Liputan6.com, Jakarta - Perubahan iklim telah memengaruhi aliran Sungai Nil sehingga mengalami penurunan debit air dalam 50 tahun terakhir. Di samping itu, kompleks situs peradaban Mesir kuno juga turut terimbas.
Dilansir Channel News Asia, Rabu, 9 November 2022, di daerah Luxor yang terbentang kekayaan sejarah manusia, mulai dari kuil hingga makam kuno terkena imbas dari krisis perubahan iklim yang disebabkan oleh manusia. Situs yang dimaksudkan akan bertahan selamanya, perlahan-perlahan mengalami kerusakan.
Advertisement
Baca Juga
Salah satu ahli Mesir Kuno memeringatkan bahwa dalam satu abad, peninggalan peradaban kuno dapat lenyap. Di saat yang bersamaan, para pemimpin dunia berkumpul di Sharm el-Sheikh, Mesir, untuk Konferensi Perubahan Iklim PBB (COP27).
Zahi Hawass, mantan Menteri Negara Bidang Purbakala, mengatakan jika masyarakat tidak mengendalikan perubahan iklim dalam 100 tahun serta mengakomodasi kebutuhan pariwisata dan pelestarian peninggalan kuno, semua makam akan hilang. "Makam Lembah Para Raja akan runtuh semuanya. Dan kita semua akan menyesal," tambah Zahi.
Faktor iklim yang memengaruhi situs kuno di seluruh Mesir bervariasi, mulai dari suhu tinggi, angin kencang, dan gelombang panas yang berkepanjangan. Gelombang panas yang berkepanjangan di luar pola cuaca normal, berdampak pada proses pengerjaan baru, mengurangi warna asli, dan menyebabkan keretakan pada batu. Banjir bandang dari hujan lebat yang jarang terjadi, dapat membahayakan struktur lumpur yang sangat rentan dan kuburan mesir kuno yang terbuka.
Ulah Manusia
Aliran Sungai Nil yang tidak konsisten dan pembangunan bendungan yang menghilangkan denyut air musiman juga memengaruhi situs mesir kuno. Ledakan populasi di Mesir pun turut menyumbang kerusakan peradaban kuno.
Ledakan populasi ini berarti adanya aktivitas pertanian yang intensif, pembangunan rumah-rumah tanpa infrastruktur pembuangan limbah yang layak berkembang dekat dengan situs kuno. Tidak hanya itu saja, polusi udara tentunya juga meningkat.
"Kami mengalami musim panas yang sangat buruk dengan suhu tinggi, yang memengaruhi monumen dan barang-barang antik," ujar Hisham el-Leithy, wakil Menteri Luar Negeri bidang Dokumentasi Barang-Barang Antik Mesir.
Hisham menambahkan, efek yang ditimbulkan biasanya tidak seperti saat ini. "Kami mencoba yang terbaik untuk mengatasi masalah ini," ujarnya.
Dampak yang paling terasa tampak pada situs-situs bawah tanah. Adanya kenaikan permukaan air tanah yang mengancam pondasi dari situs kuno.
Beberapa program yang dibantu oleh lembaga internasional sudah dijalankan di beberapa lokasi penting untuk menurunkan tingkat air tanah dan membuat jaringan drainase. Perbaikan tersebut salah satunya di Colossi of Memnon.
Advertisement
Patung-Patung Kuno
Dua patung raksasa yang berada di depan reruntuhan Kuil Mortuary Amenhotep II di Luxor sedang menghadapi program penurunan tingkat air tanah dan pembuatan drainase. Letaknya yang berada di sekitar ladang pertanian, memperburuk tekanan pada batu yang halus.
"Banyaknya perubahan di Lembah Nil, yaitu ladang terus diari dengan air yang tercemar garam, dapat merusak bebatuan situs," ujar Hourig Sourouzian, direktur proyek konservasi.
Hourig menambahkan bahwa tanpa adanya intervensi, kompleks kuil seperti ini dapat hilang begitu saja. Pengabaian dampak-dampak perubahan iklim merupakan musuh bagi monumen-monumen situs bersejarah ini.
"Mesir merupakan negara yang kaya dengan peradaban yang hebat yang penuh dengan monumen untuk dilestarikan dan kita harus menyelamatkan apa pun yang kita bisa," ujar Hourig.
Pada saat yang sama, naiknya permukaan air laut dan intrusi air asin merupakan masalah bagi struktur kuno di Mesir Hilir. Permasalahan ini juga memerlukan perhatian yang khusus secara terus-menerus, terlebih dekat dengan Laut Mediterania.
Seni Peradaban Mesir Kuno
Sebenarnya, pekerjaan restorasi dan mitigasi biasa terjadi di seluruh tempat wisata kuno. Teknologi baru juga menawarkan harapan bahwa upaya tersebut akan efektif.
"Itu (pekerjaan restorasi) mahal, tapi kita harus (melakukannya). Kami tidak bisa membiarkan monumen terbengkalai tanpa diperhatikan dan tanpa ikut campur dalam masalah ini," ujar el-Leithy.
Peradaban Mesir Kuno sebenarnya dibangun di atas pondasi alam, untuk menemukan harmoni bertahan hidup dan makmur. "Anda dapat melihat seni, kerajinan, dan harmoni di Kuil Karnak, kuil-kuil Luxor di sini. Dan Anda dapat melihat arsitektur mengikuti proporsi matematika dan aritmatika yang disebut sebagai rasio emas," ujar Ahmed Seddik, ahli Mesir Kuno.
Menurutnya, rasio seni Kuil Karnak terinspirasi oleh alam. "Ketika Anda selaras dengan alam, alam melindungi Anda," ujarnya.
Fekri Hassan, ahli geoarkeolog yang berbasis di Kairo, setuju bahwa sejarah Mesir dapat menjadi panduan yang berguna untuk menghadapi perubahan iklim saat ini. "Kemunculan umat manusia bergantung pada perubahan iklim dan harus berjuang menghadapinya sejak awal. Bagaimana kami mengatasinya dan mengambil tindakan sesegera mungkin," ujar Fekri.
Hassan menambahkan, waktu antara mengamati perubahan iklim dengan mengambil tindakan untuk mengatasinya, begitu panjang dan berlarut. Hal tersebut membuat tidak dapat bertindak sesegera mungkin.
Advertisement