Liputan6.com, Jakarta - Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida akan memangkas masa isolasi untuk pasien Covid-19 dengan gejala. Rencananya, masa isolasi akan dipersingkat dari 10 hari saat ini menjadi tujuh hari.
Kebijakan juga akan diberlakukan kepada pasien Covid-19 tanpa gejala. Mereka yang terinfeksi tanpa gejala saat ini diwajibkan untuk menjalani isolasi selama tujuh hari. Dengan kebijakan baru, mereka bisa menyelesaikan periode isolasi dalam lima hari saja, dengan catatan hasil tes Covid-19 mereka negatif.
Advertisement
Baca Juga
Dilansir dari Japan Today pada Rabu, 7Â September 2022, keputusan untuk menyingkat masa isolasi itu sebagai langkah untuk meningkatkan ekonomi dalam negeri mereka yang menurun drastis akibat pandemi Covid-19. Kishida mengatakan pemerintahnya akan menyelesaikan revisi setelah mendengar pendapat pada pertemuan para ahli kesehatan pada Rabu, 7 September 2022.
Dia juga mengatakan kepada wartawan bahwa Jepang akan memulai vaksinasi untuk anak berusia 12 tahun ke atas sebagai antisipasi penyebaran Omicron. Jepang menargetkan bisa mendistribusikan satu juta suntikan per hari selama Oktober hingga November 2022.
"Kami akan bergerak maju dengan transisi ke tahap baru (hidup) dengan virus corona dan meningkatkan upaya kami untuk menyeimbangkan (mencegah infeksi dan mempromosikan) kegiatan sosial ekonomi," ujar Kishida di kantor perdana menteri.
Jumlah infeksi baru terus menurun, tambahnya. Diketahui, sekitar 112 ribu kasus virus corona baru dilaporkan di Jepang pada Selasa, 6 September 2022, turun 40 ribu dari seminggu sebelumnya.Namun, jumlah kematian masih relatif tinggi, yaitu di atas 300 kasus.
Pelonggaran Pembatasan
Di Tokyo, pemerintah metropolitan mengonfirmasi tambahan 9.486 kasus. Rata-rata infeksi baru selama tujuh hari di ibu kota mencapai 11.610 per hari, turun 34,5 persen dari minggu sebelumnya.
Kishida mengatakan, pemerintah juga akan meninjau sistem pelaporan Coivid-19 yang terperinci di seluruh negeri, mulai 26 September 2022, sebagai upaya untuk mengurangi beban rumah sakit dan pusat kesehatan setempat setelah strain Omicron mendorong kasus lebih tinggi dan membuat sistem medis meregang.
Dengan perubahan tersebut, pemerintah kota akan mempersempit cakupan pelaporan terperinci kepada pasien berisiko tinggi, seperti orang berusia 65 tahun ke atas dan mereka yang membutuhkan rawat inap. Beberapa prefektur telah memperkenalkan metode baru.
Meskipun ada kekhawatiran bahwa revisi semacam itu bisa membuat tren infeksi tidak terlacak dengan baik, Kishida menuturkan, "Kami akan terus memahami jumlah total orang yang terinfeksi, termasuk mereka yang tidak tunduk pada pelaporan terperinci, dengan meningkatkan sistem. "
Jepang telah dilanda gelombang ketujuh infeksi virus corona. Akan tetapi, ketika berusaha untuk "hidup dengan virus corona", pemerintah tidak memberlakukan pembatasan ketat dan telah melonggarkan langkah-langkah kontrol perbatasan.
Advertisement
Gelombang Covid di Jepang
Pada Agustus 2022, Jepang dilanda gelombang ketujuh Covid yang didorong oleh varian BA.5 Omicron. Jepang mencapai kasus sebanyak 1.476.374 dan melaporkan jumlah kasus mingguan tertinggi di dunia selama seminggu hingga 21 Agustus, melansir dari kanal Global Liputan6.com.
Profesor Iwata menuturkan, Jepang berhasil mengendalikan wabah varian Omicron sebelumnya, tidak seperti Amerika Serikat dan banyak negara Eropa, yang berarti kekebalan di masyarakat kurang. "Kami melindungi diri dari infeksi sampai saat ini, yang berarti kami tidak memiliki kekebalan yang diberikan oleh infeksi alami. Oleh karena itu, kami sangat rentan terhadap banyak infeksi," ujarnya.
Kentaro Iwata yang seorang profesor penyakit menular di Universitas Kobe menyebut kenaikan itu juga dikarenakan kurangnya kekebalan dan rendahnya vaksinasi di kalangan anak muda. Profesor Iwata menambahkan, sebagian besar kasus menyebar di antara orang dewasa muda yang umumnya lebih puas diri dan memiliki tingkat vaksinasi yang lebih rendah daripada kelompok usia lainnya.
Mengenai tingkat kematian Covid-19 Jepang selama gelombang ini, Profesor Iwata mengatakan Jepang berjuang untuk mendistribusikan obat anti-virus yang cukup, seperti Paxloid, kepada orang-orang yang rentan, yang menghasilkan tingkat kematian yang lebih tinggi.
PM Jepang Positif Covid-19
Pada Minggu, 21 Agustus 2022, Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida dinyatakan positif terjangkit Covid-19. Kishida menderita batuk dan demam sehari sebelumnya. Lalu hasil tes keesokan harinya menunjukkan Kishida positif.
"Perdana Menteri Kishida diisolasi di dalam kediamannya," kata Noriyuki Shikata selaku sekretaris kabinet untuk urusan publik di kantor perdana menteri.
PM Jepang itu positif Covid-19 di usia 65 tahun. Karena itu, dia mengurungkan kehadirannya di konferensi tentang pembangunan Afrika di Tunisia pada bulan itu. Namun, Kishida tetap berpartisipasi secara online.
Kishida juga menunda tur Timur Tengah yang telah dijadwalkan, termasuk di Kuwait, Qatar dan Uni Emirat Arab. Jepang telah mengalami lonjakan kasus Covid-19 terbesar dalam beberapa pekan terakhir, meskipun sebagian besar penduduknya telah divaksinasi.
Fumio Kishida merupakan seorang politikus Jepang, yang menjabat sebagai Perdana Menteri Jepang sejak 4 Oktober 2021. Dia adalah anggota Dewan Perwakilan dan Presiden Partai Demokratik Liberal.
Advertisement