Liputan6.com, Jakarta - Kota Yogyakarta telah genap berusia 266 tahun kemarin, Jumat, 7 Oktober 2022. Dalam peringatan ulang tahun Jogja tahun ini, pemerintahnya merilis logo bertema "Sulih Pulih Luwih."
Mengutip situs webnya, Sabtu (8/10/2022), peluncuran, sekaligus pemasangan logo HUT ke-266 Yogyakarta dimulai pada 1 Oktober 2022 di kawasan Jembatan Kleringan bantaran Sungai Code. Selain, peluncuran logo tersebut juga dilaksanakan serentak di Yogyakarta dan Jakarta dalam kegiatan Pesona Nusantara oleh penjabat Wali Kota Yogyakarta Sumadi dan Wakil Gubernur DIY Paku Alam X.
Advertisement
Baca Juga
Di Kota Yogyakarta, peluncuran dilakukan Sekretaris Daerah Pemerintah Kota Yogyakarta, Aman Yuriadijaya, dengan menekan tombol untuk menyalakan lampu logo HUT ke-266 kota Jogja yang dipasang di atas Jembatan Kleringan. "Mudah-mudahan Yogyakarta jadi lebih baik di masa mendatang,"Â kata Aman saat video telekonferensi dengan para peserta kegiatan peluncuran logo di Jakarta.
Logo HUT ke-266 Yogyakarta sendiri berupa gunungan terdiri dari beberapa elemen: motif flora hijau, motif lengkung emas, ornamen umpak joglo, lengkung emas, ulir tugu, dan ekor garuda. Elemen-elemen itu mewakili berbagai unsur yang jadi pondasi dalam pembangunan di Kota Budaya.
Secara filosofis, logo tersebut menunjukkan bahwa cita-cita pembangunan Kota Yogyakarta hanya dapat diwujudkan dengan kemanunggalan antara pemimpin dan masyarakat. Sementara, tema Sulih Pulih Luwih dimaknai dari kondisi Yogyakarta saat ini yang "berhasil melewati pandemi dengan fase lebih baik."
Arti Sulih Pulih Luwih
Sulih Pulih Luwih diambil dari bahasa Jawa. Sulih berarti "berpindah dan beradaptasi dalam keadaan baru yang lebih baik." Lalu, pulih berarti "sembuh," dan luwih artinya "berkembang jadi lebih baik." "Sulih Pulih Luwih menunjukan semangat bangkit bermasa menuju pada situasi normal dan kondusif," ungkap pihaknya.
Pemerintah Kota Yogyakarta sendiri menyiapkan rangkaian kegiatan untuk memperingati HUT kota tersebut, dengan mengajak masyarakat berpartisipasi. Setidaknya ada 14 jenis acara rangkaian kegiatan peringatan HUT ke-266 Yogyakarta pada 1--9 Oktober 2022.
Di antaranya ada pertunjukan seni budaya, karnaval pelajar, dan puncaknya Wayang Jogja Night Carnival. Mengulik sejarahnya, Kota Yogyakarta tercatat diresmikan pada 7 Oktober 1756. Sejarahnya dimulai saat Perjanjian Gianti pada 13 Februari 1755.
Dalam perjanjian tersebut tertulis bahwa Negara Mataram dibagi jadi dua. Setengahnya jadi hak Kerajaan Surakarta dan setengahnya lagi jadi hak Pangeran Mangkubumi.
Pada perjanjian itu juga, Pengeran Mangkubumi diakui sebagai raja dengan gelar Sultan Hamengku Buwono Senopati Ing Alega Abdul Rachman Sayidin Panatagama Khalifatullah. Saat itu, yang jadi wilayah kekuasaannya adalah Mataram (Yogyakarta), Pojong, Bagelen, Sukowati, Kedu, Bumigede, Magetan, Madiun, Cirebon, separuh Pacitan, Kalangbret, Kartosuro, Tulungagung, Mojokerto, Ngawen, Sela, Kuwu, Bojonegoro, Wonosari, dan Grobogan.
