Liputan6.com, Jakarta - Dua sahabat karib, Yogi Rahma dan Irma Syafitri, co-founder Lemari Lawas, berbagi kekhawatiran soal industri fesyen massal yang merusak lingkungan. Mereka akhirnya bersepakat mempromosikan barang bekas. Ide tersebut muncul setelah terinspirasi dari Jepang, negara yang cukup gencar mengembangkan kesadaran hidup minimalis.
"Kalau dulu orang memakai barang bekas itu keterpaksaan, tapi kini jadi pilihan," kata Rahma kepada Liputan6.com, Kamis, 4 Agustus 2022.
Advertisement
Baca Juga
Mereka memulainya dengan berjualan batik. Usaha lalu berkembang dengan menawarkan kebaya vintage. Meski awalnya sulit, lama-kelamaan Rahma dan Irma menemukan lebih banyak sumber kebaya vintage. Bahkan, mereka mendapatkan pemasok yang sanggup mencarikan kebaya lawas berkualitas tinggi.
Menurut Rahma, kebaya lawas bukan sekadar bekas tapi barang tangan kedua yang sudah lama tidak dipakai namun bernilai tinggi. Biasanya, kebaya vintage ini dibuat dengan sangat baik, bahannya bagus bahkan walau berpuluh tahun dan desainnya tak lekang waktu.
Selain menjual kebaya bekas, ia juga mereplika model kebaya lama. Diakuinya tidak mudah karena kualitas katun zaman dulu dengan sekarang beda. Dulu meski bahan tipis tapi kuat, begitu juga dengan benangnya.
Jahitan dari kebaya lawas pun berbeda. Beberapa masih menggunakan jahitan tangan. Kebaya lawas juga bernilai estetika berbeda, yang diakuinya sebagai daya tarik dari membeli kebaya bekas. "Sebuah nilai yang tidak bisa di-recovery," kata Rahma.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Beda Jahitan dan Bordir
Banyaknya gerakan berkain dan berkebaya membuat semangat perempuan Indonesia makin kuat. Mereka tak ragu lagi memakai kebaya di segala kesempatan, terlebih kebaya pada zaman dulu memang dipakai sebagai busana sehari-hari.
Rahma pun melihat peluang kebaya lawas jualannya makin besar. Terlebih, kebaya vintage yang dijual rata-rata berbahan katun, dengan bordiran dan jahitan beragam.
Ia menjelaskan salah satu kebaya memiliki bordiran antik Europian. Jenis bordiran menggunakan bahan Dutch lace dan Belgian lace yang unik dan sudah jarang.
"Range harganya ratusan (ribu rupiah), paling mahal Rp5 juta karena bordirannya beda. Menggunakan lace special berumur ratusan tahun. Kualitasnya seperti museum, sehingga harganya pun tinggi," dia menerangkan.
Pembeli kebaya dari Lemari Lawas tak hanya dari dalam negeri, peminat dari luar negeri pun banyak, seperti Malaysia dan Singapura. Orang peranakan yang lahir di Asia Tenggara mengganggap bahwa kebaya vintage lebih berharga.
* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Advertisement
Jadi Langganan Selebriti
Lemari Lawas mulai menjual barang vintage pada 2015. Saat itu, edukasi mengenai barang bekas masih sangat jarang, khususnya untuk kebaya. Pelanggan awalnya juga orang-orang yang anti-mainstream, seperti pekerja seni atau stylist, desainer muda. Karena itu, ceruk pasarnya sangat khusus pada masa itu.
Situasi berubah pada 2020. Pintu seakan terbuka saat beberapa kebaya lawasnya dipakai oleh sejumlah selebritas untuk pemotretan di sebuah majalah mode, seperti Tara Basro, Hannah Al Rasyid, Asmara Abigail, Alika Islamadina, Eva Celia dan Andien.
"Mereka bener-bener genuine promoting kami dan budaya memakai kain kebaya ini tanpa diminta dan dibayar dan bener-bener belanja sendiri," tutur Rahma.
Peminat dari generasi yang lebih muda juga mulai meningkat. Sebut saja pelakon Shenina Cinnamon, Sheila Dara Aisha, Aghniny Haque, Audrey Tapiheru, hingga Monita Tahalea juga pernah memakai kebaya dari Lemari Lawas.
"Kami appreciate sekali dan berharap dari mereka ini bisa mengangkat budaya memakai barang lawas, dan khususnya kebaya lawas, menjadi sesuatu yangg tidak dipandang rendah bahkan jadi bergengsi," ucap dia.
Tetap Terjangkau
Fenomena berburu kebaya bekas tak hanya dijangkiti para selebriti. Masyarakat umum yang ingin bergaya namun dengan biaya ramah di kantong juga mencari kebaya bekas hingga ke market place.
Salah satunya Janlika Putri. Ia mengaku awalnya tak sengaja mendapatkan kebaya encim sesuai seleranya di Pasar Baru. Perempuan asal Bogor ini sebelumnya kerap membeli barang prelove untuk fesyen yang anti-mainstream.
"Aku pernah nemu kebaya encim di Pasar Baru, tiga setel Rp20 ribu doang. Itu juga enggak sengaja niat dari rumah, tapi memang ketemu ya beli aja," celotehnya.
Ia juga sempat mencari kebaya bekas di sebuah marketplace, namun agak mahal dibanding membeli langsung di Pasar Baru. Karena itu, ia memilih membeli secara manual. Menurutnya, kebaya bekas memang berbeda, dari segi kualitas bahan, bordiran dan kenyamanan saat dipakai.
"Kalau kebaya zaman sekarang yang murah tuh bahannya pada tipis. Kalau mau cari yang kebaya katun gitu tuh pasti agak mahal dan perlu ke butik," kata Janlika.
Advertisement