Sukses

Selamat, 4 Perempuan Peneliti Indonesia Raih L'Oréal-UNESCO For Women In Science Fellowship 2022

Salah satu peneliti perempuan yang berhasil memenangkan L'Oréal - UNESCO For Women In Science National Fellowship 2022 mengajukan usulan penelitian soal cara perpanjang umur simpan makanan.

Liputan6.com, Jakarta - Empat perempuan peneliti Indonesia berhasil memenangkan L’Oréal-UNESCO For Women in Science Fellowship 2022. Ajang tersebut digelar untuk mengapresiasi kiprah para perempuan peneliti di bidang sains yang jumlahnya saat ini belum seimbang dibandingkan kaum pria.

"Dari survei angkatan kerja nasional, hanya tiga dari 10 perempuan yang memilih berkarir di bidang STEM," kata Fikri Alhabsie, Corporate Responsibility Director L'Oreal Indonesia dalam jumpa pers virtual, Kamis, 10 November 2022.

Panitia tahun ini menerima proposal penelitian dari hampir 100 kandidat yang datang tak hanya dari dalam negeri tetapi juga di luar negeri. Ketua Dewan Juri L’Oréal-UNESCO For Women in Science 2022 Prof. Endang Sukara menyebut kualitas proposal yang diterima berbeda dari sebelumnya.

"Melihat aspek-aspek kebaruan dari metode penelitian, kemungkinan dampak ke Indonesia, dan track record yang mereka capai selama ini, dewan juri melihat potensi besar dari empat proposal yang kita ingin lihat perkembangannya," ujar dia.

Keempat pemenang terpilih terdiri dari Novalia Pishesha, Ph.D. (Harvard University), Nurhasni Hasan, Ph.D.,Apt (Universitas Hasanuddin), Rindia Maharani Putri, Ph.D. (Insitut Teknologi Bandung) dan Anastasia Wheni Indrianingsih,Ph.D. (Badan Riset dan Inovasi Nasional). Masing-masing dari mereka berhak mendapat dana penelitian Rp100 juta.

"Kita tidak bebankan tanggung jawab khusus kepada para pemenang karena maksud kami adalah untuk memberi spotlight lebih banyak lagi bagi teman-teman perempuan peneliti. Lebih ke tanggung jawab sosial. Kita akan minta mereka terus follow up perkembangan dan impact... Kita akan lihat progress penelitian dari perempuan peneliti ini," jelas Fikri.

 

 

2 dari 4 halaman

Malaria dan Kanker Paru-Paru

Endang menjelaskan dua kategori pemenang. Pertama adalah life science yang diraih Novalia Pishesha, Ph.D dari Harvard Medical School, dan Nurhasni Hasan, Ph.D, Apt, yang berprofesi sebagai dosen dan peneliti dari Fakultas Farmasi, Universitas Hasanuddin.

Novalia mengajukan proposal penelitian tentang pemanfaatan nanobody atau VHH dari Camelid family (keluarga unta) untuk mengurangi angka kematian akibat malaria. Latar belakangnya adalah vaksin malaria yang dikembangkan belum efektif dan resistensi obat malaria karena sudah terlalu sering dipakai.

"Beberapa unta dan ikan hiu mampu menghasilkan antibodi, yaitu protein yang membantu kalahkan infeksi. Alpaca, llama, punya tipe antibody heavy chain. Itu bisa di-simplified sehingga dapat DNA-nya dan dikloning ke sistem bakteri sehingga bisa memproduksi nanobody dalam jumlah banyak dan murah di tubuh bakteri," Nova menerangkan. Ia berencana untuk menguji keefektifan nanobody itu di Timika, Papua, dengan menggunakan dana penelitian yang diperoleh. 

Sementara, Nurhasni mengusulkan topik penelitian tentang alternatif pengobatan kanker paru-paru. Ia menyintesis antikanker berbasis nitric oxide yang dikombinasikan dengan senyawa antikanker dari bahan alam dan menggunakan smart novel system dengan bentuk inhalasi sederhana. Ia berharap penelitiannya dapat meningkatkan efisiensi pengobatan dan mengatasi berbagai kekurangan dari terapi konvensional pengobatan kanker. 

3 dari 4 halaman

Penyampai Obat dan Kemasan Pintar

Dua pemenang lainnya berarti mewakili bidang non-life science. Rindia Maharani Putri, Ph.D, peneliti dari Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Teknologi Bandung, mengajukan proposal penelitian tentang pemanfaatan cangkang biosilika dari mikroalga jenis Diatom.

Menurut dia, Diatom memiliki dinding sel yang dapat memproteksi obat yang dienkapsulasi dalam porinya dan meningkatkan permeasi ke sel. Namun, saat ini penelitian mengenai manfaat dinding sel tersebut masih terbatas. Ia meyakini penelitian itu bisa membantu pengembangan drug delivery untuk obat-obatan, seperti insulin.

Sementara, Anastasia Wheni Indrianingsih, Ph.D., peneliti dari Pusat Riset Teknologi dan Proses Pangan, Badan Riset dan Inovasi Nasional Anastasia merancang adsorben pad agar masa simpan makanan segar dapat lebih panjang. Adsorben pad yang ia buat terbuat dari bahan bioselulosa, nanopartikel perak, dan ekstrak bunga telang yang memiliki sifat antibakteri dan antioksidan.

"Diharapkan dengan absoreben pad masa simpanya bisa bertambah, bisa tujuh hari atau delapan hari (untuk bahan pangan segar), karena kemasan diberikan nano patikel perak yang bersifat antibaketri, bunga telang sebagai antioksidan dan deteksi warna. Kalau rusak, pHnya asam, berubah warna jadi kemerahan," jelas Wheni. 

 

4 dari 4 halaman

Modal Jadi Peneliti

Bukan hal mudah untuk menjadi peneliti. Sejumlah pemenang mengungkapkan alasan mereka memutuskan terjun ke bidang yang saat ini masih didominasi laki-laki itu.

"Senengnya kalau saya finding something, building something yang orang belum pernah nyoba. Kind put your foot mark," ujar Nova.

Ia percaya penelitiannya bisa membantu membawa dampak, tidak hanya bagi orang Indonesia, tetapi juga seluruh manusia. Karena itu, ia mengaku tak masalah bekerja keras sampai harus lembur. Terlebih, ia dikelilingi oleh teman-temannya saat bekerja.

Sementara, Nurhasni mengaku pekerjaan meneliti sebagai guilty pleasure. Memecahkan masalah merupakan minatnya sejak dulu hingga sering membuatnya lupa waktu.

Namun, ia belajar dari pengalaman selama menempuh pendidikan master dan doktoralnya di Korea Selatan, bahwa istirahat itu penting. Karena itu, ia selalu berusaha menyeimbangkan kesenangannya saat meneliti dan kebutuhannya untuk tidur.

"Pengalaman di Korea selatan, tidur telat, bekerja 7x24 jam... Cukup selama tujuh tahun menjalani post graduate dan post doctoral. Saya sadar hidup itu tidak terlalu panjang," ujar Nurhasni.