Liputan6.com, Jakarta - Serangan air keras, terutama kepada wanita di India, terus berlanjut. Padahal, Mahkamah Agung setempat sudah melarang penjualan air keras secara bebas di publik sejak 2013 untuk mencegah insiden terus berlanjut.
Dikutip dari South China Morning Post, Senin, 10 Oktober 2022, menurut peraturan terbaru, India hanya mengizinkan penjualan senyawa asam kepada mereka yang berlisensi. Tapi berdasarkan pengamatan di lapangan, Komisi Wanita Delhi menemukan bahwa zat asam itu ternyata tetap dijual bebas sperti biasa.
Advertisement
Hampir semua toko kelontong di ibu kota India, New Delhi, menjual zat keras tersebut dengan harga terjangkau. Hanya kurang dari 1 rupee atau sekitar Rp186 per liter, siapa pun bisa membelinya tanpa ditanyai.
"Sangat disayangkan bahwa pemerintah distrik tidak mengecek penjualan zat asam yang tidak diatur secara benar," kata Kepala Komisi Wanita, Swati Maliwal, kepada The Times of India.
Tercatat sekitar 250--300 serangan air keras terjadi di India setiap tahun. Tapi, angka sebenarnya diyakini lebih tinggi karena banyak insiden tidak dilaporkan. Mahkamah Agung India bahkan menyebut serangan tersebut 'lebih buruk daripada pembunuhan' karena kesempatan korban untuk kembali ke kehidupan lamanya sangat minim setelah serangan air keras tersebut.
India telah memasukkan serangan air keras sebagai tindak pidana khusus pada 2013. Mahkamah Agung pada 2015 memutuskan bahwa para korban harus mendapat perawatan medis gratis dan minimal 300 ribu rupee (sekitar Rp56 juta) sebagai kompensasi.
Insiden Terus Berlanjut
Namun, ancaman hukuman itu rupanya tak membuat jera. Pada Sabtu, 8 Oktober 2022, dua perempuan di Jaipur disiram air keras oleh lelaki yang menaiki skuter. Sebelumnya, Selasa, 4 Oktober 2022, tiga remaja menyiram air keras kepada seorang perempuan muda di sebuah festival yang didatangi bersama ibunya di Bhopal. Akibatnya, ia menderita luka bakar yang parah di wajahnya.
Karena kelalaian itu, Komisi Perempuan Delhi pada minggu ini menerbitkan pemberitahuan untuk menindak pejabat lokal secara hukum karena tidak menegakkan aturan penjualan zat asam. Petugas juga harus memeriksa rantai penjualan zat keras itu dan mendenda penjual mana pun yang melanggar senilai 50 ribu rupee atau sekitar Rp9,3 juta.
Hasil penyelidikan komisi menunjukkan bahwa dua dari 11 distrik di New Delhi tidak menginspeksi lapangan sejak 2017 dan lima distrik tidak mengenakan denda apapun kepada pelanggar. Total denda yang terkumpul hanya 36 ribu rupee dari sekitar 13 juta toko yang dikelola keluarga di India.
Angka tersebut disebut sebagai contoh kegagalan total dari penegakan aturan. Padahal, uang dari denda itu biasanya digunakan untuk membiaya operasi korban yang berulang, menyakitkan, dan berbiaya tinggi.
Advertisement
Tak Mengejutkan
Laxmi Agarwal (32) yang saat ini gencar mengampanyekan penjualan zat asam secara bebas, mengaku tidak terkejut dengan temuan badan tersebut. Kebanyakan penjualan mengaku tidak tahu dengan peraturan tersebut.
"Bila mereka mengatakan asam itu tidak berbahaya, itu encer seperti yang dikatakan, tolong teguk itu dan beri tahu saya bagaimana rasanya," ujar Laxmi yang merupakan penyintas dari serangan air keras di Delhi pada 1990.
"Mereka menyetoknya karena orang-orang menggunakannya untuk membersihkan tolet meski itu berbahaya untuk disimpan di rumah, walau untuk tujuan itu," sambung dia.
Alok Dixit, pendiri Stop Acid Attack, juga mengaku tak kaget dengan data terbaru. Dia menyaksikan zat asam itu dijual secara bebas, meski ia mengapreasiasi temuan komisi karena mereka mengkuantifikasi besarnya masalah di lapangan.
"Tidak hanya terjadi di ibu kota, hal yang sama terjadi di seluruh India. Ini sesimpel tidak adanya kesadaran publik, dan tanpa kesadaran publik Mahkamah Agung dapat meloloskan hukum tanpa mereka (publik) gunakan. Karena itu, serangan air keras terus berlanjut," ucap Dixit.
Sementara itu, Ashish Verma, seorang penjual di New Friends Coloni, selatan Delhi, mengatakan banyak konsumen kerap mencari barang itu. Ia sendiri mengaku tidak menjual zat asam.
"Untuk kebanyakan warga India, membeli sesuatu seperti Harpic, sangat mahal sehingga mereka memilih membeli zat asam untuk membersihkan toilet atau lantai karena murah dan efektif," ujarnya.
Terjadi di Indonesia
Tak hanya di India, Indonesia juga menghadapi masalah serupa. Korban berjatuhan, salah satunya Sarah (21) warga Kampung Munjul, Desa Sukamaju, Kecamatan Cianjur, Jawa Barat. Ia disiram air keras oleh suaminya Abdul Latief (29) warga negara asing asal Timur Tengah.
Direktur RSUD Cianjur, dr Darmawan saat dihubungi Sabtu, 20 November 2022, mengatakan korban yang datang dalam kondisi tidak sadarkan diri, mengalami luka bakar 90 persen, akibat air keras. Tim medis, kata dia, berusaha untuk menyelamatkan nyawa korban, namun sekitar pukul 20.30 WIB korban menghembuskan napas terakhirnya.
"Kami sudah berencana untuk merujuk korban ke RSHS Bandung karena luka yang diderita lebih dari 90 persen. Namun menjelang malam, korban meninggal dunia dan saat ini, jenazahnya masih tersimpan di ruang jenazah RSUD Cianjur," katanya, dikutip Antara.
Sebelumnya warga Kampung Munjul, digegerkan dengan teriakan minta tolong dari pihak keluarga korban, Sabtu dini hari, sekitar pukul 01.30 WIB. Warga yang mendengar teriakan berhamburan ke lokasi dan mendapati tubuh Sarah dengan luka bakar tergeletak di teras rumah.
Warga langsung membawa korban yang disiram air keras oleh suaminya yang baru menikah 1 bulan yang lalu ke RSUD Cianjur, guna mendapatkan pertolongan medis. Sedangkan, penyiram air keras diduga melarikan diri.
Advertisement