Sukses

Kebakaran Hutan Buntut Krisis Iklim Bunuh Salah Satu Ekosistem Terlangka di Dunia

Kebakaran hutan telah berkobar di Gunung Kilimanjaro, gunung tertinggi di dunia, selama sekitar dua minggu.

Liputan6.com, Jakarta - Dampak krisis iklim menambah daftar panjangnya. Kebakaran hutan berkobar di Gunung Kilimanjaro, gunung tertinggi di dunia, dan salah satu ekosistemnya yang paling langka. Api, di sisi selatan gunung, telah menyala selama kurang lebih dua minggu.

Melansir VICE World News, Sabtu (5/11/2022), gunung dengan puncak setinggi 5.895 meter di atas permukaan laut ini dikelilingi hutan yang merupakan rumah bagi spesies tumbuhan dan hewan langka. Beberapa di antaranya bahkan terancam punah.

Video yang dibagikan menunjukkan kobaran api melukis kanvas merah di atas langit malam yang gelap. Upaya petugas pemadam kebakaran dan staf taman nasional untuk memadamkan api tidak banyak membuahkan hasil, mengingat durasi kobaran api yang segera memasuki minggu ke-3.

Dalam langkah yang tidak biasa, Pemerintah Tanzania mengerahkan ratusan tentara pada Selasa, 1 November 2022, untuk membantu memadamkan api. Para pejabat mengatakan pada Kamis, 3 November 2022, bahwa api sebagian besar dapat dipadamkan, tapi diperkirakan 25 hingga 33 kilometer persegi wilayah hutan telah hancur.

Kebakaran hutan itu terjadi ketika para ahli PBB memperingatkan dalam sebuah laporan baru bahwa gletser Kilimanjaro, salah satu yang terakhir di benua itu, bisa hilang dalam waktu kurang dari 30 tahun.

Kilimanjaro menarik hingga 50 ribu wisatawan setiap tahun dan telah lama menghadapi tekanan, termasuk kelebihan penduduk dan pariwisata massal. Tapi, kebakaran hutan yang berulang menimbulkan masalah jangka panjang yang lebih serius.

Andreas Hemp, ahli biologi di Universitas Bayreuth Jerman, telah melihat beberapa kebakaran menggerogoti vegetasi unik gunung, membunuh tanaman yang telah dipelajarinya selama beberapa dekade. Penyebabnya, katanya, adalah campuran yang "mengkhawatirkan" antara perubahan iklim dan aktivitas manusia.

2 dari 4 halaman

Sebenarnya Bukan Hal Aneh

Kebakaran di musim kemarau Tanzania bukanlah hal yang aneh, kata Hemp pada VICE World News, dengan beberapa tanaman bahkan membutuhkan api untuk bertunas. Tapi dalam beberapa dekade terakhir, kebakaran jadi lebih sering dan lebih intens.

Hemp menambahkan, kebakaran hebat pada 1990-an telah menghancurkan ratusan hektare hutan yang akan membutuhkan waktu satu abad untuk tumbuh kembali. Kebakaran tahun ini telah menutupi area permukaan yang lebih kecil, tapi "tentu saja, kita harus khawatir," Hemp memperingatkan.

Pasalnya, kebakaran berulang mengganggu restorasi hutan. "Kebakaran ini berarti regenerasi dimulai dari nol lagi," kata Hemp. "Jika kita menunggu sekitar 100 tahun, itu bisa jadi hutan lagi."

Kebakaran sebelumnya terjadi pada Oktober 2020, ketika porter secara tidak sengaja memicu kobaran api yang berkobar selama seminggu saat memasak, menghanguskan area seluas 95 kilometer persegi.

Pihak berwenang Tanzania telah berjuang secara proaktif mensurvei area Gunung Kilimanjaro untuk mengetahui adanya kebakaran, karena luasnya lahan wilayah tersebut. Pada 75 ribu hektare, itu tersebar di area yang lebih besar dari Nairobi.

3 dari 4 halaman

Kebakaran Tahun Ini

Kebakaran tahun ini pertama kali terjadi pada 21 Oktober. Meski area terdampak lebih kecil daripada peristiwa tahun 2020, kebakaran ini telah berkobar dua kali lebih lama.

Para pejabat mengatakan tidak jelas apa penyebabnya, tapi kecelakaan yang dilakukan porter, turis, serta penduduk setempat telah memicu kebakaran di masa lalu. Musim kemarau dan angin kencang telah membantu mengipasi dan menyebarkan api, kata otoritas taman.

Musim kemarau yang semakin kering, yang berarti lebih seringnya aktivitas kebakaran di Kilimanjaro, kemungkinan merupakan tanda suhu lebih kering yang disebabkan perubahan iklim di wilayah Afrika timur yang lebih luas, kata Hemp. Saat ini, kekeringan yang membandel masih ada di Tanzania.

Turis yang masih berada di gunung, dengan beberapa di kamp peristirahatan Karanga, mengatakan pada BBC bahwa mereka bisa melihat asap dari posisi mereka. Gunung Kilimanjaro menghasilkan sekitar 50 juta dolar AS untuk Tanzania setiap tahun.

Tapi, dengan kebakaran yang tak henti-hentinya, "aliran pendapatan dari kegiatan wisata mungkin menurun," kata Ronald Ndesanjo dari Universitas Dar es Salaam.

4 dari 4 halaman

Mengancam Ekosistem Gunung Kilimanjaro

Kebakaran berulang juga mengancam ekosistem Gunung Kilimanjaro yang sangat beragam. Groundsel raksasa, tanaman langka yang terlihat seperti kaktus, dan Abbott's Duiker, hewan yang terancam punah dalam keluarga antelop, adalah beberapa spesies yang ditemukan hampir secara eksklusif di Kilimanjaro. Antelop tercatat tinggal di daerah yang saat ini ditelan si jago merah.

Hutan awan berkabut dan spesies semak langka yang tumbuh lebih tinggi di Kilimanjaro, dan saat ini berada di garis bidik api, sangat penting karena mereka bertindak sebagai alat kondensasi, memungkinkan lebih banyak curah hujan di daerah yang kering. Sekitar 150 kilometer persegi hutan hujan Kilimanjaro telah hilang dalam kebakaran hutan dalam satu setengah abad terakhir.

Gunung ini juga akan kehilangan puncaknya yang tertutup gletser. Tingkat kehilangan es yang mengkhawatirkan telah menyusutkan gletser Kilimanjaro jadi kurang dari 20 persen dari ukurannya pada 1900-an. Sebuah laporan PBB tentang pencairan gletser global mengatakan bahwa sisa gletser di sini "hampir sepenuhnya hilang pada tahun 2050," karena krisis iklim.

Sekitar 18 gletser lain, termasuk gletser Yellowstone di AS dan Dolomites di Italia, juga akan mencair sepenuhnya.