Sukses

Cerita Akhir Pekan: Regenerasi Penenun Indonesia

Memastikan penenun Indonesia punya masa depan dari menenun adalah salah satu faktor penting dalam memastikan regenerasi terjadi.

Liputan6.com, Jakarta - Meneruskan napas wastra Indonesia, termasuk kain tenun, sudah seharusnya jadi upaya keroyokan banyak pihak. Ada ragam faktor krusial dalam hal ini, namun satu yang tidak bisa dilepaskan, dari mana pun tenun berasal, adalah regenerasi penenun.

PT Toba Tenun Sejahtra (Tobatenun), yang memberdayakan ekosistem penenun Batak, mengatakan, berdasarkan temuan mereka, tidak benar bahwa menenun adalah pilihan terakhir saat tidak ada lagi pekerjaan yang bisa dilakukan. "Kami baru saja melakukan social maping bulan lalu, dan dari situ melihat, penenun muda itu banyak," founder sekaligus CEO Tobatenun, Kerri Na Basaria, mengatakan melalui sambungan telepon pada Liputan6.com, Kamis, 22 September 2022.

Ia menambahkan, "Masalahnya, apakah akan menenun secara terus-menerus? Karena itu, kita harus memastikan bahwa dengan menenun, mereka punya masa depan, termasuk dalam hal keamanan keuangan."

"Penting untuk memperbaiki standar ekonomi (penenun), memperkenalkan praktik jual-beli kain tenun yang adil, dan membuat mereka paham identitas mereka sebagai penenun," tuturnya. "Dengan pembenahan faktor-faktor eksternal ini, kami harapkan mereka bertahan dan terus menenun."

Lebih lanjut Kerri memaparkan, dari setidaknya 55 mitra penenun Tobatenun, 92 persen di antaranya merupakan lulusan sekolah menenangah atas (SMA). "Karena itu, tidak benar menenun adalah last resort. Menenun telah jadi sesuatu yang diturun-temurunkan opung mereka, dan mereka menggunakannya jadi ekspresi sebagai orang Batak."

Sementara itu, regenerasi penenun di Rumah Tenun Magelang tidak terjadi secara langsung. "Calon penenun harus melewati proses rekrutmen terlebih dahulu," kata Marketing Manager Rumah Tenun Magelang, Rif Fatka Ridwan, melalui pesan pada Liputan6.com, Sabtu, 24 September 2022, menambahkan bahwa tahun ini setidaknya akan ada lima penenun baru di rumah tenun tersebut.

"Dalam proses ini," Fatka menyambung, "Akan diketahui apakah seorang calon penenun memang memiliki minat dan kemampuan sebagai penenun atau tidak. Setelah melewati proses rekrutmen dan pelatihan, calon penenun tersebut baru dapat jadi penenun di Rumah Tenun Magelang."

 

2 dari 5 halaman

Menumbuhkan Rasa Bangga Jadi Penenun

Lebih lanjut Fatka mengatakan, pelatihan bagi calon penenun dimulai dari tingkat dasar sampai mahir. Proses ini memakan waktu antara tiga bulan sampai satu tahun, tergantung kemampuan dari masing-masing calon penenun.

Ia menyambung, guna memastikan proses regenerasi penenun terjadi, penenun membutuhkan pengetahuan dan informasi mengenai pentingnya kelangsungan seni menenun. Juga, betapa dihargainya hasil tenun Indonesia, tidak hanya di dalam, tapi juga di luar negeri.

"Dengan begini, penenun dapat memotivasi calon penerusnya agar dapat meneruskan tradisi tenun Indonesia dan mengharumkan nama bangsa melalui tradisi tenun," ia menuturkan.

Karena itu, pihaknya memastikan penenun mengetahui bahwa kain tenun yang mereka tenun sangat diminati dan dihargai sampai ke luar negeri, terutama di Amerika Serikat. Selain, menginformasikan penenun penghargaan apa saja yang diterima Rumah Tenun Magelang atas pekerjaan mereka.

"Antara lain Good Design Indonesia (GDI) tahun 2018 (GDI Best) dan 2019 (GDI). GDI adalah ajang penganugerahan berskala nasional yang diberikan pada karya-karya desain terbaik di Indonesia," tuturnya.

Ia berkata, "Rumah Tenun Magelang didirikan tahun 2002, dan pada awalnya memang untuk memenuhi pesanan pembeli dari mancanegara. Baru pada tahun 2010, Rumah Tenun Magelang memasarkan produknya di dalam negeri. Tapi sampai saat ini, produksi masih lebih banyak untuk memenuhi kebutuhan ekspor."

Produk kain tenun yang dihasilkan Rumah Tenun Magelang sendiri bukanlah fashion item, melainkan implementasi kain tenun sebagai bagian dari desain interior.

