Sukses

Penumpang Terjebak di Dalam Pesawat Tanpa Listrik dan AC di Bandara Changi Singapura

Penjelasan dalam rekaman tersebut mengatakan bahwa orang-orang "terdampar di dalam pesawat selama hampir 30 menit karena korsleting listrik, menyebabkan pintu tidak terbuka."

Liputan6.com, Jakarta - Penumpang terjebak di dalam pesawat AirAsia tanpa listrik dan AC di Bandara Changi Singapura, Sabtu, 10 September 2022. Insiden ini dilaporkan berlangsung setidaknya selama setengah jam.

Sebuah video dari kejadian tersebut diunggah oleh Singapore Incidents, melansir AsiaOne, Rabu (14/9/2022). Awalnya, klip menunjukkan penumpang duduk di kabin gelap dengan sebagian besar lampu dimatikan.

Video kemudian memotong ke penumpang pesawat yang berdiri dan tampak seperti sedang menunggu untuk turun dengan lampu menyala kembali. Penjelasan dalam rekaman tersebut mengatakan bahwa orang-orang "terdampar di dalam pesawat selama hampir 30 menit karena korsleting listrik, menyebabkan pintu tidak terbuka."

Namun, seseorang berkomentar di video bahwa pintu pesawat dioperasikan secara mekanis, bukan dengan listrik. Menanggapi pertanyaan Stomp, CEO AirAsia Malaysia Riad Asmat mengatakan, "Penerbangan AirAsia AK716 dari Kuala Lumpur ke Singapura pada Sabtu, 10 September, mengalami masalah teknis kecil saat tiba di Bandara Changi."

"Masalah teknis yang disebabkan sambungan kabel listrik yang mengakibatkan peralatan listrik tidak dapat memasok sistem kelistrikan pesawat, diperbaiki segera setelah peralatan listrik pengganti disediakan," ia menyambung. "Keamanan tamu dan kru kami selalu jadi prioritas nomor satu dan tidak pernah dikompromikan."

Sebelum ini, sebuah keluarga menuduh AirAsia menipu setelah memungut biaya bagasi "tidak masuk akal" untuk empat barang bawaan mereka. Rocio Ocampo mengatakan dalam video TikTok-nya yang dibagikan pada 5 Juni 2022 bahwa keluarganya telah membayar lebih dari 30,48 juta dong Vietnam (sekitar Rp19 juta) untuk check-in bagasi mereka dalam penerbangan rute Malaysia-Indonesia.

2 dari 4 halaman

Tidak Dibela Warganet

"Biaya selangit ini" diduga ditagih karena keluarga beranggota empat orang itu mendaftarkan bagasi mereka di Bandara Hanoi, alih-alih membayar di muka secara online. "Saya sangat kecewa pada Anda, AirAsia," kata Ocampo dalam video tersebut.

Sementara itu putranya, Knox, menyamakan perlakuan "menjijikkan" mereka dengan ditagih sejuta rupiah untuk segelas minuman limun. Menggambarkan bagaimana mereka "tidak punya pilihan" selain membayar biaya bagasi yang harganya dua kali lipat dari tiket penerbangan, suaminya, Nelvine, mengeluh.

Ia berkata, "Kami dapat dengan mudah membatalkan penerbangan kami. Tapi visa kami berakhir hari ini, jadi saya tidak bisa berbuat banyak." Beberapa warganet menyalahkan Ocampo karena tidak membaca syarat dan ketentuan sebelum memesan penerbangan.

"Kebijakan dinyatakan dengan jelas. (Jika) Anda tidak merencanakannya dengan baik, jangan salahkan maskapai," komentar seorang pengguna. Ada juga warganet yang bersimpati dengan Ocampo dan keluarganya.

Ia menulis, "Lucu bagaimana orang-orang terus mengatakan membaca cetakan kecil. Tunggu sampai itu terjadi pada Anda. Siapa di dunia yang mengira biaya bagasi lebih dari (harga) tiket."

