Liputan6.com, Jakarta - Tidak kurang dari 2,5 ribu penjor dipasang Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali di sejumlah titik di Pulau Dewata, dari Bandara I Gusti Ngurah Rai sampai lokasi hotel dan pertemuan, demi menyambut para delegasi KTT G20. Mereka dijadwalkan akan berada di Bali pada 15 dan 16 November 2022.
Berdasarkan keterangan pers yang diterima Liputan6.com, baru-baru ini, desain ribuan penjor ini disebut yang paling istimewa, seperti yang sering dilombakan di daerah Kerobokan. Pemprov menganggarkan pembuatan dan pemasangan ribuan penjor itu sebesar Rp3,5 miliar.
Advertisement
Baca Juga
Penjor-penjor ini dibagi jadi dua jenis, yaitu madya atau menengah yang akan dipasang di jalan raya. Lalu, jenis utama yang dipasang di lokasi utama G20, yakni Hotel The Apurva Kempinski, yang merupakan lokasi pertemuan, dan lokasi jamuan makan-minum di kawasan Tahura Mangrove.
Kehadiran penjor di perhelatan berkelas internasional, diakui Ketua Paruman Walaka PHDI Bali Profesor Dr I Gusti Ngurah Sudiana memberi rasa bangga tersendiri. "Simbol penjor yang sebenarnya memang berarti sebagai persembahan dan ucap syukur mampu jadi salah satu tanda pengingat pada peserta maupun delegasi KTT G20," kata Sudiana dalam keterangannya.
Di Bali, Sudiana menjelaskan, terdapat dua jenis penjor: yang dipasang berkaitan dengan upacara adat, seperti saat Hari Raya Galungan dan Kuningan, serta penjor pepenjoran. Penjor pepenjoran itu dapat dipasang kapan saja, dan itulah yang disiapkan untuk menyambut para delegasi KTT G20 di Bali.
Dijelaskan bahwa pada penjor pepenjoran lazimnya tidak terpasang sanggah penjor dan sampian penjor. Jadi, penjor tersebut murni berfungsi sebagai hiasan yang ditujukan untuk mempercantik acara.
Bentuk Ucapan Terima Kasih
Lebih lanjut dijelaskan bahwa penjor merupakan bentuk ucapan terima kasih yang disampaikan pada Ida Sang Hyang Widhi Wasa karena telah mengutus Sang Hyang Tri Murti untuk menolong umat manusia dari kelaparan dan bencana. Dalam konteks rasa syukur dan terima kasih itu, penjor melengkapi penyambutan para delegasi KTT G20 di Bali.
Merujuk lontar Usana Bali, yang dikutip dari Nilai Filosofi Penjor Galungan & Kuningan, I Made Nada Atmaja, dkk, Penerbit Paramita Surabaya (2008), bagi umat Hindu Bali, penjor merupakan persembahan pada Hyang Betara Gunung Agung, tempat bersemayamnya para Dewa.
Penjor pada dasarnya adalah batang bambu berhias daun kelapa muda yang dibentuk secara khusus. Sekilas, wujudnya menyerupai umbul-umbul. Biasanya penjor dibuat setinggi 10 meter, yang menggambarkan gunung tertinggi.
Umat Hindu Bali memercayai bahwa Gunung Agung merupakan berstananya Hyang Bathara Putra Jaya beserta Dewa dan para leluhur. Jadi, gunung merupakan istana Tuhan dengan berbagai manifestasinya.
Di antara kepercayaan itu, penjor menjelma jadi perlambang syukur atas hasil bumi yang dianugerahkan-Nya. Juga, Gunung Agung sebagai pemberi kemakmuran itu.
Advertisement
Dari Kacamata Mitologi
Tercatat di dalam lontar Jayakasunu, penjor melambangkan Gunung Agung. Selanjutnya, di lontar Basuki Stawa, disebutkan bahwa gunung adalah naga raja, yang tidak lain adalah Naga Basuki.
Dalam mitologi, dasar Gunung Agung dikenal sebagai linggih Sang Hyang Naga Basuki. Dari kata Basuki inilah timbul nama Besakih. Naga Basuki, dalam Basuki Stawa, ekornya dilukiskan berada di puncak gunung dan kepalanya di laut.
Ini merupakan simbol bahwa gunung adalah waduk penyimpanan air yang kemudian jadi sungai, hingga akhirnya bermuara di laut. Maka, mitologi dari penjor yang dihias sedemikian rupa untuk upacara keagamaan atau adat Hindu Bali merupakan simbol naga.
Sanggah, yang ditempatkan pada bambu penjor berbahan pelepah kelapa, adalah simbol leher dan kepala Naga Taksaka. Juga, ada kelapa yang digantungkan di atas sanggah penjor, tempat menaruh sesaji.
Lalu, gembrong yang dibuat dari janur yang dihias melingkarkan di dekat kelapa menggambarkan rambut naga. Sampian penjor dengan porosannya yang menggantung di ujung bambu paling atas, yang berbentuk melengkung, adalah ekor Naga Basuki alias simbol gunung.
Hiasan yang terpasang sepanjang bambu dari bawah hingga atas penjor, yang terdiri dari gantung-gantungan padi, ketela, jagung, kain, dan sebagainya, merupakan simbol bulu Naga Ananta Bhoga sebagai tempat tumbuhnya sandang dan pangan.
Pengaruh KTT G20 pada Pariwisata Bali
Di sisi lain, melansir laporan kanal Bisnis Liputan6.com, bisnis kuliner di Bali terus membaik ketika memasuki kuartal empat 2022. Demikian pula dengan kunjungan wisatawan, meski angkanya belum kembali seperti sebelum pandemi COVID-19.
Kedatangan wisatawan pun berdampak positif bagi bisnis kafe dan restoran, terlebih menjelang KTT G20. "Diperkirakan kafe, restoran, dan beach club di sekitar Bali Selatan saja, bisa mengantongi omzet mulai Rp3 juta hingga Rp 1 miliar per hari (beach club), membuat bisnis restoran dan kafe tumbuh melebihi 100 persen," Ketua Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) Bali, Ida Bagus Agung Partha Adnyana, mengatakan pada Rabu, 2 November 2022.
Ia menyambung, di daerah Seminyak dan Canggu, aktivitas perekonomiannya dinilai sudah normal seperti masa sebelum pandemi. "Jika pemilik modal sudah berani buka restoran hingga kafe, berarti mereka sudah percaya, Bali telah bangkit,” tambahnya.
Tingkat hunian kamar hotel dan villa juga dirasakan terus membaik. Pemesanan vila di daerah Ubud meningkat sejak bulan Agustus lalu. "Bagi kami, biasanya November adalah bulan mati, tapi dengan adanya G20, itu jadi berkah bagi kami," ujar Gede Dananjaya Siadja, pemilik Siadja Gallery, Tanamas Villas, dan Restoran Ocin.
Advertisement