Liputan6.com, Jakarta - Modest fesyen punya potensi besar di pasar global, Indonesia sebagai negara muslim terbesar pun memanfaatkan kesempatan ini dengan sebanyak mungkin tampil unjuk gigi. Sederet brand lokal dan modest fesyen desainer Tanah Air sempat tampil di fashion week luar negeri, sebut saja Dian Pelangi, Ria Miranda, Jenahara, Vivi Zubedi, KAMI dan yang terbaru Klamby.
"Klamby sendiri mengikuti ajang peragaan busana di London Fashion Week 2022 ingin menunjukan bahwa modest fashion bisa di terima semua kalangan baik yang berhijab dan non-hijab," ujar Sandy Hendra Budiman, Public Relation Klamby saat dihubungi Liputan6.com, Sabtu 22 Oktober 2022.Â
Advertisement
Baca Juga
Saat bisa tampil di London, Klamby memperkenalkan kebudayaan Indonesia melalui kain-kain tradisional salah satunya dari Garut, Jawa Barat. Dari sana Klamby ingin mencuri perhatian pasar International bahwa brand lokal Indonesia mampu bersaing dengan brand international lainnya dengan kualitas yang sama.
Dari segi desain, Sandy melanjutkan, ada banyak sekali elemen Indonesia yang bisa dikembangkan, salah satunya yang sedang diangkat Klamby yaitu kain Tenun Garut dari Jawa Barat. Di mana masih banyak designer Indonesia yang belum tahu bahwa kain Tenun Garut memiliki konsistensi warna yang baik, salah satu bahan yang ramah lingkungan karena bahan alami.Â
"Indonesia sekarang sudah dikenal dengan batik dan wastranya. Klamby ingin mengangkat sesuatu yang belum mainstream, salah satunya Kain Tenun Garut," sebut Sandy.
Dari kesempatan tampil di London, Klamby sebetulnya baru menembus pembeli di Malaysia saja, namun itu pun masih pembelian dari website. Klamby pun sedang berusaha di tahun 2023 bisa masuk di Department Store International ataupun membuka store sendiri ke-4 negara fashion capital seperti New York, London, Milan dan Paris.
Bagi Klamby, pasar luar negeri sangatlah beragam dan mereka menyukai sesuatu yang memiliki cerita. Itu sebabnya Klamby selalu membawa cerita atau kebudayaan Indonesia di balik setiap koleksinya. "Banyak sekali customer international yang suka dengan budaya traditional Indonesia," tukasnya lagi.
Adapun dari sisi pendekatan ke konsumen, Klamby ingin terus konsisten mengikuti peragaan busana International. Namun sasarannya sendiri yaitu di wilayah Eropa, lantaran banyak masyarakat di sana muslim dan ketika musim winter pun mereka menggunakan baju- baju yang tertutup namun masih stylish. Â
Â
Menembus Pasar Luar
Cerita brand modest fesyen Indonesia bisa unjuk gigi di pekan mode internasional juga dibagikan oleh KAMI. Creative Director KAMI, Istafiana Candarini mengungkapkan awal mula bisa menembus pasar luar negeri dari rutin mengikuti program kurasi yang digelar Jakarta Fashion Week (JFW) sejak 2013.Â
Untuk bisa menembus pasar global, KAMI sendiri memiliki mimpi yang cukup besar. Namun mereka belum memulai lagi setelah pandemi. KAMI tampil terakhir kali di luar negeri yaitu tahun 2019 di pekan mode Korea Selatan. Di Korea modest fesyen memang terbilang masih asing, namun ada beberapa koleksi KAMI yang membuat mereka tertarik seperti jenis outer.Â
Sebelum mengikuti pekan mode internasional, KAMI dibantu berbagai program kurasi dari instansi pemerintah Indonesia dan sempat mengikuti expo di Malaysia tahun 2012. "Pada waktu itu desainer Malaysia belum banyak, Alhamdulilah disukai dan banyak ya penjualan di Malaysia," ujar Istafiana saat ditemui Liputan6.com di acara Jakarta Muslim Fashion Week (JMFW) 2023, Kamis 20 Oktober 2022.
Pendekatan konsumen sebenarnya hampir sama dengan yang dilakukan di Indonesia, artinya sekarang konsumen memang sangat melihat kualitas dan digital marketing melalui sosial media. Untuk elemen Indonesia yang dibawa batik dan wastra lainnya cukup disukai namun dituangkan dalam sesuatu yang modern seperti prints. "Batik di pasar Amerika dan Eropa itu disukai banget," kata Istafiana
Untuk DNA fesyen yang diusung KAMI di Indonesia terbilang sama saat memasarkannya ke luar negeri. Namun tentu ada penyesuaian, seperti dalam volume di Malaysia komunitasnya cenderung mengusung model yang mendekati baju kurung. Penyesuaian juga dilakukan dari segi ukuran, kalau di Indonesia modest fesyen relatif disukai potongan longgar tapi Malaysia harus fit dengan bentuk rok pas di badan.
