Sukses

Australia Krisis Pegawai Bandara, Maskapai Minta 100 Staf Eksekutif Seniornya Urus Bagasi Penumpang

Staf eksekutif senior maskapai Qantas yang membantu mengurus bagasi penumpang harus bisa memindahkan dan mengangkat tas seberat hingga 32 kg.

Liputan6.com, Jakarta - Maskapai penerbangan Australia, Qantas, meminta staf eksekutif seniornya membantu penangan bagasi bandara karena masih berjuang mengurangi krisis kekurangan pegawai. Maskapai ini telah meminta setidaknya 100 staf senior bergabung dengan tim penanganan darat yang dialihdayakan di Bandara Sydney dan Melbourne selama tiga bulan.

"Sumber daya jadi tantangan di seluruh industri kami, akibat tingginya flu di musim dingin dan lonjakan Covid-19 di seluruh komunitas, ditambah pasar tenaga kerja yang ketat sedang berlangsung," kata Colin Hughes, chief operating officer Qantas, melansir CNN, Senin, 8 Agustus 2022.

Para staf yang ditugaskan sementara itu diminta menyortir dan memindai tas, memindahkannya ke dalam pesawat dan mengantarnya ke terminal bandara. Staf eksekutif yang memilih peran itu secara fisik juga harus bisa memindahkan dan mengangkat tas dengan berat hingga 32 kg.

"Kinerja operasional maskapai belum memenuhi harapan pelanggan atau standar yang kami harapkan," kata juru bicara Qantas.

Pihak maskapai telah berjuang mengatasi lonjakan orang yang berpergian setelah dua tahun pembatasan pandemi dan pengurangan staf. Akibat krisis kesehatan global, Qantas mengatakan pada Juni 2020 bahwa mereka akan memangkas 20 persen dari total tenaga kerjanya, atau sekitar 6.000 karyawan yang sebagian besar memengaruhi staf perusahaan, darat, dan penerbangan mereka.

Dalam catatannya, Hughes mengatakan perusahaan berencana merekrut ribuan staf baru, termasuk petugas darat. Robin Hayes, CEO JetBlue, mengatakan pada BBC bahwa perusahaannya mempekerjakan terlalu banyak orang.

Bandara pun mengalami kesulitan, pada Juli lalu, Bandara Heathrow London jadi salah satu yang tersibuk di dunia. Otoritas mendesak maskapai penerbangan berhenti menjual tiket lagi untuk musim panas. Pihaknya juga mengatakan akan membatasi jumlah penumpang yang berangkat setiap hari sebanyak 100 ribu orang.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

 

 

2 dari 4 halaman

Menahan Dampak Laju Perubahan Iklim

Selain masalah akibat pandemi Covid-19, narasi perjalanan udara kian buruk bagi lingkungan sudah sejak lama terdengar. Melansir Time Out, pesawat bertanggung jawab atas dua persen dari semua emisi karbon dioksida yang dihasilkan manusia, meningkat jadi 12 persen dari emisi transportasi.

Untuk mengatasinya, inovasi yang banyak digembar-gemborkan, seperti bahan bakar pesawat berkelanjutan, gagal lepas landas, sementara waktu hampir habis untuk membatasi dampak emisi tersebut terhadap iklim. Alternatif lainnya yang bisa dilakukan, yakni mengurangi secara drastis jumlah penerbangan.

Keputusan baru-baru ini dari bandara Schiphol Amsterdam pun dinilai sangat berani. Schiphol merupakan bandara pertama di dunia yang mengatakan bakal secara permanen membatasi jumlah penerbangan untuk memerangi krisis iklim.

Mulai 2023, bandara utama Amsterdam itu akan mengurangi hingga maksimal 440 ribu penerbangan per tahun, sekitar 12 persen lebih sedikit dari puncaknya pada 2019. Kebijakan tersebut penting bukan hanya karena Schiphol adalah bandara pertama yang mengurangi jumlah penerbangan, namun juga karena merupakan pusat penerbangan yang sangat penting.

Di belakang London Heathrow dan Paris Charles de Gaulle, Schiphol merupakan bandara tersibuk ketiga di Eropa. Menurut sebuah laporan dari pemerintah Belanda, manfaat dari pengurangan penerbangan bakal jauh lebih luas daripada hanya membantu memperlambat perubahan iklim.

Karena tingkat kebisingan yang lebih rendah dan emisi lebih sedikit, skema ini diharapkan bisa meningkatkan kehidupan masyarakat dan satwa liar yang tinggal di dekat bandara. Aspek lainnya terkait Schiphol, misalnya banyak bandara di seluruh dunia, telah mengalami antrean, penundaan, dan pembatalan penerbangan selama beberapa bulan terakhir.

 

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS

3 dari 4 halaman

Panas Ekstrem

Belum lama ini, Bandara Luton di Inggris membatalkan semua penerbangan setelah landasan pacu meleleh karena gelombang panas yang ekstrem. Sebuah bandara populer di Inggris itu menangguhkan semua penerbangannya selama hampir tiga jam setelah aspal meleleh dalam suhu panas yang hampir tidak tertahankan.

Bandara Luton yang memiliki satu landasan pacu digunakan maskapai penerbangan termasuk EasyJet, Wizz Air, Ryanair dan TUI saat suhu di Luton mencapai 36 derajat celcius pada dua pekan lalu.

Penerbangan terakhir yang diyakini lepas landas sebelum bandara menangguhkan keberangkatan, yakni sekitar pukul 15.07. Seorang juru bicara mengumumkan bahwa semua penerbangan keluar ditangguhkan dan setiap penerbangan yang dijadwalkan tiba di bandara Luton dialihkan.

Hampir tiga jam setelahnya, juru bicara bandara mengkonfirmasi bahwa penerbangan yang meninggalkan bandara dilanjutkan pada pukul 17.40. Namun, penerbangan masuk masih ditangguhkan atau dialihkan dari Bandara Luton.

"Berapa lama ini akan berlangsung?!?!?" tulis seorang penumpang yang marah di Twitter.

4 dari 4 halaman

Pulih setelah Covid-19

Untuk pertama kalinya sejak awal pandemi Covid-19, penerbangan rekreasi dan bisnis global telah naik ke level yang tidak terlihat sejak 2019. Hal tersebut diungkap dalam laporan perjalanan tahunan ketiga Mastercard Economics Institute, berjudul "Travel 2022: Trends & Transitions." 

Melansir CNBC International, laporan yang menganalisa 37 pasar global itu menemukan bahwa perjalanan lintas batas mencapai tingkat pra-pandemi pada Maret 2022. Pencapaian ini jadi tonggak penting bagi industri perjalanan yang didominasi perjalanan domestik sejak 2020.

Data laporan ini menunjukkan "pemulihan besar" tengah berlangsung, kata David Mann, kepala ekonom untuk Asia-Pasifik, Timur Tengah, dan Afrika di Mastercard Economics Institute. "Itu hanya bukti murni betapa kuatnya permintaan terpendam yang sebenarnya," kata Mann.

Laporan juga mengungkap, pemesanan penerbangan global untuk perjalanan liburan melonjak hingga 25 persen di atas tingkat pra-pandemi Covid-19 pada April 2022. Lonjakan didorong jumlah penerbangan jarak pendek dan menengah, yang lebih tinggi pada April 2022 dibandingkan pada waktu yang sama pada 2019.