekitar 100 hektare lahan, setara sekitar 50 lapangan sepak bola. Pada Rabu, 29 Juni 2022, sekitar 20 hektare telah tedampak kebakaran, kata wali kota kota terdekat Cusco. Lokasinya yang terpencil menghambat upaya menahan kobaran api.

Machu Picchu, sebuah kompleks struktur batu yang terletak di atas gunung, dibangun lebih dari 500 tahun lalu oleh suku Inca. Kekaisaran suku kuno itu menguasai sebagian besar Amerika Selatan, dari yang sekarang disebut Ekuador selatan hingga Chili tengah.

Kebakaran, yang menurut Kementerian Kebudayaan Peru menelan daerah terpencil berjarak sekitar 10 km dari Machu Picchu, dilaporkan dipicu para petani yang telah membuka lahan untuk bercocok tanam. Kamis malam, 30 Juni 2022, waktu setempat, pihak berwenang Peru mengumumkan bahwa api telah 90 persen dijinakkan puluhan petugas pemadam kebakaran dan polisi.

Mereka mengklaim Machu Picchu tidak terpengaruh peristiwa tersebut. Wali kota distrik Machupicchu, Darwin Baca León, mengatakan pada stasiun radio Peru RPP, "Syukurlah, (api) dapat dipadamkan.”

Wali kota mengakui petugas pemadam kebakaran masih bekerja untuk mengendalikan beberapa "kobaran kecil api" di pegunungan yang tetap aktif. Kebakaran itu terjadi ketika tujuan wisata Amerika Selatan itu mencoba pulih dari dampak buruk pandemi COVID-19, yang merenggut lebih dari 200 ribu nyawa orang Peru.

4 dari 4 halaman

Kebakaran Hutan

Sebelum Machu Picchu, kebakaran hutan sudah lebih dulu mengancam pohon terbesar di dunia, yang akhirnya dibungkus aluminium tahan api untuk melindunginya dari kebakaran hutan di California, Amerika Serikat (AS), tahun lalu. Melansir The Sun, spesies pohon General Sherman setinggi 84 meter ini adalah yang terbesar berdasarkan volume dan berusia sekitar 2,5 ribu tahun.

Kebakaran yang melanda Taman Nasional Sequoia di California berjarak hanya 1,6 kilometer (km) dari Giant Forest, sebuah area berisi dua ribu sequoia raksasa. Rebecca Paterson dari dinas pemadam kebakaran setempat mengatakan, "Kami mengantisipasi kebakaran akan terus meluas, semoga tidak terlalu cepat."

Sequoia sejatinya beradaptasi dengan api saat mereka melepaskan biji dari kerucutnya ke tempat terbuka yang terbakar untuk pohon baru. Tapi kekeringan, yang terkait perubahan iklim, membuat kobaran api begitu dahsyat hingga melahap habis pepohonan.

Kebakaran hutan ini telah berlangsung sejak Juli 2021. Kebakaran hutan di lima wilayah di California Utara telah berkembang jadi yang terbesar sepanjang tahun ini di AS, dan yang terbesar kedua dalam sejarah California, lapor SCMP.