Liputan6.com, Jakarta - Museum Istana Nasional Taiwan mengaku telah memecahkan tiga artefak dinasti Ming dan Qing yang diperkirakan senilai 77 juta dolar AS atau setara Rp1,2 triliun. The Guardian melaporkan bahwa barang-barang yang rusak adalah mangkuk, cangkir teh, dan piring tidak diasuransikan dan rusak dalam tiga insiden terpisah selama 18 bulan terakhir. Namun kerusakan itu baru terungkap pekan lalu.
Pada Jumat, 28 Oktober, legislator oposisi Taiwan Chen I-shin, mengklaim telah menerima aduan masyarakat. Ia menuduh direktur museum berusaha menutupi insiden tersebut dan memerintahkan staf untuk tidak membicarakan kerusakan tersebut.Â
Advertisement
Baca Juga
Mengutip dari laman CNA, Selasa (1/11/2022), museum dan direktur museum Wu Mi-cha mengakui bahwa tiga artefak dalam arsipnya rusak. Akan tetapi mereka membantah tuduhan bahwa insiden itu berusaha ditutup-tutupi.Â
Wu mengatakan dalam konferensi pers bahwa pada 3 Februari 2021 dan 7 April 2022, ketika anggota staf mengatur artefak, mereka menemukan bahwa "cangkir teh kuning dengan dua naga hijau" dinasti Ming (1368-1644) dan dinasti Qing "cangkir teh kuning bermotif naga" (1636–1911) rusak. Selain itu, pada 19 Mei tahun ini, "piring bunga biru-putih" dinasti Qing jatuh dan pecah karena kesalahan penanganan staf.
Wu mengungkapkan seorang anggota staf senior telah meletakkan piring itu di meja kerja setinggi 1 meter dan piring itu jatuh ke lantai berkarpet dan pecah menjadi beberapa bagian "seperti mangkuk". Museum juga mengatakan tidak dapat menentukan siapa yang bertanggung jawab atas dua insiden lainnya meskipun telah melalui 10 tahun rekaman pengawasan CCTV.Â
Artefak Tak Dipajang
Sementara itu, Wu menduga artefak yang rusak bisa jadi karena metode penyimpanan yang tidak tidak kompeten. Dia menambahkan bahwa stafnya segera memberi tahu dia tentang insiden tersebut dan dia telah meluncurkan penyelidikan sebagai tanggapan. Ketiga artefak itu tidak pernah dipajang.
Wu juga mengatakan artefak tersebut tidak diasuransikan karena mereka belum dinilai. Dia menambahkan bahwa artefak tidak dinilai karena polis asuransi akan menghabiskan banyak biaya jika belum diketahui nilainya.
Adapun museum sedang berupaya meningkatkan praktik penyimpanan artefaknya. Pihak museum mengganti kotak dengan rak, serta menyisihkan anggaran untuk 2023 guna meningkatkan pengemasan arsip porselen.
Museum Istana Nasional di pinggiran Taipei menyimpan koleksi artefak Tiongkok terbesar di dunia, sebagian besar dibawa dari daratan oleh Chiang Kai-shek setelah Nasionalis melarikan diri ke Taiwan selama perang saudara Tiongkok. Ada pun koleksi tersebut mencakup 5.000 tahun sejarah Tiongkok, dengan hanya sebagian kecil yang ditampilkan pada satu waktu.
Advertisement
Diarsipkan dengan NFT
Mengutip dari kanal Crypto Liputan6.com, Selasa, 9 Agustus 2022, seorang pangeran berusia 27 tahun dari keluarga bangsawan di Ceko, William Rudolf Lobkowicz menggunakan NFT untuk menjaga dan melestarikan artefak dari arsip keluarganya.Â
Ia menjadikan pelestarian keluarga dan warisan budaya bangsanya sebagai pekerjaan dan misi dalam hidupnya. Bagi William, kekuatan negara terletak pada pelestarian akar budaya yang mendefinisikannya.
Tetapi, melestarikan koleksi yang begitu besar milik keluarganya sangat menghabiskan banyak uang. Koleksi keluarga William terdiri dari tiga kastil, satu istana, 20.000 artefak yang dapat dipindahkan, perpustakaan yang berisi sekitar 65.000 buku langka, 5.000 artefak dan komposisi musik, serta 30.000 kotak dan folio menuntut uang dalam jumlah besar setiap tahun.
Sudah lama sejak koleksi itu dinyatakan sebagai monumen budaya Ceko, sehingga Lobkowiczes tidak bisa menjual potongan apa pun untuk membantu membayar untuk memulihkan sisanya. Adapun saluran untuk filantropi tradisional mulai mengering karena patronase museum terus menurun.
NFT Jadi Sumber Pendapatan
Diketahui keluarga Lobcowicze hanya mengandalkan pendapatan dari hal-hal seperti tur kastil, toko suvenir, dan menyelenggarakan acara seperti pernikahan. Mereka pun menarik donatur, mengajukan permohonan hibah dari pemerintah, dan mengamankan pinjaman seringkali dengan tingkat bunga tinggi.
Dengan cara tersebut, NFT dan kripto dapat menjadi sumber pendapatan baru, keluarga sangat membutuhkan untuk menjaga semuanya tetap bertahan. "Ini bukan hanya tentang menjual NFT untuk mendukung monumen budaya, tetapi juga melihat bagaimana kita melestarikan catatan sejarah kita? Teknologi Blockchain memberikan catatan warisan budaya yang tidak dapat diubah, yang bisa Anda pertahankan secara berantai, dan itu merupakan sesuatu yang belum pernah dilakukan sebelumnya," sebut William dikutip dari CNBC, Selasa 9 Oktober 2022.Â
Sejauh ini, cara paling sukses untuk menggabungkan teknologi blockchain ke dalam pekerjaan dengan The Lobkowicz Collections, yaitu dengan menjual NFT untuk mendukung kebutuhan konservasi tertentu. Keluarga mengambil lukisan yang perlu direstorasi dan mencetak gambar lukisan itu sebagai NFT. Dari sana, kemudian mereka menetapkan harga NFT dengan biaya pemulihan pekerjaan fisik yang terkait token.
Advertisement