Liputan6.com, Jakarta - Kata-kata berhenti mengalir dari mulut Denny Wirawan. Mata desainer kondang itu tiba-tiba memerah, lalu meneteskan air mata saat konferensi pers di bilangan Jakarta Selatan, Rabu, 28 September 2022. Emosi Denny tampak sulit terbendung ketika diminta merangkum 25 tahun perjalanannya berkarya di jagat fesyen, baik dalam maupun luar negeri.
"Saya masih terus berproses dan belajar," katanya, menambahkan bahwa bukan hal mudah untuk bisa melangkah sampai 25 tahun di dunia fesyen yang begitu dicintainya.
Advertisement
Baca Juga
Memaknai itu, Denny mempersembahkan koleksi teranyar bertajuk "LANGKAH Spring Summer Collection 2023" dalam menandai seperempat abad dirinya berkarya di industri mode. Ia berkata, "Kita selalu mulai sesuatu dengan langkah pertama. Di sini, saya berharap LANGKAH jadi langkah-langkah berikutnya untuk terus berkarya."
Ada banyak elemen dalam LANGKAH yang diungkapnya, termasuk soal faktor keberlanjutan. "Saya ada pakai songket (Bali), tapi benangnya dibuat dari limbah. Jadi, limbah (kain songket) perajin dikumpulkan, dipintal kembali jadi gelondong benang, baru (diproses) jadi kain songket baru," tuturnya.
Benang daur ulang itu, Denny melanjutkan, menghasilkan kain songket Bali dengan warna bergradasi. "Cantik sekali," imbuhnya.Â
Desainer Indonesia ini juga menungkap bahwa koleksi teranyarnya merupakan perpaduan antara wastra asal Bali dan Jawa, tepatnya wilayah Kudus, Jawa Tengah. Pulau Dewata sendiri merupakan tanah kelahiran Denny, kendati ia kemudian tumbuh besar di Surabaya, Jawa Timur.
Garis Rancangan
Lebih lanjut Denny Wirawan berkata bahwa potongan-potongan mode dalam LANGKAH menggunakan beberapa kain bali. "Songket," katanya. "Lalu, geringsing yang notabene (merupakan kain yang) dibuat suku tertua di Bali. Ada endek juga."
Tidak ketinggalan, Denny memadukan seluruhnya dengan batik Kudus. "Ini sekaligus menandai bahwa kain itu sebenarnya bisa dipadu-padankan (antar daerah di Indonesia). Jadi, ada percampuran budaya di sini (koleksinya)," ia mengutarakan.
Desainer itu menambahkan bahwa ia mengadopsi garis rancangan simpel dengan teknik struktur dalam koleksi berisi 52 artikel tersebut. "Harapannya koleksi ini akhirnya juga mengangkat budaya yang diwariskan nenek moyang, karena kain benar-benar luar biasa. Saya pribadi masih mau sebanyak mungkin eksplorasi wilayah di Indonesia," tuturnya.
Presentasinya terbagi dalam tiga sequence. "Konsep pagelaran ini memadukan antara trunk show yang menghadirkan koleksi busana yang wearable, namun saya juga ingin menghadirkan rangkaian koleksi yang mewakili proses saya berkarya selama ini," ia mangatakan.
Terdapat ready-to-wear deluxe, juga gaun malam yang menggunakan wastra Bali. Denny berujar, "Kain-kain Bali yang saya pilih, beberapa memiliki cerita dan nilai-nilai yang menarik."Â
Advertisement
3 Sequence
Dalam sequence pertama yang menampilkan koleksi ready-to-wear, Denny Wirawan banyak menggunakan tenun endek. Yang unik, seluruh tenun endek dalam sequence ini menggunakan proses pewarnaan alam, sehingga turut mendukung upaya ramah lingkungan di Singaraja, Bali.
Lalu, pada sequence kedua, Denny memilih kain gringsing yang didapatkannya dari perajin di Karangasem untuk dipadukan bersama batik Kudus. Kain gringsing merupakan jenis kain warisan kebudayaan kuno Bali yang biasa dipakai dalam upacara khusus.
Proses pembuatannya yang rumit dan memakan waktu membuat Denny kemudian mengkreasikannya tanpa memotong kain gringsing tersebut. Beberapa tampak hanya dijahit menyilang sebagai aksen busana yang memberi kesan edgy.
Kemudian, pada sequence tiga, Denny menggunakan kain songket Bali berbahan benang daur ulang. Ada pula teknik pembuatan kain songket yang dicelup warna setelah proses penenunan selesai, sehingga tekstur kain lebih empuk, mudah dikenakan, dan harmoni warnanya terlihat menyatu serasi.
"Di beberapa (busana), saya memilih material sutra, supaya tetap terlihat mewah dan elegan," ia menambahkan.
Â
Buat Perhiasan
Sebagai pelengkap keseluruhan koleksi yang dikerjakan dalam waktu tiga bulan, Denny Wirawan membuat perhiasan yang terinspirasi dari aksesori autentik Bali. Itu kemudian dikreasikan lebih modern di perajin perhiasan di Solo, serta dua area di Bali, yaitu Celuk dan Bangli.
Yang menarik, pembuatan perhiasan tradisional seperti yang dipakai penari atau pengantin Bali menggunakan material logam khusus yang asalnya dari perajin di daerah Bangli saja.
Bahkan, jika material perak yang digunakan artisan perak di Celuk dan perajin di Solo bisa disepuh emas, material logam asal Bangli yang dapat memberikan efek lentur dan tipis seperti kertas tersebut hanya dapat menerima proses pencelupan menggunakan emas asli, yaitu emas berkadar 22 karat dan 24 karat.
"Di setiap perjalanan, saya mendatangi setiap bengkel kerja para perajin, hati rasanya turut senang melihat para pekerja didominasi usia muda hingga setengah baya. Artinya, mereka bisa mendapatkan penghidupan yang layak dengan jadi penenun, juga pembatik," tuturnya.
Â
Sementara, pergelaran 25 tahun Denny berkarya didukung Bakti Budaya Djarum Foundation. Program Director Bakti Budaya Djarum Foundation, Renitasari Adrian, berkata bahwa pihaknya merasa penting memberi panggung pada pelaku seni budaya yang melestarikan warisan nenek moyang dengan cara kekinian, seperti yang dilakukan Denny.
"Konsistensi Denny dalam menghadirkan karya menggunakan wastra Indonesia itu sangat luar biasa," katanya. "Kecintaan Denny terhadap budaya Indonesia inilah yang sejalan dengan visi dan misi kami untuk mengajak masyarakat bersama-sama mencintai, serta melestarikan kebudayaan Indonesia yang sangat beragam."
Seluruh rias wajah dan rambut pada pagelaran ini dipersembahkan Oscar Daniel Make Up Artist and Team. Pagelaran ini juga didukung PT. Bank Negara Indonesia, Persero Tbk, InterContinental Jakarta Pondok Indah, Sanitrue, dan Harpers Bazaar Indonesia.Â
Advertisement