Liputan6.com, Jakarta - Raja George VI menjadi Raja secara tak terduga setelah saudaranya, Raja Edward VIII turun takhta pada Desember 1936. Mengutip dari situs resmi kerajaan, royal.uk, Jumat (9/9/2022), ia dikenal sebagai sosok pria yang teliti dan berdedikasi, bekerja keras untuk beradaptasi dengan peran barunya sebagai Raja yang tiba-tiba diembannya.
Selama memerintah kerajaan Inggris, Raja George VI didampingi istrinya, Lady Elizabeth Bowes-Lyon yang dinikahinya pada 1923. Raja George VI dalam tugasnya telah berkunjung kenegaraan ke Prancis pada 1938, Kanada dan Amerika Serikat pada 1939. Ia menjadi raja Inggris pertama yang memasuki Amerika Serikat.
Advertisement
Baca Juga
Prestasi terbesarnya berlangsung selama Perang Dunia Kedua, ketika menghabiskan sebagian besar waktu hidupnya di Istana Buckingham yang pernah dibom sembilan kali selama perang. Raja George VI dan istrinya, Ratu Elizabeth, mengunjungi daerah-daerah yang dibom parah di East End of London dan di tempat lain di negara itu, membuatnya mendapatkan popularitas besar.
Raja George ketika itu menjalin hubungan kerja yang erat dengan Perdana Menteri di masa perangnya, Winston Churchill, karena sebagian besar Eropa jatuh ke tangan Nazi Jerman. Menyadari era perang modern tersebut, pada 1940 Raja melembagakan George Cross dan George Medal, yang akan diberikan untuk tindakan keberanian warga Inggris. Pada 1942, George Cross dan George Medal dianugerahkan kepada pulau dan penduduk Malta, sebagai pengakuan atas kepahlawanan mereka dalam melawan pengepungan musuh.
Bertugas di Angkatan Laut
Setelah bertugas di Angkatan Laut selama Perang Dunia Pertama, termasuk berperang di Pertempuran Jutlandia, Raja George VI sangat ingin mengunjungi pasukannya bila memungkinkan. Dia pergi ke Prancis pada 1939 untuk memeriksa Pasukan Ekspedisi Inggris, dan ke Afrika Utara pada 1943 setelah kemenangan El Alamein.
Pada Juni 1944, Raja mengunjungi Angkatan Daratnya di pantai Normandia 10 hari setelah D-Day, dan kemudian pada tahun itu ia mengunjungi pasukan di Italia dan Low Countries. Pada Hari VE (Victory in Europe), 8 Mei 1945, Istana Buckingham menjadi pusat perayaan. Perang telah secara tak terkira memperkuat hubungan antara Raja dan rakyatnya.
Pada 1947, Raja tur besar ke Afrika Selatan, ditemani oleh Ratu dan putri mereka, Putri Elizabeth dan Putri Margaret. Kali itu merupakan perdana seorang raja melakukan tur bersama keluarganya.
Ketika India dan Pakistan merdeka pada 1947, Raja George VI tidak lagi menjadi Kaisar India. Perubahan Persemakmuran berarti bahwa ikatannya tidak lagi didasarkan pada kesetiaan bersama kepada Mahkota, tetapi atas pengakuan Penguasa sebagai Kepala Persemakmuran.Â
Advertisement
Meninggal dalam Tidur
Perubahan dalam hubungan Persemakmuran dan reformasi sosial pemerintahan Partai Buruh pascaperang ini terjadi dengan latar belakang posisi ekonomi Inggris yang lemah pascaperang dan awal Perang Dingin, yang berarti bahwa larangan perang diperluas hingga ke pos-masa perang.
Pada 1948, tampaknya Inggris telah mengatasi kesulitan terburuk tahun-tahun pascaperang, tetapi ketegangan Perang Dunia Kedua dan ketegangan periode pasca-perang telah berdampak pada kesehatan Raja. Hal ini diperburuk dengan kebiasaan merokok beratnya dan penyakit kanker paru-paru di antara komplikasi penyakit lainnya.
Pada 23 September 1951, Raja George VI menjalani operasi pembedahan di mana seluruh paru-paru kirinya diangkat setelah tumor ganas ditemukan. Raja gagal pulih dari operasi paru-paru, dan meninggal dalam tidurnya pada 6 Februari 1952 di Sandringham, saat berusia 56 tahun.
Setelah disemayamkan di Westminster Hall, pemakaman Raja diadakan di Kapel St George, Windsor, di tempat ia dimakamkan. Pada pemakaman Raja, terlampir karangan bunga Pemerintah adalah kartu di mana Churchill telah menulis kalimat yang tertulis di Cross Victoria 'Untuk Keberanian'.
Raja George VI awalnya dikebumikan di Royal Vault sampai dia dipindahkan ke Kapel Memorial Raja George VI di dalam St George's pada 26 Maret 1969. Pada 2002, 50 tahun setelah wafatnya, sang istri Ratu Elizabeth Ibu Suri, dan abu putrinya yang lebih muda, Putri Margaret yang meninggal tahun itu, dikebumikan di kapel di samping tempat Raja George VI.
Pewaris Takhta
Setelah Raja George VI meninggal dunia di dalam tidurnya di Sandringham. Putri Mahkota Elizabeth sebagai pewaris takhta, secara otomatis menjadi penerus penguasa The Commonwealth Realms.
Tetapi sayang, Elizabeth muda tak sempat mendampingi sang ayah di saat-saat terakhirnya, karena ia harus melaksanakan tugas kerajaan di Kenya ketika itu. Dua hari setelah sang ayah tutup usia, tepat pada 8 Desember 1952 menjadi hari bersejarah bagi Elizabeth Alexandra Mary. Ia dinobatkan sebagai pucuk utama pimpinan Kerajaan Inggris.
Sekitar 150 anggota Dewan, ratusan wali kota, dan pejabat daerah lainnya berkumpul di istana menyaksikan pernyataan Elizabeth menjadi Ratu Inggris. "Setelah kepergiaan ayah saya, saya menyatakan diri untuk mengambil alih takhta kerajaan yang bertanggung jawab atas kedaulatan negeri kita semua," sebut Elizabeth di hadapan para pejabat Kerajaan Inggris, seperti dimuat BBC on This Day yang dikutip dari laman Global Liputan6.com.
Saat itu Ratu Elizabeth II berjanji akan mencurahkan segala tenaga dan pikirannya untuk bekerja demi rakyat sebagaimana yang dilakukan ayahnya, Raja George. "Saya berjanji akan bekerja keras demi kebahagiaan dan kesejahteraan rakyat. Sampaikan kabar ini ke seluruh penjuru dunia," kata Ratu Elizabeth II.
Advertisement