 

3 dari 5 halaman

Kemampuan Lebih Kompetitif

Di sisi lain, Tobatenun terus mendorong keterampilan tenun yang lebih kompetitif pada para penenun mitranya. Dengan begitu, diharapkan produk mereka, mulai dari koleksi ready-to-wear sampai aksesori, bisa diserap pasar, termasuk pasar non-Batak.

"Kami mau bilang, tenun Batak bukan hanya tentang adat, tapi juga sesuatu yang indah secara fesyen, tanpa merancukan pakemnya. Pembicaraan wastra dan kria di Indonesia itu acap kali berhenti di kain yang cantik, tidak meneruskan ke orang-orang di baliknya."

Kerri mengatakan, ekosistem ini bukan hanya penenun, tapi seluruh pihak di komunitas itu, termasuk di antaranya pembuat benang dan pencelup kain. Karena itu, menciptakan generasi penenun yang berkualitas juga soal memberdayakan komunitasnya dalam satu lingkaran penuh.

"Di daerah Batak, masalahnya adalah pengepul. Banyak penenun yang terbelenggu dengan pengepul dan praktik dagang yang tidak adil, upahnya tidak layak," tuturnya.

Kendati demikian, pihaknya menyadari bahwa para pengepul ini juga termasuk pengusaha lokal. "Jadi, kami pun tidak bisa 'memusuhi.' Akhirnya malah harus dirangkul untuk memperbaiki cara mereka berbisnis, didiskusikan bahwa fair trade itu suatu hal mulia yang sebenarnya bermanfaat untuk dua pihak," ia mengutarakan.

4 dari 5 halaman

Ada Champion

Masih tentang memberdayakan ekosistem penenun Batak, mereka juga mengangkat "champion" di masing-masing daerah bianaan. "Mereka (champion) mendampingi penenun, sekaligus tektok-an balik ke kami," katanya.

Pasalnya, Tobatenun tidak menyediakan studio untuk para penenun Batak melakukan pekerjaan mereka. Kendati, mereka punya dua rumah komunitas: Jabu Bonang dan Jabu Borna, untuk memberdayakan ekosistem penenun Batak.

"Kami percaya, mengerjakan seni berarti mereka harus tinggal di kampungnya, bekerja di kampungnya, semua di situ. Tidak mengganggu dan merusak ekosistem tersebut," katanya. "Community development expert akan datang ke kampung-kampung. Selain melihat tenunnya, juga untuk melihat kondisi mereka."

"Ada keluh kesah apa, dari hal simpel sampai masalah finansial, bahkan masalah rumah tangga. Pasalnya, tingkat KDRT (kekerasan dalam rumah tangga) cukup tinggi. Kami pun berusaha memfasilitasi mediasi masalah tersebut. Kami ingin penenun, yang kebanyakan perempuan, bebas berekspresi sebagai artisan dan individu, bukan buruh tenun," tandasnya.

5 dari 5 halaman

Bukan Rumah Tenun Konvensional

Inisiasi lain diupayakan Rumah Tenun Magelang. Alih-alih berdiri sebagai rumah tenun konvensional, pihaknya memperpanjang jangkauan dengan membuka kunjungan wisata ke rumah tenun mereka.

"Bagi penenun, dengan dibukanya Rumah Tenun Magelang sebagai tujuan wisata, itu membuka mata mereka secara langsung bahwa karya-karya tenun yang mereka hasilkan dihargai dan dikagumi para pengunjung," Fatka mengatakan.

Ia menyambung, "Bahkan penghargaan dan kekaguman tidak hanya didapatkan para penenun, tapi juga para pengolah bahan di Rumah Tenun Magelang. Para pengunjung juga sangat mengagumi dan menghargai pekerjaan yang mereka lakukan."

Lebih lanjut ia bercerita bahwa sederet aktivitas unggulan di Rumah Tenun Magelang adalah kunjungan ke taman serat alam, melihat proses pemilahan serat alam, melihat dan mencoba proses penyambungan serat, melihat dan mencoba proses palet, serta melihat dan mencoba menenun.

"Selain itu, di Rumah Tenun Magelang, mereka juga dapat disajikan makanan-makanan khas Jawa Tengah saat makan siang," imbuhnya.

Ke depan, mereka akan memperluas Taman Serat Alam Indonesia sehingga pengunjung dapat mempelajari lebih detail mengenai serat alam Indonesia yang digunakan di Rumah Tenun Magelang. Pihaknya juga berniat menambah jenis kain tenun serat alam yang diproduksi.

"Kami juga akan menambah ragam produk yang dijual di toko souvenir di Rumah Tenun Magelang," tutupnya.