Sukses

Cerita Akhir Pekan: PR Besar Pengumpulan Sampah Kemasan

Belanja online berbentuk paket meningkat 62 persen dan makanan sampai 47 persen membuat jumlah sampah kemasan semakin menumpuk.

Liputan6.com, Jakarta - Sampah masih menjadi masalah pelik di Indonesia. Pekerjaan Rumah atau PR dalam menangani sampah bisa dibilang semakin bertambah karena semakin besarnya jumlah sampah kemasan. Pandemi Covid-19 membuat masyarakat banyak yang melakukan belanja online karena tak perlu keluar rumah.

Dampaknya, sampah kemasan terutama sampah plastik semakin meningkat karena banyak digunakan untuk membungkus paket berupa makanan, pakaian, produk kesehatan maupun barang-barang lainnya.  Lalu, upaya saja yang sudah dilakukan untuk menyelesaikan masalah sampah kemasan ini?

Menurut Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup (KLHK), mereka berusaha mengurangi sampah plastik terutama sampah kemasan sejak 2008 melalui Undang-Undang Nomor 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. Pada pasal 15 sudah diamanatkan bahwa Produsen wajib mengelola kemasan dan/atau barang yang diproduksinya yang tidak dapat atau sulit terurai oleh proses alam yang lebih lanjut secara teknis telah diatur dalam PermenLHK P.75 tahun 2019 tentang Peta Jalan Pengurangan Sampah oleh Produsen.

Menurut Direktorat Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah dan Bahan Beracun Berbahaya (PSLB3) KLHK Sinta Saptarina Soemiarnodalam pesan tertulis pada Liputan6.com, Jumat, 16 September 2022, Produsen pada sektor Manufaktur, Ritel dan Jasa Makanan dan Minuman wajib melakukan pengurangan sampah yang berasal dari Produk, Wadah dan/atau Kemasan melalui pendekatan 3R (Reduce, Reuse, dan Recycle) yaitu dengan cara:

1. Melakukan re-design wadah/kemasannya agar mudah dikumpulkan untuk diguna ulang, mudah dikumpulkan, bernilai ekonomis dan dapat di daur ulang menjadi bahan baku kemasan yang sama sebagai upaya menerapkan ekonomi sirkuler, dan menjual produk/jasa tanpa kemasan/wadah serta phase out produk/kemasan bermasalah.

2. Menarik dan mengumpulkan kembali sampah kemasan paska konsumsi untuk didaur ulang.

3. Menarik dan mengumpulkan kembali kemasan guna ulang untuk dimanfaatkan kembali.

Melalui peraturan ini, Produsen wajib Menyusun Dokumen Perencanaan Pengurangan Sampah Kemasannya, dimana implementasinya dilakukan secara bertahap, diharapkan pada tahun 2029 produsen dapat mengurangi sampah wadah/kemasannya sebesar 30 persen sehingga hal ini dapat mendorong tumbuhnya bisnis berkelanjutan dan ekonomi sirkular di Indonesia.

Mengenai persoalan sampah plastik, Sinta menambahkan, pergeseran pola hidup atau lifestyle dan pola konsumsi masyarakat Indonesia khususnya dalam penggunaan plastik sekali pakai berandil besar terhadap kondisi tersebut. Pada tahun 2015, terdapat 9.85 milyar lembar sampah kantong plastik dihasilkan dan hampir 95 persen berakhir di TPA1.

Sementara itu, 93 juta batang sedotan plastik dipakai setiap hari di Indonesia berakhir menjadi sampah tak terkelola. Hal ini belum temasuk sampah yang dihasilkan dari penggunaan kemasan plastik lainnya seperti kemasan sachet dan styrofoam yang tanpa disadari, kondisi ini telah berdampak tidak hanya terhadap penuhnya TPA tetapi juga telah mencemari lautan di Indonesia.

 

2 dari 5 halaman

Plastik Sekali Pakai

Untuk mengatasi persoalan sampah plastik pendekatan secara holistik diperlukan. Pemerintah melalui PermenLHK P.75/2019 telah mengatur kewajiban Produsen dalam pengurangan sampah, kepada Pemerintah Daerah, KLHK terus mendorong agar Pemerintah Daerah di Indonesia menerbitkan peraturan pembatasan penggunaan plastik sekali pakai.

Saat ini sudah ada 2 Provinsi dan 95 Kota/Kabupaten yang telah memiliki peraturan peraturan pembatasan penggunaan plastik sekali pakai, sebagai contonya Provinsi DKI Jakarta dan Provinsi Bali. Kemudian hal yang tidak kalah penting adalah dengan mengedukasi kepada masyarakat agar lebih bijak dalam penggunaan plastik sekali pakai.