Advertisement
Sejarah Kota Yogyakarta
Pascaperjanjian pembagian daerah, Pangeran Mangkubumi, yang juga merupakan Sultan Hamengku Buwono I, menetapkan daerah Mataram dengan nama Ngayogyakarta Hadiningrat. Ngayogyakarta atau Yogyakarta pun didaulat jadi ibu kota.
Hal tersebut ditetapkan pada 13 Maret 1755. Tempat yang dipilih sebagai ibu kota itu merupakan sebuah hutan yang disebut Beringin. Terdapat desa kecil bernama Pachetokan dan sebuah pesanggrahan atau peristirahatan bernama Garjitowati di hutan tersebut.
Pesanggrahan tersebut dibangun Susuhunan Paku Buwono II dan namanya kemudian diganti jadi Ayodya. Setelah menetapkan ibu kota, Sultan memerintahkan rakyatnya untuk babat hutan guna dijadikan keraton.
Namun, sebelum keraton tersebut selesai dibangun, Sultan Hamengku Buwono I menempati pesanggrahan Ambarketawang di daerah Gamping. Satu tahun kemudian, Sultan HB I memasuki istana barunya. Hal ini juga menandai berdirinya Kota Yogyakarta dengan nama utuh Negari Ngayogyakarta Hadiningrat dan peresmiannya dilakukan pada 7 Oktober 1756.
Menurut buku Sejarah Keraton Yogyakarta oleh Ki Sabdacarakatama, seperti dirangkum kanal Regional Liputan6.com, nama Kota Yogyakarta sebelumnya memiliki banyak penyebutan. Ada yang menyebutnya sebagai Ngayugyakarta Hadiningrat, Ngayogyakarta, Ayodya, Yogyakarta, Jogjakarta, Jogyakarta, Yoja, Djokya, dan lainnya.
Penamaan Yogyakarta
Rahasia penamaan Yogyakarta belum terungkap jelas, tapi diperkirakan penamaan ini dimaksudkan untuk menghormati tempat bersejarah Alas Beringin. Pada Babad Giyanti karya Yosodipuro, Sultan HB I dan prajuritnya menuju ke selatan setelah Perjanjian Giyanti dan membubarkan barisan di Parakan.
Saat sampai di Gunung Gamping, ia pun mengukur calon kota di Hutan Beringin. Tempat yang diukur ini dekat dengan bangunan lama yang didirikan Sinuwun Amangkurat IV dan disebut juga sebagai Gerjitawati.
Ketika zaman Paku Buwono I, Gerjitawati diganti namanya jadi Ayodya. Sementara itu, pada buku Peta Kamasurta karya Sukendra Martha, sebetulnya nama Yogyakarta diciptakan paman buyut Sultan HB I, yakni Paku Buana I atau Pangeran Puger yang merupakan Raja Keraton Kartasura kedua.
Kata Yogyakarta adalah pergeseran dari pengucapan Ngayogyakarto yang berasal dari kata "ngayogya" dan "karta." Yogya berarti "pantas atau baik," sehingga bisa diartinya bahwa ngayogya berarti menuju cita-cita yang baik.
Sedangkan karta artinya "aman, sejahtera." Bisa diartikan bahwa Ngayogyakarta adalah mencapai kesejahteraan bagi negeri dan rakyatnya. Sumber lain mengatakan, Yogyakarta berarti yogya yang kerta, yakni "Yogya yang makmur." Sedangkan Ngayogyakarta Hadiningrat berarti "Yogya yang makmur dan yang paling utama."
Banyak sumber lain yang menukiskan arti nama Yogyakarta. Ada juga yang menyebut bahwa nama Yogyakarta diambil dari nama (ibu) kota Sanskrit Ayodhya dalam epos Ramayana.
Advertisement