Liputan6.com, Jakarta - Gunung Halimun Salak ketambahan seekor penguasa langit baru. Elang Jawa (Nisaetus bartelsi) yang dinamai Ragil baru saja dilepasliarkan untuk memperingati HUT ke-77 RI dan Hari Konservasi Alam Nasional (HKAN) pada Jumat, 19 Agustus 2022.
Elang jawa berkelamin jantan itu dilepasliarkan di Blok Citahalab, Resort Pengelolaan TN Wilayah Cikaniki, Seksi Pengelolaan TN Wilayah II Bogor. Berdasarkan rilis yang diterima Liputan6.com, pelepasliaran itu bertujuan meningkatkan jumlah populasi spesies yang menginspirasi lambang negara Burung Garuda di alam.
Advertisement
Baca Juga
Plt. Kepala Balai Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS), Pairah, menjelaskan Ragil diserahkan oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jawa Tengah pada 31 Agustus 2021. Hewan itu kemudian direhabilitasi selama kurang lebih 12 bulan di Pusat Suaka Satwa Elang Jawa di Loji, Bogor, sebelum siap dilepaskan ke alam.
"Sebelum Ragil dilepasliarkan, kami telah melakukan beberapa prosedur, di antaranya memastikan kesehatan satwa, memastikan bahwa perilaku satwa menunjukkan kesiapan untuk dilepasliarkan dan lokasi pelepasliaran adalah kawasan yang sesuai untuk menjadi habitat baru Elang Jawa," katanya.
Kajian tentang habitat dilakukan menggunakan tool Maxent tahun 2020. Tim pusat suaka kemudian mengecek kondisi lapangan pada 14--16 Agustus 2022. "Secara umum, kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) yang merupakan hutan hujan tropis pegunungan terluas yang masih tersisa di Pulau Jawa diyakini sebagai habitat terbaik dari raptor ini," Pairah menambahkan.
Â
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Dipasangi GPS
Ragil si elang jawa tak dilepaskan begitu saja. Tim memasangkan Platform Transfer Terminal (PTTs) dengan jenis PinPoint Solar GPS-Argos seberat 21 gram pada tubuhnya.
Pemasangan alat GPS itu bekerja sama dengan seorang mahasiswa Indonesia yang sedang menjalani studi program doktor di Kyoto University bernama Cici Nurfatimah. Alat itu diharapkan membantu memantau tingkat keberhasilan pascapelepasliaran. Selain itu, mereka juga bisa memperoleh data lokasi, luas wilayah jelajah, ketinggian terbang, dan lain-lain dari Ragil.
Sebelum Ragil hadir, TNGHS lebih dulu menyambut kelahiran seekor anak elang jawa yang lahir pada April 2021. Burung itu dinamai Prawara, yang dalam bahasa Sansekerta berarti "paling terkemuka."
Kelahiran anak elang Jawa itu disambut gembira. Pengendali ekosistem hutan (PEH) pada Balai Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS), Wardi Septiana, menerangkan pihaknya memonitor proses kelahiran si calon penerus penguasa langit sejak Desember 2020. Setiap aktivitas dari kedua induk Elang direkam, mulai dari menata sarang, mengeram telur, hingga menetas.
Â
* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Advertisement
Anak Prabu dan Ratu
Berdasarkan hasil pengamatan lapangan, Wardi menyebut pasangan Elang Jawa yang terpantau sedang berkembang biak adalah Prabu dan Ratu, atau disingkat "PRATU." Perilaku berbiak pasangan itu dipantau sejak 2019, tetapi lebih intensif dipantau mulai Desember 2020. Setelah itu, pemasangan kamera CCTV dimulai pada awal Februari 2021.
"Dari hasil data monitoring kamera CCTV, Ratu meletakkan telur pada tanggal 21 Februari 2021. Setelah 47 hari pengeraman, akhirnya telur PRATU menetas pada 9 April 2021, tepatnya pada hari Jumat pukul 05.47 WIB. Detik-detik prosesi penetasan telur dibantu Ratu (induknya) sejak pukul 05.30 WIB, dan hal ini termonitor secara online di Android," Wardi menjelaskan.
Wardi mengklaim, hal ini menjadi pencapaian luar biasa karena menjadikan pemantauan perilaku berbiak elang Jawa di alam menggunakan kamera CCTV secara online pertama di Nusantara. Ia berharap, Prawara dapat tumbuh dan berkembang dengan baik sampai dewasa dan bisa menjadi penerus penguasa takhta langit di rimba Gunung Salak. Ia menyatakan dibutuhkan peran serta dan partisipasi dari masyarakat untuk mengawal dan menjaga sampai Prawara dewasa dan kelestarian keanekaragaman hayati di TNGHS.
Spesies Langka
Wardi menerangkan, elang jawa merupakan salah satu dari tiga spesies kunci di TNGHS dan satwa endemik Pulau Jawa. Populasi yang terus menurun membuatnya dimasukkan IUCN sebagai satwa terancam punah.
Elang jawa hanya mengalami satu kali masa berkembang biak dalam dua tahun. Jumlah telurnya pun hanya satu sehingga secara alami tingkat populasinya rendah.
Masa bersarang merupakan periode paling penting dalam siklus hidup burung pemangsa untuk keberlanjutan spesiesnya. Oleh karena itu, salah satu rencana aksi dalam upaya meningkatkan tingkat kesuksesan perkembangbiakan elang jawa adalah melindungi pohon sarang hewan itu yang aktif.
Indonesia menetapkan elang jawa sebagai satwa dilindungi berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa dan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2018. Secara kesejarahan, elang jawa juga telah ditetapkan sebagai Satwa Nasional melalui Keputusan Presiden Nomor 4 Tahun 1993.
Di dalam ekosistem, elang jawa berperan sangat penting sebagai indikator terjaganya suatu kawasan hutan. Secara umum, habitat elang jawa berada pada hutan primer dan sebagian kecil hutan sekunder yang berdekatan maupun berbatasan dengan ecotone.
Advertisement