3 dari 4 halaman

Insiden Lainnya

Masih tentang bagasi, namun bukan perihal biaya. Demi menemukan kopernya yang hilang, seorang penumpang menjelaskan dugaan kronologinya menggunakan PowerPoint. Ia adalah Elliot Sharod. Mengutip CNN, Sharod dan istrinya, Helen, terbang dari lokasi pernikahan mereka di Afrika Selatan, tempat Sharod dulu tinggal, ke rumah mereka di Inggris, pada April 2022.

Perjalanan pernikahan mereka pertama kali dipesan untuk 2020, sebelum dijadwalkan ulang untuk tahun 2021, tepat sebelum gelombang Omicron datang. Mereka pun berhasil menikah setelah penundaan tersebut.

"(Momen) itu adalah segalanya bagi kami. Kami benar-benar berhasil, akhirnya terjadi, akhirnya menikah di tempat yang spesial bagi kami," ia mengatakan. Mereka memeriksa tiga tas untuk perjalanan pulang yang rumit dengan rute Johannesburg ke Abu Dhabi, Abu Dhabi ke Frankfurt, dan Frankfurt ke Dublin.

Penerbangan itu dilakukan dengan pesawat maskapai Etihad, yang menjalankan rute Abu Dhabi langsung ke Dublin saat pertama memesan, tapi telah membatalkannya selama pandemi. Dua penumpang pesawat ini pun mengalihkan penerbangan ke ke Jerman, dan kemudian transfer pesawat dengan Aer Lingus ke Dublin.

Dari Dublin, mereka akan terbang lagi dengan Aer Lingus ke London Heathrow. Untungnya, Sharod punya senjata rahasia: Airtags. Ia telah membeli tiga produk rilisan Apple yang memancarkan peringatan pelacakan melalui Bluetooth tersebut, dan menaruh satu di setiap koper.

"Saya melakukannya karena rencana perjalanan kami cukup merepotkan. Kami bepergian melalui banyak bandara," katanya. "Itu lebih untuk keamanan dalam perjalanan, yang mana gaun pengantin dan jas tidak ada dalam kasus kami, tapi itu untuk ketenangan pikiran."

4 dari 4 halaman

Bikin Video Presentasi

Pemasangan Airtags membuat pasangan ini bisa mengawasi koper mereka secara langsung, dan menyadari ada yang salah ketika meninggalkan Frankfurt. Koper mereka diklaim tercatat tidak dimuat ke pesawat. "Kami kesal, frustrasi, dan lelah pada saat itu, tapi masih optimis," katanya. "Kami tidak memikirkannya lagi."

Staf Aer Lingus mengatakan, mereka akan membawa tas-tas itu dari Frankfurt ke London, untuk mengantarkannya ke alamat rumah keluarga Sharod di Surrey. Malam berikutnya, tepatnya pukul 22 waktu setempat, seorang kurir memang tiba. Tapi, hanya ada dua tas yang diantarkan.

Bawaan ketiga, yakni koper Helen, berisi kartu pernikahan, catatan tulisan tangan dari pondok tempat mereka menginap, urutan layanan dan rencana perjalanan yang dibuat untuk para tamu. Menurut Airtag-nya, barang itu berada di Pimlico, di pusat kota London.

Panggilan berulang, email, dan DM ke Aer Lingus, serta layanan kurir yang ditunjuk, Eagle Aviation, tidak ditanggapi. Sharod mengatakan bahwa Aer Lingus telah memberitahunya di berbagai titik bahwa kasus tersebut telah diidentifikasi di lokasi barunya, dibawa ke rumah Sharods hanya untuk menemukan mereka tidak ada di sana, dan telah dihapus dari sistem sepenuhnya.

Sementara itu, Eagle Aviation belum menanggapi pesan melalui formulir kontaknya, atau menjawab telepon. Setelah menerima tanggapan dari kantor CEO Aer Lingus Lynne Embleton yang mengatakan bahwa tim bagasi mereka sedang menyelidikinya, Sharod memutuskan pendekatan baru: merekam video untuk pihak maskapai, dan mengunggahnya di media sosial.

Ia bahkan membuat video presentasi PowerPoint, berbicara tentang maskapai penerbangan melalui kisah, dan berbagi pesan langsung yang sering bertentangan dengan pengamatan mereka. Sharod mengatakan bahwa itu "satu-satunya cara saya bisa mendapatkan perhatian mereka, dengan menyebut dan mempermalukan mereka."