Untuk itu, KLHK sedang gencar melakukan kampanye Gaya Hidup Minim Sampah, yakni dengan mengajak masyarakat untuk mulai Cegah Timbulan Sampah yaitu dengan cara hindari penggunaan plastik sekali pakai, seperti penggunaan wadah makanan berbahan styrofoam, kantong belanja plastik sekali pakai, sedotan plastik, dan masih banyak lagi.  "Selain itu, kita juga bisa setorkan sampah yang bernilai daur ulang di Bank Sampah terdekat. Ada sekitar 11.000 Bank Sampah tersebar di seluruh Indonesia, di Provinsi DKI Jakarta sendiri ada sekitar 3.118 bank sampah," jelas Sinta.

"Bisa juga mengumpulkan sampah melalui para pelaku usaha/start up waste collector, yang saat ini sudah semakin banyak di Jakarta. Hal yang tidak kalah penting adalah selalu habiskan makanan dan jika masih bersisa, komposkan sisa makanannya. Dengan menerapkan hal-hal yang saya sebutkan tadi, setidaknya 50 persen sampah sebenarnya bisa dicegah dibuang ke TPA dari tiap rumah," sambungnya.

Menurut Sinta, KLHK juga sedang mendorong pelaksanaan Gerakan Sedekah Sampah Indonesia (GRADASI) yakni melalui strategi pendekatan keagamaan dalam menggerakan masyarakat dan komunitas agama untuk mengurangi sampah. Ajakan sedekah sampah ini merupakan solusi konkret menerapkan prinsip pengelolaan sampah yang berkelanjutan.

Mengenai masalah sampah di masa pandemi ini, banyak sampah yang timbul dari aktivitas belanja online berasal dari kantong plastik, pembungkus, wadah, kemasan, buble wrap, alat makan, sedotan, dan isolasi. Berdasarkan hasil riset Pusat Penelitian Oseanografi (P20) LIPI 2020 berjudul Dampak PSBB dan WFH Terhadap Sampah Plastik di Jabodetabek menunjukkan sejumlah fakta.

 

3 dari 5 halaman

Belanja Online

Salah satunya, belanja online berbentuk paket meningkat 62 persen dan belanja online berbentuk layanan antar makanan siap saji naik 47 persen.  Sinta mengakui, saat ini belum ada kebijakan khusus yang dikeluarkan oleh Pemerintah melalui KLHK untuk mengatasi sampah dari aktivitas belanja online. Pihaknya memandang bahwa KLHK harus mengeluarkan kebijakan guna merespon kondisi tersebut mengingat aktivitas belanja online ini sudah menjadi kebiasaan baru masyarakat Indonesia,

Untuk saat ini, KLHK masih terbatas pada kegiatan edukasi dan kampanye yang ditujukan kepada masyarakat, marketplace, dan toko online untuk sedapat mungkin mengurangi penggunaan plastik sekali pakai (single-use plastics) dalam aktivitas belanja online. “Kami juga mendukung upaya teman-teman aktivitas dan civil society yang melakukan kampanye dan advokasi terkait pengurangan sampah plastik dalam aktivitas belanja online,” ungkap Sinta.

Untuk saat ini, KLHK masih terbatas pada kegiatan edukasi dan kampanye yang ditujukan kepada masyarakat, marketplace, dan toko online untuk sedapat mungkin mengurangi penggunaan plastik sekali pakai (single-use plastics) dalam aktivitas belanja online. "Kami juga mendukung upaya teman-teman aktivitas dan civil society yang melakukan kampanye dan advokasi terkait pengurangan sampah plastik dalam aktivitas belanja online," ungkap Sinta.

Usaha lainnya yang dilakukan KLHK adalah melakukan nota kesepahaman dengan pihak Gojek pada 18 Februari 2021 dengan tujuan untuk melakukan kerja sama di bidang pengurangan sampah yang berasal dari penggunaan plastik sekali pakai. Bentuk kerja sama antara lain: sosialisasi, edukasi, kampanye, dan diseminasi pengurangan sampah plastik sekali pakai, pembuatan dan publikasi konten kampanye dan edukasi, pemberian apresiasi bersama kepada pihak-pihak yang berhasil mengurangi sampah plastik, serta memfasilitasi kerja sama dengan pemerintah daerah

Selain dengan penyedia jasa belanja online KLHK juga tengah menjalin komunikasi dengan ASPERINDO( Asosiasi Perusahaan Nasional Pengiriman dan Pengantaran Barang Indonesia). Misinya adalah untuk mendorong agar dalam pengiriman dan pengantaran barang mengurangi penggunaan kemasan berlapis dan/atau menggunakan kemasan dapat diguna ulang atau layak di daur ulang.

KLHK juga tengah menjajaki apakah pelaku usaha di bidang pengiriman dan pengantaran barang ini dapat berperan juga untuk turut mengumpulkan sampah yang berasal dari kemasan pembungkus dari kegiatan pengiriman dan pengantaran barang untuk di daur ulang. Selain berusaha mengurangi jumlah sampah kemasan, kita juga bisa memanfaatkan sampah kemasan maupun sampah plastik untuk didaur ulang menjadi berbagai macam barang. Hal itu dilakukan oleh PlusTik.

