Sukses

Cerita Akhir Pekan: Definisi Museum Masa Kini

Museum telah mengalami perubahan di era digitalisasi. Tak hanya konvensional, tapi juga harus bisa terakses dengan teknologi.

Liputan6.com, Jakarta - Museum tak lagi sekadar jadi tempat pameran tetap benda-benda yang patut mendapat perhatian umum, seperti peninggalan sejarah, seni, maupun ilmu tertentu. Museum telah mengalami perubahan, dari sebelumnya konvensional, perwajahan dan tata kelola museum kini harus bisa diakses milenial maupun gen Z yang notabene digital native. 

"Adaptasi terhadap perubahan itu (penting), jika tidak ingin tergerus zaman, termasuk digitalisasi, masuknya media sosial," kata sejarawan Wijaya melalui sambungan telepon pada Liputan6.com, Rabu 10 Agustus 2022.

Ditambah, selama 77 tahun Indonesia merdeka, ada banyak catatan sejarah, benda peninggalan, foto-foto, serta temuan baru yang perlu dilindungi dan dirawat. Semua itu akan termakan usia jika tidak didokumentasikan secara digital.

Mengenai definisi museum saat ini, Wijaya mengatakan sah-sah saja jika museum akhirnya harus jadi tempat yang lebih atraktif dan Instagrammable. Justru hal itu jadi daya tarik dan motivasi bagi generasi melek digital saat ini untuk lebih mengenal sejarah dan perjalanan bangsa. 

"Konsepsi museum sebelumnya angker dan tidak menarik, dan hal ini mengurangi ketertarikan. Sekarang sudah ada digitalisasi, bisa memanfaatkan VR, audio, bahkan banyak berdiri museum yang lebih spesifik, seperti Museum Polri dan Museum Multatuli di Lebak Banten," ungkap Wijaya lagi.

Maka, sudah seharusnya museum kini berbenah. Tak lagi hanya konvensional, tapi bisa disematkan dalam berbagai bentuk transformasi teknologi. Selagi fungsi merawat dan mengomunikasikan pesan, di era digital, museum sangat relevan untuk berubah lebih menarik, artistik, atau sebutlah Instagramable agar menambah minat berkunjung.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 4 halaman

Terakses Lebih Luas

Hal senada diungkap kurator museum, Kartum Setiawan. Menurutnya, museum memang seharusnya menggunakan pemanfaatan teknologi untuk lebih mendekatkan pengunjung tua, dewasa, maupun anak muda. Walau kesan museum menyimpan benda masa lalu dan kuno, digitalisasi tetap tak terelakkan.

Menurut Kartum, yang juga tenaga ahli di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, justru pada saat pandemi Covid-19 berlangsung, museum bisa terakses lebih luas. Di masa pembatasan, museum akhirnya dihadirkan dalam bentuk virtual. 

"Yang dulu dua hingga tiga tahun tak terpikirkan dan tidak diprioritaskan (hadir secara virtual)," sebut Kartum. 

Penggagas Komunitas Jelajah Budaya ini menyambung, karena sedikit pelonggaran pembatasan tahun lalu, mereka sempat membuat acara mengunjungi museum. Namun, karena aturan pembatasan berubah lagi, pihaknya harus menyelenggarakannya secara virtual.

Akhirnya ia membuat dokumentasi terlebih dahulu, baru mempresentasikannya secara virtual. 

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS

3 dari 4 halaman

Peran Komunitas

Museum akhirnya tidak hanya dikelola pemerintah, namun juga instansi swasta dan masyarakat memiliki kesadaran untuk mendirikan dan mengelola museum. Kastum menyebut, awalnya aktivitas museum berpusat pada koleksi, sehingga dalam perkembangaannya, aktivitas museum dipusatkan pada masyarakat.

Ia mengatakan, museum seyogianya mendatangkan manfaat bagi masyarakat, bukan sekedar tempat menyimpan benda-benda langka dan mahal. "Semua museum harus memiliki media promosi," tuturnya.

"Seperti dengan terbentuknya komunitas pecinta museum, serta terselenggaranya program penghargaan terhadap masyarakat yang peduli museum secara rutin seperti Museum Award dan pemilihan Duta Museum," Kartum Setiawan menyambung.

Selain itu, penting untuk menjalin kemitraan dengan berbagai unsur masyarakat di setiap museum, misalnya lewat komunitas. Museum saat ini juga harus memiliki situs web. Terakreditasinya museum dengan berbagai peringkat pun akan memberi motivasi untuk jadi lebih baik lagi.

Juga, kemitraan antar museum dapat jadi salah satu jalan keluar, dan itu tidak hanya sebatas nilai koleksi. Ini harus melibatkan sumber daya manusia museum itu sendiri, melibatkan asosiasi profesi di bidang permuseuman. Selain pameran, program-program pengembangan juga dapat dilakukan dalam bentuk pelatihan, seminar, dan workshop.

4 dari 4 halaman

Tempat Edukasi dan Rekreasi

Kartum Setiawan mengatakan, program edukasi tidak terlepas dari fungsi museum sebagai sarana pendidikan non-formal dan tempat rekreasi. Pengunjung tidak perlu membuktikan bahwa ia telah belajar, karena tidak ada angka dan dinilai sehubungan keuntungan yang diperoleh dari kunjungan ke museum.

Museum sebagai lembaga informal mengandung unsur pemilihan yang sangat bebas, baik perhatian dan tanpa perhatian pengunjung terhadap koleksi yang disajikan. Pengunjung sendiri yang menentukan tujuannya ke museum. 

Selain itu, edukasi yang dilakukan museum juga dapat dilakukan dengan banyak cara. Ini termasuk melalui pemanduan terhadap pengunjung museum, pemutaran slide program dan audiovisual, serta Tour Terarah untuk pengunjung difabel atau dalam bentuk interaktif.

Museum Goes to School juga sempat mengemuka. Menurut Kartum, secara teknis, program museum masuk sekolah tidak jauh berbeda dengan program museum keliling. Namun, dalam program museum masuk sekolah, target masyarakat yang dituju lebih jelas, yaitu kalangan pendidikan yang berada di dalam suatu institusi.

"Tema yang diangkat juga sangat beragam, disesuaikan kebutuhan dan kurikulum terkait (pembelajaran di) sekolah," katanya lagi.