Sukses

Dikira Kangkung, Turis Asing Tidak Sadar Konsumsi Ganja di Thailand

Turis itu mengonsumsi mi kuah ganja, yang disangkanya sebagai kangkung, bersama suami, ibu mertua, dan dua anaknya ketika liburan di Thailand.

Liputan6.com, Jakarta - Seorang turis Singapura pergi berlibur ke Thailand bersama suami, ibu mertua, dan dua anaknya. Di antara agendanya, mereka pun menikmati semangkuk mi kuah hangat di sebuah hotel di Chiang Rai

Melansir Says, Selasa (27/9/2022), setelah merasa "terhipnotis" makanan yang dimakan, wanita itu membawa keluarganya lagi ke restoran yang sama untuk sarapan keesokan harinya. Ia melihat gambar mi kuah di menu dan baru menyadari bahwa kangkung unik dalam hidangan yang dipesan sebenarnya adalah daun ganja, lapor The Straits Times.

Menurut wanita itu, ganja direbus dalam sup seperti sayuran lainnya, dan ia salah mengidentifikasinya sebagai kangkung. Di sisi lain, orang Singapura dianggap melanggar hukum saat mengonsumsi ganja di luar negeri.

Pada Juli 2022, Biro Narkotika Pusat Singapura (CNB) memperingatkan masyarakat untuk tidak mengonsumsi ganja atau zat ilegal lain saat bepergian ke luar negeri. "(Berdasarkan) Undang-Undang Penyalahgunaan Narkoba, setiap warga negara Singapura atau penduduk tetap yang diketahui mengonsumsi obat-obatan terlarang di luar Singapura juga akan bertanggung jawab atas pelanggaran konsumsi obat-obatan," kata CNB.

Mereka menambahkan bahwa warga Singapura yang dihukum karena konsumsi narkoba dapat menghadapi hukuman hingga 10 tahun penjara dan denda 20 ribu dolar Singapura (sekitar Rp210 juta). Thailand adalah negara Asia Tenggara pertama yang melegalkan ganja medis pada 2018.

Pada Februari 2022, mengutip Mothership, ganja diizinkan untuk ditambahkan ke makanan dan minuman, mengingat item tersebut tidak memiliki lebih dari 0,2 persen tetrahydrocannabinol (THC) menurut berat produk. Produk-produk ini harus diberi label yang jelas untuk menunjukkan bahwa mereka mengandung ganja.

2 dari 4 halaman

Legalisasi Ganja di Thailand

Budidaya dan kepemilikan ganja di Thailand juga didekriminalisasi pada 9 Juni 2022, beberapa minggu sebelum negara itu melonggarkan pembatasan COVID-19 untuk pelancong asing. Ganja telah menemukan jalannya ke hotpot, produk bumbu, bahkan perawatan kulit di Thailand.

Sejak Negeri Gajah Putih melegalisasi ganja pada 9 Juni 2022, para turis asing di Khaosan Road, Bangkok, menyerbu salah satu truk N 'Louis' Happy Buds yang menjual ganja. Mereka membeli ganja yang telah dihapus dari daftar narkotika di bawah hukum Thailand.

Truk penjual ganja di Bangkok itu jadi lokasi populer bagi turis asing maupun penduduk lokal. Mengutip AsiaOne, truk itu menjual beberapa jenis ganja seperti "Amnesia," "Jack Haze," dan "Night Nurse." Ganja juga telah jadi salah satu bahan dalam menu restoran di sebuah rumah sakit Thailand. 

Rumah Sakit Chao Phraya Abhaibhubejhr menyediakan beberapa menu ganja, seperti salad pedas berisi daun ganja goreng. Ada pula roti dengan daun ganja dan daging yang digoreng dengan kemangi. Restoran yang menyediakan menu ganja ini buka pukul 9.00--16.00 waktu setempat.

3 dari 4 halaman

Ayam Berpakan Ganja

Tidak berhenti di situ, ayam-ayam di Thailand, kendati tidak semua, telah diberikan ganja agar tetap kuat dan sehat. Ayam-ayam itu kemudian jadi bahan utama menu nasi ayam yang terbukti populer, lapor The Nation, Juni 2022.

Sebuah komunitas peternak di Lampang, Thailand utara melakukan percobaan, bekerja sama dengan Fakultas Pertanian Universitas Chiang Mai, untuk memberi makan ganja pada ayam-ayam mereka. Konon, ini dipercaya membantu meningkatkan kualitas daging dan telur.

Sirin Chaemthet, presiden perusahaan komunitas Peth Lanna, mengatakan bahwa peternak memilih ganja setelah ayam masih menderita bronkitis burung meski menerima suntikan antibiotik. Ayam-ayam tersebut dilaporkan mengembangkan kekebalan lebih tinggi terhadap penyakit sebagai respons konsumsi ganja, selain dapat menahan cuaca buruk.

Perusahaan komunitas memutuskan untuk menghilangkan antibiotik dan hanya memberi makan ganja pada ayam mereka, katanya. Presiden Dewan Peternak Nasional Thailand, Prapat Panyachatrak, mengatakan bahwa memberi makan ganja juga membantu meningkatkan nilai komersial produk ayam.

4 dari 4 halaman

Masih Membatasi Konsumsi Ganja

Sirin juga mengingatkan bahwa antibiotik pada daging dan telur ayam membahayakan kesehatan konsumen, seperti menurunnya kekebalan dan berpotensi menimbulkan alergi. Perusahaan telah menjual daging ayam seharga 100 baht (sekitar Rp42 ribu) per kg dan telur masing-masing seharga 6 baht (sekitar Rp2,5 ribu) melalui situs webnya.

Menurutnya, respons terhadap nasi ayam dari ayam yang diberi pakan ganja sudah baik. Perusahaan berencana menjual ayam panggang di masa depan. Meski begitu, Thailand masih membatasi konsumsi ganja bagi beberapa kalangan.

Melansir Bangkok Post, Kementerian Pendidikan Thailand mengeluarkan perintah larangan ganja di sekolah negeri. Tujuannya agar sekolah masih jadi zona bebas ganja. Trinuch Thienthong selaku Menteri Pendidikan Thailand mengatakan, ia prihatin dengan dampak dari pemakaian ganja terhadap para siswa.

Trinuch mengutip kasus beberapa waktu lalu tentang seorang pria Thailand yang meninggal karena gagal jantung setelah mengonsumsi ganja secara berlebihan. Nantinya, Kantor Komisi Pendidikan Dasar Thailand (Obec) akan menginstruksikan kantor-kantor di wilayah layanan pendidikan untuk secara ketat membatasi penggunaan ganja di sekolah.