Sukses

Kulit Sensitif Ternyata Tanda Komposisi Mikrobiom yang Tak Seimbang

Kulit sensitif ditandai oleh empat sensasi tidak nyaman. Lalu, bagaimana kaitannya dengan mikrobiom?

Liputan6.com, Jakarta - Kulit sensitif membutuhkan perawatan berbeda dari mereka yang berkulit normal. Dermatologis, dr. Andina Bulan Sari, SpKK mendefinisikannya sebagai kondisi kulit yang ditandai oleh sensasi tidak nyaman. 

Biasanya, sensasi tidak nyaman itu dideskripsikan pasien sebagai rasa seperti stinging atau tersengat, burning atau terbakar, dan pain atau nyeri. Bisa juga itching atau gatal, ataupun tingling seperti kesemutan sebagai respons yang stimulusnya itu sebenarnya normal.

"Jadi, kalau pada orang yang tidak sensitif, misalnya dia menggunakan suatu produk yang normal-normal saja tidak akan timbul keluhan tadi," kata dr. Andina dalam acara 'LABORÉ - Beauty Editor Gathering' di Jakarta, pada Selasa, 27 September 2022.

"Kulit yang mengalami sensitive skin ini bisa terlihat normal. Jadi kalau dia mengeluh ke dokter, kadang kala tampilannya sehat-sehat saja, tidak ada apa-apa, tetapi dia bilang ‘kalau saya mengoleskan sesuatu gatal sekali, dok,’ tetapi bisa tampilannya itu normal," tambahnya.

Kulit sensitif  ini diketahui bisa juga timbul kelainan di kulit. Biasanya paling sering adalah kemerahan. Areanya bisa di bagian tubuh mana pun, tetapi yang paling sering adalah wajah karena paling sering kontak dengan berbagai bahan kimia. Tidak menutup kemungkinan kulit kepala dan tangan.

Menurut dr. Andina, salah satu faktor penyebab kulit sensitif itu adalah gangguan keanekaragaman mikrobiom di permukaan kulit. Hal itu terjadi akibat satu jenis bakteri mendominasi. "Mikrobiom di tubuh kita sendiri itu sebenarnya banyak sekali, tidak hanya di kulit," ujar dr. Andina.

 

2 dari 4 halaman

Komposisi Mikrobiom

Mikrobiom, kata dia, adalah segala hal terkait mikroorganisme, termasuk produk yang dihasilkannya dan lingkungannya. Sebagian besar topik terkait mikrobiom berkaitan dengan bakteri.

"Ada di saluran napas, saluran pencernaan, saluran kencing, dan termasuk di kulit. Di kulit itu bisa dikatakan mikrobiom sangat banyak," kata dr. Andina. "Bahkan dalam hitungan satu sentimeter persegi kulit itu dikatakan ada 10 pangkat 6 mikrobiom." 

Andina membagi mikrobiom di kulit menjadi dua. Pertama, mikrobium komersal yang sifatnya tinggal permanen di kulit. Kedua adalah mikrobiom transit yang sifatnya hanya tinggal sementara. Dalam kondisi kulit yang sehat, kedua mikrobiom ini biasanya bersifat non-patogen atau tidak menimbulkan penyakit.

Komposisi mikroba atau mikrobiom dari setiap orang komposisinya akan sangat berbeda-beda tergantung faktor usia, jenis kelamin, genetik, etnis, hormon, metabolisme, sistem imun, dan stres. Selain itu, faktor lingkungan juga memengaruhi, seperti iklim dan lokasi geografis.

"Seperti apakah hidup di area pegunungan, di dataran rendah, di desa atau di perkotaan, itu juga akan membedakan komposisi mikrobiom seseorang. Ada juga polusi, seperti polusi udara dan radiasi sinar UV," sambungnya.

 

3 dari 4 halaman

Bagaimana Bisa Terjadi?

Penyakit kulit yang diidap pasien juga berpengaruh pada komposisi mikrobiom, seperti eksim, dermatitis seboroik seperti ketombe, jerawat, dan psoriasis. Begitu pula dengan kebiasaan menjaga higienitas sehari-hari.

"Secara patofisiologi, orang dengan kulit sensitif itu ada gangguan. Yang pertama, adanya gangguan pada barrier kulit atau sawar kulit, lapisan epidermis orang dengan kulit sensitif itu lebih tipis dibandingkan dengan orang yang kulitnya tidak sensitif," ujar dr. Andina.

"Penguapan air, kehilangan air, atau pun kelembapan dari kulit pun lebih mudah hilang, sehingga kulit mudah kering," tambahnya.

Dia menjelaskan bahwa kulit itu memiliki saraf bebas yang berkaitan dengan sensasi-sensasi nyeri, panas, dan dingin. Mereka yang berkulit sensitif mengalami gangguan persarafan di kulit. 

"Pada orang dengan kulit sensitif ternyata jumlah sarafnya itu lebih banyak sehingga dia lebih mudah terstimulasi jika mendapat rangsangan dari luar," tuturnya.

Karena itu, ia menyarankan para pemilik kulit sensitif untuk menggunakan sabun pembersih wajah yang mengandung surfaktan lembut, bukan yang kuat, seperti SLS atau SLES. Kandungan itu cenderung membuat kulit menjadi lebih kering. Selain itu, pilih yang non-parfum.

4 dari 4 halaman

Produk Aman

Ia juga menganjurkan agar memilih pembersih wajah yang tidak berbusa, non-alkohol, dan pH yang kurang lebih menyerupai pH kulit fisiologis, yakni antara 5-5,5 atau cenderung asam. Lalu, carilah produk-produk yang menghidrasi kulit, misalnya yang mengandung ceramide.

Riva Malida Fadilah, Senior Brand Executive PT Paragon Technology and Innovation mengatakan, LABORÉ melihat kebutuhan yang meningkat untuk produk perawatan kulit sensitif. Salah satu inovasi terbarunya yaitu LABORÉ Barrier Repair Serum, berfungsi untuk merawat skin barrier untuk seluruh jenis kulit, terutama kulit sensitif di negara beriklim tropis. 

Riva menambahkan, serum itu mengandung Microbiome Formula + Triple Ceramide Complex yang berfungsi tidak hanya untuk memperbaiki skin barrier tetapi juga dapat meningkatkan kekuatan skin barrier. Produk ini dirancang khusus untuk semua jenis kulit terutama kulit sensitif berfungsi untuk meningkatkan skin barrier agar lebih “kuat” terhadap penyebab masalah kulit.

Seluruh rangkaian produk LABORÉ diklaim teruji aman digunakan oleh 900 wanita Indonesia yang berkulit sensitif. Selain itu, LABORÉ menghindari penggunaan SLS dan SLES dalam formulasi produknya untuk meminimalisir iritasi dan risiko alergi pada kulit sensitif.