"Kita sempet masuk Singapura dan Brunei juga tapi setelah pandemi belum. Juga AS karena untuk muslimnya pasarnya bagus banget, tapi jujur kalau kita expand sendirian rasanya belum fokus kita saat ini," pungkas wanita yang akrab disapa Irin ini.
Â
Â
Â
Â
Advertisement
Perlu Konsisten dan Dukungan
Lebih lanjut, menurut Irin, untuk bisa sukses tembus pasar Internasional maka pelaku industri modest fesyen Indonesia harus maju bersama-sama. Meskipun sekarang borderless dan ada sistem pembelian online, tetap perlu dukungan semua pihak agar industri ini cepat berkembang. Apalagi pemain di modest fesyen juga banyak, misalnya di Amerika dan Australia yang kemungkinan dikembangkan oleh penduduk migran muslim setempat.
"Indonesia terintegrasinya harus dari hulu ke hilir banget kenapa? supaya bisa bersaing harga juga. Kalau kita bisa saling support ambil kain dari lokal sehingga mereka secara volume pembelian lokalnya banyak mereka akan support kita juga jadi seperti snow ball," tukas Istafiana.
Adapun sebagai pengusaha, sempat ada kendala dalam hal eksport. Namun sekarang sudah mulai ada aturan baru bahkan untuk UMKM yang dulu dari segi pajak termasuk cukup tinggi. "Tapi sekarang sudah free trade, baru bulan ini (Oktober). Ini jadi salah satu benefit yang mudah-mudahan dengan pergantian kekuasaan nanti bisa memudahkan kita sebagai pengusaha." tutupnya.
Di sisi lain, semakin banyak brand lokal Indonesia yang mengikuti peragaan busana International maka ekosistemnya akan semakin bagus. Tujuannya bukan hanya mencari virality untuk di Indonesia saja, namun supaya bisa membuka bisnis yang konsisten di ranah International.
"Karena jika kita sudah mengikuti satu ajang peragaan International tidak hanya bisa satu kali saja, namun harus konsisten untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Contohnya mendapatkan buyers international dan bahkan dapat masuk ke Department Store juga," kata Sandy dari Klamby menambahkan.
Potensi Pasar
Mengenai perkembangan modest fesyen, National Chairman Indonesia Fashion Chamber (IFC), Ali Charisma mengungkapkan peluang dan pasar global memang terbilang besar karena banyak orang mengenakan modest meskipun tidak mengenakan hijab. Namun ia mengatakan untuk menembus pasar global lain cerita, brand harus memiliki strategi tertentu.
"Contohnya dengan mengerti fungsi pakaian di luar negeri, penentuan bahan, bentuk bajunya yang sesuai dengan kebiasaan orang luar berpakaian, ini belum ngomongin masalah harga dan gaya," ujar Ali saat ditemui Liputan6.com di acara Jakarta Muslim Fashion Week 2023, Kamis 20 Oktober 2022.
Sehingga memang Untuk memasarkan produknya, para desainer modest tetap harus membuat perubahan desain yang biasa dijual di Indonesia. Umumnya baju untuk musim panas bagi orang Indonesia di luar negeri dianggap ketebalan, sementara kalau musim dingin justru dinilai kurang tebal.
Dari segi bahan, di pasar Eropa harus menggunakan yang natural karena mereka tidak menyukai bahan sintetik. Motif pun harus sederhana dan warnanya tidak terlalu banyak.
Semua elemen Indonesia bisa menjadi keunggulan dalam memasarkan modest fesyen, begitu juga dengan penggunaan wastra tapi harus sangat sederhana dalam artian semakin general. "Bukan etnik tidak laku di sana, tapi kalau ngomongin potensinya besar tidak. Bahan etnik wastra harus mengadakan penyesuaian juga dari motif dan warna tergantung pasarnya ke mana," ia menambahkan.
"Wastra kalau ke Afrika contohnya ke Nigeria masih bisa diterima harganya masuk juga di sana tapi bukan yang kelas atas seperti batik tulis, paling batik cap," sebut Ali lagi.
Namun ada wastra umum yang bisa digali lebih jauh seperti sulaman, sibori, sasirangan itu secara umum, sebab jenis itu sudah dipasarnya sudah dipromosikan negara lain juga sperti Jepang dan Tiongkok membuatnya handmade seperti sasirangan.
Namun saat ditanya apakah dengan tampil di pekan mode internasional, maka brand modest Indonesia sudah go internasional belum dapat dikatakan demikian. Masih ada perjalanan panjang membangun brand salah satunya dengan konsistensi.
Sementara menurut Ali, belum ada brand Indonesia yang dinilai konsisten, lantaran pasar dalam negeri saja terbilang besar sekali dan di dalam negeri pun masih banyak yang harus dikembangkan.
"Apakah mereka sudah benar-benar go internasional? Tidak, mayoritas desainer Indonesia yang pergi ke luar negeri adalah strategi atau taktik branding mereka supaya pasar di dalam negeri mereka laku," tutur Ali.
Â
Advertisement