Liputan6.com, Jakarta - Organisasi nirlaba bagian dari Grup GoTo, Yayasan Anak Bangsa Bisa (YABB) telah resmi meluluskan lebih dari 1.000 future-ready tech talent, hasil dari program Generasi GIGIH 2.0 sepanjang enam bulan. Para peserta dari pelosok Nusantara ini akan menambah jumlah lulusan Generasi GIGIH yang masuk ke dunia kerja teknologi, bahkan diharapkan bisa lebih baik dari Generasi GIGIH 1.0 di mana 78% mendapatkan pekerjaan dalam waktu tiga bulan setelah magang.
Dimulai sejak 2021, Generasi GIGIH adalah program pelatihan kompetensi komprehensif di jalur backend dan frontend engineer serta data analyst, dimulai dari pembelajaran di kelas sampai praktik melalui magang dan capstone project secara virtual. YABB bersama para mitra merancang program ini untuk menyiapkan generasi muda Indonesia agar memiliki kompetensi teknis, pola pikir yang tepat, dan ketangguhan dalam menghadapi perubahan.
Indonesia butuh jutaan talenta unggul dan menguasai teknologi untuk mempercepat transformasi digital dan menuju Indonesia Emas 2045. “Dukungan dari berbagai pihak amat dibutuhkan untuk melahirkan talenta teknologi muda Indonesia agar bisa memenuhi kebutuhan industri digital yang terus berkembang. Kami ingin program ini dapat menjadi jembatan antara generasi muda dengan industri digital,” tegas Monica Oudang, Chairwoman Yayasan Anak Bangsa Bisa.
Advertisement
Baca Juga
“Program Generasi GIGIH 2.0 selaras dengan misi YABB untuk mendobrak batasan dan memberikan dampak yang mengakar dan berkelanjutan. Selain itu, sebagai bagian dari Grup GoTo, yang merupakan ekosistem digital terbesar Indonesia, kami mengambil langkah untuk berkontribusi mendorong kemajuan dengan mencetak talenta teknologi muda melalui pembangunan karakter dan kompetensi teknologi.
Kami berharap, lulusan Generasi GIGIH berperan sebagai penggerak roda ekonomi, dan mampu menjadi pembawa perubahan yang bisa memanfaatkan teknologi untuk kebaikan,” tambah Monica.
Pada 2021, industri teknologi informasi dan komunikasi mendominasi pasar rekrutmen Indonesia sebesar 28,9%, dengan peningkatan tajam dalam kebutuhan data analyst dan scientists sebesar 76,6%, dan full stack engineer sebesar 50,9%. Kebutuhan talenta digital saat ini tidak hanya datang dari korporasi namun juga dari start up yang sudah terintegrasi ke berbagai sektor seperti e-commerce, fintech, agritech, sektor logistik, medtech, dan edutech.
Raden Ariyo Putro, Chief Human Capital Officer Investree yang juga merupakan Mitra Industri Generasi GIGIH 2.0 mengatakan sebagai Pioneer Fintech Lending di Indonesia yang mempertemukan orang yang memiliki kebutuhan pembiayaan dengan pemberi dana, pihaknya selalu membutuhkan talenta teknologi seiring perkembangan bisnis.
"Kami pun sangat senang telah merasakan manfaat besar sebagai salah satu mitra Generasi GIGIH, dan mengapresiasi YABB yang telah menginisiasi program ini,” ucapnya.
“Para peserta program, atau yang biasa disebut Si GIGIH, turut berkontribusi dalam membawa perubahan kepada UMKM yang menjadi nasabah di platform kami. Ini menjadi bukti dari keberhasilan pelatihan kompetensi teknis backend dan frontend engineer, dan karakter mereka yang kreatif dan bisa beradaptasi dengan cepat,” sambung Ariyo.
Pengalaman Pribadi
Generasi GIGIH memberikan pelatihan kompetensi teknis fundamental, non-teknis, dan bahasa Inggris, yang didesain oleh para pakar dari industri agar peserta mampu menghadapi tantangan dan membawa perubahan di masa yang akan datang.
Iqbal Farabi, Engineering Manager GoTo Financial dan Master Mentor Generasi GIGIH, menjelaskan bahwa kompetensi teknis yang fundamental akan membantu Si GIGIH untuk beradaptasi dengan cepat dan mudah saat menghadapi teknologi baru.
Ia pun menyatakan keunikan program ini selaras dengan pengalaman pribadi. “Ketika saya lulus dari jurusan teknik informatika beberapa tahun silam, saya merasa ada gap dari apa yang diajarkan di bangku kuliah dengan yang saya hadapi saat terjun ke industri.
Selain kompetensi teknis, cara berpikir yang baru dan kritis, serta kemampuan menyelesaikan masalah sangat diperlukan. Ini didapat Si GIGIH dari proses belajar yang menggunakan metode socratic dan flipped learning,” paparnya.
Generasi GIGIH 2.0 turut meningkatkan inklusi dalam pendidikan teknologi, sebagaimana ditunjukkan dengan proporsi jumlah peserta perempuan yang meningkat menjadi 38%, dan meningkatkan total jumlah peserta sebesar 40% dibandingkan tahun 2021, karena membuka kesempatan lebih besar untuk mahasiswa ataupun lulusan program kejuruan dan universitas yang berlatar belakang pendidikan nonteknologi.
Advertisement
Solusi Inovatif
Gendis Yuanisa, salah satu Si GIGIH yang juga seorang mahasiswi jurusan bisnis internasional di Universitas Padjadjaran menceritakan pengalaman berharga yang ia dapat di sepanjang program.
“Meskipun tantangan yang saya hadapi lebih berat karena harus terlebih dahulu mempelajari dasar-dasar IT , namun paket pembelajaran yang diberikan mulai dari self-learning sampai belajar dalam kelas virtual, ditambah bimbingan dari para mentor hebat membuat saya bisa melalui prosesnya," ungkap Gendis.
“Yang luar biasa dari program ini, setelah proses belajar 3 bulan, kami ditantang mempraktikkan ilmu ke dalam capstone project. Di sini kami melahirkan solusi inovatif untuk menyelesaikan permasalahan sosial dan lingkungan di Indonesia,” tambah Gendis.
Generasi GIGIH 2.0 yang merupakan bagian dari program Kampus Merdeka Studi Independen, telah memberikan 900 jam waktu belajar kepada setiap Si GIGIH berkat dukungan GoAcademy, Tokopedia Academy, Cakap, Kalibrr, Progate, Skilvul, dan Replit.
Setiap pakar teknologi yang tergabung menjadi Kontributor GIGIH telah membimbing selama 225 jam, dan setiap bisnis yang berperan sebagai Mitra Industri Generasi GIGIH telah membagikan ilmu dan pengalaman selama 240 jam.
“Saya sangat mengapresiasi semua mitra Generasi GIGIH 2.0, yang telah berperan dalam mendorong kemajuan bagi para talenta digital unggulan Indonesia. Saya ingin mengajak kita semua untuk terus bekerja sama mendukung percepatan transformasi digital Indonesia. YABB berkomitmen untuk terus meningkatkan angka kemampuan kerja talenta teknologi di Indonesia, dan kami membuka pintu kolaborasi sebesar-besarnya dengan berbagai pihak,” tutup Monica.