Liputan6.com, Jakarta - Solusi tuntas masalah sampah makanan di Indonesia, sebagaimana limbah lain, tidak bisa ditawar. Pasalnya, rantai akibat kondisi tersebut telah membesar bak bola salju, dari krisis iklim hingga kelaparan. Terkait itu, berdasarkan keterangan pers yang diterima Liputan6.com, Rabu, 28 September 2022, Harvard Law School Food Law and Policy Clinic (FLPC) dan The Global FoodBanking Network (GFN) meluncurkan analisis baru tentang undang-undang dan kebijakan terkait sumbangan makanan di Indonesia.
Baca Juga
Advertisement
Mereka juga merekomendasikan strategi-strategi untuk membantu mengurangi sampah makanan, memberi makan orang-orang yang mengalami kelaparan, dan memerangi perubahan iklim. Penelitian dan rekomendasi tersebut merupakan bagian dari The Global Food Donation Policy Atlas yang memetakan peraturan dan kebijakan yang memengaruhi donasi makanan di seluruh dunia.
FLPC dan GFN mengidentifikasi empat peluang utama untuk membantu mengurangi limbah pangan di Indonesia. Pertama, Indonesia dapat mengubah undang-undang ketahanan pangan dengan memasukkan bagian khusus tentang sumbangan atau rancangan peraturan baru yang memisahkan keamanan pangan untuk kegiatan donasi.
"Pemerintah Indonesia juga dapat membuat dan menyebarluaskan panduan yang memperjelas persyaratan keamanan makanan terkait sumbangan," menurut analisis itu.
Kedua, Indonesia dapat mengubah peraturan untuk menetapkan sistem pelabelan tanggal ganda yang secara jelas membedakan antara label tanggal berbasis keamanan dan tanggal berbasis kualitas. Selain itu, pemerintah Indonesia juga dapat mengizinkan pemberian donasi makanan meski telah melewati batas waktu berbasis kualitas yang sudah ditetapkan sebelumnya.
Mempromosikan Donasi Makanan
Ketiga, Indonesia dapat memberlakukan aturan yang memilki kewajiban untuk melindungi para donatur makanan maupun organisasi pemulihan dan penguatan pangan dengan jelas dan komprehensif. Tidak hanya itu, negara juga berkewajiban melindungi dari semua hal yang memberatkan selama proses donasi dapat memenuhi semua aturan keselamatan.
Terakhir, Indonesia dapat memperbaharui aturan pajaknya dengan memberi insentif pajak dari berbagai jenis donasi makanan. Tujuannya menghilangkan hambatan finansial untuk terselenggaranya kegiatan donasi. Hal ini juga dapatd iterapkan dengan menghilangkan skema PPN untuk makanan yang akan disumbangkan.
Pemerintah Indonesia memang telah memprioritaskan mengurangi angka kelaparan dan menjaga ketahanan pangan, termasuk dengan menerbitkan laporan susut dan limbah pangan pada 202. Namun, belum ada rencana atau regulasi yang dihasilkan dan digunakan untuk mencegah susut dan limbah pangan maupun mempromosikan donasi makanan.
Pihaknya mencatat bahwa sekitar 20 juta orang di Indonesia, atau delapan persen dari total populasi, tidak dapat memenuhi kebutuhan nutrisi mereka setiap tahun. Dampak keterlambatan tumbuh kembang telah memengaruhi sepertiga anak yang berusia di bawah lima tahun.
Advertisement
Mengajak Keterlibatan Pemerintah
Ironisnya, 48 juta ton makanan justru hilang atau terbuang setiap tahun di Indonesia. Itu setara 15--39 miliar dolar Amerika atau 4--5 persen dari PDB Indonesia. Dengan menyalurkan makanan layak konsumsi pada bank makanan, itu tidak hanya akan membantu orang yang mengalami kelaparan dan kekurangan gizi kronis, tapi juga mengurangi emisi gas rumah kaca yang dihasilkan makanan yang berakhir di tempat pembuangan akhir (TPA).
"Indonesia dapat memberi makan orang-orang yang kelaparan, mengurangi susut dan limbah pangan, serta membantu menghentikan perubahan iklim," Profesor Hukum klinis di Harvard Law School dan Direktur Fakultas FLPC, Emily Broad Leib, mengatakan.
Ia menyambung, "Para pemimpin di Indonesia, seperti berbagai pemimpin lain di seluruh dunia, dapat menerapkan kebijakan donasi makanan yang baik. Harapan kami adalah mereka membaca penelitian dan terarahkan oleh rekomendasi kami, yang dikembangkan dalam kerja sama dengan para pemangku kepentingan Indonesia, dan selanjutnya mengambil tindakan."
Menyambung itu, CEO dan co-founder, FoodCycle Indonesia, Astrid Paramita, mengatakan, "Dalam lima tahun, kami telah menyalurkan lebih dari 490 ton makanan dan memberi makan lebih dari 60 ribu orang di Indonesia yang berasal berbagai latar belakang sosial dan kebutuhan."
"Angka-angka ini berasal dari kerja sama FoodCycle sebagai bank makanan dan sektor swasta, seperti FMCG, perusahaan retail, restoran, dan industri FnB. Kami percaya bahwa partisipasi pemerintah dapat membawa efek katalis untuk mendorong lebih banyak orang menyadari masalah ini sekaligus melakukan rencana terpadu untuk mengatasi kelaparan, susut, dan limbah pangan di Indonesia."
Mengurangi Susut dan Limbah Pangan
General Manajer Scholars of Sustenance Indonesia, Minni Vangsgaard, menungkap narasi serupa. Ia berkata, pihaknya telah berkomitmen memberi makan masyarakat yang membutuhkan di Bali dan Indonesia melalui pengumpulan dan penyalurkan kembali makanan surplus yang masih layak dari sektor hospitaliti, termasuk hotel, restoran, toko roti, dan produsen makanan.
"Sejak awal operasi kami pada 2016 (Bangkok) dan 2017 (Bali, Indonesia) kami berhasil mendistribusikan sekitar 25 juta makanan secara global. Kami percaya bahwa kebijakan sumbangan makanan yang baik di Indonesia akan mendorong lebih banyak sumbangan makanan, serta mendorong perusahaan, komunitas, dan organisasi untuk berpartisipasi dalam mengatasi masalahkelaparan, kehilangan makanan, dan sampah makanan serta mengatasi perubahan iklim," tuturnya.
"Diperkirakan 702--828 juta orang di dunia menghadapi kelaparan dan jumlah itu kemungkinan akan meningkat karena lonjakan harga pangan, masalah pada rantai pasokan, dan perubahan iklim yang terus membebani sistem pangan kita,” kata Lisa Moon, Presiden dan CEO The Global Food Banking Network.
Is meyakini bank makanan akan membantu memastikan lebih banyak orang memiliki akses ke makanan sekaligus mengurangi susut dan limbah pangan. Untuk itu, pihaknya membutuhkan kebijakan donasi makanan yang kuat.
Penelitian proyek Atlas saat ini tersedia untuk 18 negara, dan lebih banyak yang sedang berlangsung. Di antaranya ada Argentina, Australia, Kanada, Chili, Kolombia, Kosta Rika,Republik Dominika, Guatemala, India, Indonesia, Kenya, Meksiko, Nigeria, Peru, Singapura, Afrika Selatan, Inggris, dan Amerika Serikat.
Advertisement