4 dari 5 halaman

Mengurangi 5 Ton Sampah Plastik

Mereka menghasilkan produk eco plank yang dapat dikembangkan menjadi berbagai produk salah satunya adalah paving block atau papan plastik. Paving block ini dibuat dari eco plank . Ia menyebutkan, eco plank ini memiliki karakteristik seperti kayu sehingga dapat diolah dan yang bahan-bahannya berasal dari berbagai macam plastik dari tempat pembuangan akhir (TPA) yang tak lagi dipilah, termasuk juga botol PET.

Saat ini, PlusTik bekerja sama dengan kota Bogor di TPA Galuga mereka untuk mengurangi hingga lima ton sampah plastik campuran setiap hari. Rencananya, paving block buatan mereka akan dipasang untuk melindungi mangrove di Taman Wisata Mangrove PIK pada November mendatang, yang merupakan program kolaborasi mereka dengan produsen koper terkemuka, Samsonite.

Reza Hasfinanda selaku founder PlusTik meyakini bahwa setiap langkah kecil yang diambil untuk mengurangi jumlah sampah plastik sangatlah berarti. "Untuk mengurangi jumlah sampah kemasan itu memang rumit, apalagi Indonesia ini kan luas sekali dan penduduknya banyak jadi memang tidak mudah untuk mengurangi sampah. Saya rasa ada banyak pihak yang bisa mencari pemecahan masalah tersebut, sedangkan kita lebih pada mengelola sampah kemasan atau sampah plastik yang sudah ada di depan mata," ucap Reza pada Liputan6.com, 15 September 2022.

“Kita semua tahu jumah sampahnya sudah sangat banyak, jadi kita berusaha membuat sesuatu dari sampah-sampah kemasan itu. Kita bikin produk yang bisa didaur ulang dan bisa bertahan lama seperti paving block ini. Tapi yang terpenting dari ini semua kita perlu kerja sama dengan banyak pihak, karena nggak mungkin masalah ini bisa dipecahkan oleh satu pihak saja,” tambahnya.

Meski begitu, Reza menambahkan, upaya mengurangi sampah kemasan tetap sama pentingnya. Ada berbagai usaha yang bisa dlakukan, termasuk dari kebiasaan kita sehari-hari.  Misalnya dengan membawa tempat minuman sendiri seperti tumbler agar mengurangi konsumsi botol plastik. Begitu saja saat membawa makanan ke tempat kerja, sekolah, kuliah maupun kegiatan lainnya, usahakan menggunakan wadah atau tempat makan. Kurangi penggunaan plastik maupu kemasan lainnya untuk membawa makanan.

"Kita mulai lakukan dari yang simpel-simpel saja, contohnya sedotan. Itu kan bahannya dari plastik dan biasanya dibungkus dengan kertas tapi banyak juga yang dibungkus plastik juga, jadi kan dobel plastiknya. Jadi kalau minum ya langsung aja dari gelasnya, kan dari dulu memang begitu, lebih simpel, lebih murah dan lebih hemat plastik," tuturnya.

5 dari 5 halaman

Sulitnya Mengubah Kebiasaan

Meski terkesan simpel, Reza mengakui kalau kesadaran masyarakat untuk mengurangi sampah plastik belum terlalu besar. Untuk itu, perlu kolaborasi berbagai pihak, termasuk pemerintah dan swasta untuk memberi edukasi, penerangan maupun upaya komunikasi lainnya agar masyaakat bisa lebih peduli da berusaha mengurangi penggunaan plastik maupun kemasan lainnya.

Menurut Reza, salah satu faktor yang jadi penghambat adalah masalah ekonomi. Sampat saat ini ia mengakui belum ada pengganti plastik terutama kantong plastik yang harganya sangat murah dan bisa digunakan untuk membawa berbagai macam barang.

"Jelas nggak gampang menggantikan kantong plastik atau kantong kresek yang harganya sangat murah. Tapi memang kita harus terus berusaha cari solusi yang pas. Kalau memang harus pakai kantong plastik, kalau bisa kita pakai selama mungkin atau kita pakai beberapa kali," kata Reza. Contoh upaya lainnya untuk mengurangi sampah plastik adalah larangan penggunaan kantong plastik di supermarket maupun minimarket yang sudah diterapkan di berbagai daerah.

"Itu salah satu bukti, aturannya sebenarnya sudah ada tinggal bagaimana penerapannya. Kebijakan larangan kantong plastik ini bisa berjalan bukan karena hanya peran pemerintah, tapi ada keasadaan dari brand atau pengelola minimarket untuk berusaha mengurangi penggunaan plastik. Ini contoh yang pas kalau penanganan masalah ini harus dengan kerja sama berbagai pihak," ujarnya.

"Mengubah kebiasaan atau habit orang itu memang agak lama. Masalah ini memang nggak mudah, tapi setidaknya bisa dimulai dari diri kita sendiri. Tiap orang bisa membantu dengan caranya masing-masing sesuai dengan kemampuan dan kapasitas kita, itu rasanya sudah cukup," tutupnya.