Liputan6.com, Jakarta - Jalur rempah berperan penting dalam membentuk sejarah Indonesia saat ini. Para pedagang lintas bangsa yang singgah memicu asimilasi kebudayaan terjadi. Jejaknya masih bisa disaksikan melalui berbagai cagar budaya dan berbagai warisan budaya di Indonesia.
Direktur Jenderal Kebudayaan, Kemendikbudristek, Hilmar Farid, memandang sejarah melalui jalur rempah penting untuk ditelusuri. Hilmar mengatakan, jalur rempah ini adalah jalur perdagangan melalui laut yang sangat tua, usianya sudah lebih dari empat ribu tahun dan itu terbentang dari Polinesia di sebelah timur, hingga pantai timur Afrika.
Advertisement
Baca Juga
Salah satu yang menarik untuk ditelaah, kata dia, adalah bagaimana perkembangan sejarah Melayu dalam jalur perdagangan rempah dunia. Menurut Hilmar, jejak tersebut akan sangat penting menjadi pokok diskusi guna melihat hubungan erat perdagangan rempah dengan perkembangan budaya melayu.
"Hubungan itu cukup erat sesungguhnya, tercermin bukan hanya dari catatan sejarah, tetapi kita juga bisa memeriksanya dari perspektif linguistik, peninggalan arkeologisnya. Kita bisa melihat dari ekspresi budaya yang kemudian bermunculan di seluruh Nusantara ini," ucapnya dalam webinar International Forum on Spice Route (IFSR), Selasa, 20 September 2021.
Pengkajian Jalur Rempah pun penting terkait bagaimana peluangnya bagi masa depan. Dalam jalur rempah, yang bisa dilihat bukan hanya seputar perdagangan rempah saja, tetapi ada pertukaran pengetahuan di sana. Ada pula interaksi kultural yang terjadi sehingga membentuk satu jaringan yang sangat kuat di masa itu.
"Kemampuan seperti ini tentu menjadi modal bagi kita hari ini melihat bagaimana di masa lalu orang sudah mampu untuk membanun hubungan yang erat satu sama lain. Sekarang dengan kemudahan teknologi, transportasi, komunikasi, harusnya justru semakin kuat," jelas Hilmar.
Â
Bisnis Rempah
"Perdagangan rempah di dunia menyebabkan terjadinya komunikasi budaya antara Nusantara dengan India, China, dan bangsa lainnya di bagian barat," kata Hilmar.
"Selama ribuan tahun inilah orang Nusantara ini menjelajahi samudra, ke pantai timur India, lalu ke Afrika, Madagaskar. Tandanya itu menjadi menarik karena bisa kita lihat dari bahasa, ada kemiripan dengan di Nusantara. Jadi bukan hanya perdagangan rempah, tapi ada pertukaran budaya yang terjadi dalam waktu yang sangat panjang itu,"Â sambung dia.
Program ini sudah dimulai Direktorat Jenderal Kebudayaan sejak beberapa tahun lalu. Telah banyak dilakukan penelitian dan riset yang cukup intens mengenai titik-titik Jalur Rempah, melakukan identifikasi pelabuhan-pelabuhan, kota-kota yang terbentuk, hingga mendapat banyak temuan yang berharga.
Hilmar menambahkan, pemanfaatan dan perdagangan rempah perlu dibahas untuk meningkatkan kesehatan hingga perekonomian masyarakat, terutama bagi para pelaku UMKM yang belum merambah ke bisnis rempah. Ditambah dengan majunya teknologi dianggap perlu untuk memajukan perdagangan rempah hingga ke kelas dunia, terlebih rempah sangat erat kaitannya dengan industri wellness yang kini berkembang pesar di dunia.
"Industri ini bertolak dari pengetahuan masyarakat tentang lingkungan yang terkait dengan kesehatan," imbuh dia.
Advertisement
Pertukaran Budaya
Dengan perkembangan teknologi saat ini, rempah bisa menjadi andalan dalam memajukan industri kesehatan. "Indonesia dalam hal ini adalah gudangnya, industri yang tumbuh pesat ini tentu merupakan peluang bagi Indonesia untuk menempatkan diri secara strategis di dunia. Melalui pemanfaatan rempah, kita bisa memajukan industri wellness dengan pesat dan jadi yang terdepan di Asia dan bahkan dunia," tuturnya.
Sementara itu, Ketua Dewan Pembina Yayasan Negeri Rempah Hassan Wirajuda mengatakan, Indonesia merupakan pusat penghasil rempah yang telah diakui dunia. Menurutnya, perdagangan rempah kemudian turut memengaruhi petukaran budaya dari berbagai bangsa.
"Perdagangan itu menghadiahkan kontak antar orang dan bangsa yang berbeda. Dari sana ada pertukaran budaya, filsafat, dan teknologi," kata Hassan Wirajuda.
Mantan Menteri Luar Negeri era Kabinet Reformasi itu pun berharap upaya memperkenalkan sejarah tanah air terus ditingkatkan. Pemerintah, kata dia, sangat dinantikan perannya.
"Kesadaran akan masa lalu kita sangat penting. Seperti Bung Karno pernah bilang, 'hanya bangsa besar yang bisa menghargai sejarahnya'. Kami mengingatkan para pengambil kebijakan, baik di pusat dan daerah, akan pentingnya pembelajaran untuk generasi muda tentang sejarah," jelasnya.
Warisan Milik Bersama
Dalam kesempatan yang sama, Maulana Ibrahim dari Yayasan Negeri Rempah (YNR) yang juga merupakan dosen Universitas Khairun Ternatem menyampaikan profil YNR yang mengutamakan berbagi gagasan, pengetahuan, dan pengalaman belajar mengenai rempah di Indonesia. YNR telah menginisiasi pameran jalur rempah. Bukan itu saja, YNR juga melakukan forum dialog lintas batas budaya yang mengusung jalur rempah sebagai pusaka alam dan pusaka budaya warisan milik bersama.
"Kita meminta masyarakat Indonesia memberi dukungan pada program ini. Maulana menyampaikan tema IFSR 2022 kali ini, yaitu “Menguatkan Kembali Jalur Rempah: Menjawab Isu-Isu Global". Kegiatan IFSR ini merupakan kegiatan yang keempat yang sebelumnya diselenggarakan oleh YNR, pada tahun ini untuk pertama kalinya bekerja sama dengan BRIN.
Maulana menambahkan, ada enam tema panel yang akan diselenggarakan saat IFSR 2022, yaitu:
Panel 1: Identity, Equality and Globalization (Identitas, Kesetaraan, dan Globalisasi),
Panel 2: Sustainable Development and Natural Diversity Along the Spice Routes (Pembangunan Berkelanjutan dan Keanekaragaman Alam Sepanjang Jalur Rempah),
Panel 3: Culture for Creativity, Innovation and Livelihood (Budaya untuk Kreativitas, Inovasi dan Mata Pencaharian)
Panel 4: Disaster Relief and Reconstruction (Penanggulangan Bencana dan Rekonstruksi)
Panel 5: Fishers and Fisheries (Nelayan dan Perikanan)
Panel 6: Seafaring and Trading Routes (Rute Pelayaran dan Perdagangan). Acara ditutup dengan diskusi dan tanya jawab teknis untuk para peserta yang akan mengirimkan abstrak/makalah.
Advertisement