Sukses

Reaksi Pembuat Tenun Catri Bali Saat Busana Pemimpin G20 Dihina Youtuber Inggris

Mayoritas pemimpin negara G20 mengenakan busana berbahan tenun catri Bali saat menghadiri jamuan makan malam KTT G20 di GWK.

Liputan6.com, Jakarta - Penyelenggaraan puncak Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 terbilang sukses. Para delegasi yang hadir menikmati momen mereka selama di Bali, termasuk saat menghadiri acara jamuan makan malam di Taman Budaya Garuda Wisnu Kencana (GWK) sambil mengenakan busana yang terbuat dari tenun catri Bali.

Nyatanya, tidak semua orang mampu mengapreasiasi kain tenun buatan tangan yang memilliki corak dan warna beragam itu. Seorang Youtuber Inggris sekaligus pengamat politik, Mahyar Toussi, bahkan mengolok-olok busana yang dikenakan sejumlah pemimpin negara di KTT G20, termasuk dipakai pula oleh PM Inggris Rishi Sunak. "Apa sih yang dipakai para idiot ini?" tulis pria yang melabeli dirinya anti-Iran itu. 

Kendati sudah dihapus, tangkapan gambar cuitan itu sudah beredar luas, yang salah satunya dibagikan ulang akun jurnalis, sekaligus editor Election Watch, @maxwalden_. Ia menulis, "Influencer sayap kanan Inggris menghapus tweet setelah dikritik (warganet Indonesia) karena menghina endek/batik. Warganet Indonesia tetap tidak terkalahkan."

Kabar itu didengar pula oleh pemilik usaha Dian's Rumah Songket & Endek, I Putu Agus Aksara. Rumah tenun binaan Cita Tenun Indonesia pada 2009 itu membuat dan menyediakan bahan tenun yang dipakai oleh para pemimpin G20 di Bali. 

"Ya ndak apa-apa, nambah terkenal. Orang-orang nyari saya... Se-Indonesia jadi kepo, malah nambah naikkan brand. (Saya) ambil hikmahnya," kata Agus kepada Liputan6.com, Rabu malam, 16 November 2022.

"Orang Indonesia ternyata banyak yang bangga, mencintai produk lokal... Banyak netizen bela endek," imbuh dia.

 

 

2 dari 4 halaman

Dipesan Setneg

Agus mengungkapkan kain tenunnya dipesan Kementerian Sekretariat Negara (Setneg) sejak April 2022. Ia lalu menyiapkan desain motif dan lain-lain sebelum diproduksi para ibu penenun di Desa Gelgel, Klungkung, Bali, tempatnya tinggal.

"Pesanan di awal 45 couple/90 pcs. Nambah jadi 12 pcs. Total sekitar 102 pcs," kata Agus.

Kain tenun catri, sambung Agus, ada modifikasi dari tenun endek tradisional. Ia menambahkan proses melukis benang dengan teknik airbrush sebelum ditenun menjadi kain. Ide tersebut diwujudkannya untuk membedakan produknya dengan tenun endek konvensional. 

Khusus untuk kain yang dipesan pemerintah untuk para tamu VVIP KTT G20, ia mengangkat motif wastra nusantara. Inspirasinya didapat dari keindahan flora Nusantara yang kaya warna dan simbolisme. Inspirasi keindahan flora yang berupa bunga, putik, dan tanaman rambat Nusantara itu digubah dan diterjemahkan ke dalam pola-pola hiasan tegas yang dibuat berulang-ulang dan mengalir yang disebut pepatran.

"Yang mengandung unsur budaya adiluhung, melambangkan sebuah paradoks kehidupan yang harus diselaraskan dan diseimbangkan sehingga tercapai kebahagiaan dan kesejahteraan dunia," imbuh Agus.

Total ada 74 penenun yang dilibatkannya. Mereka adalah penenun terampil yang mewarisi keahlian secara turun temurun. "Proses sampel bulan Juni selesai. Juli mulai diproduksi, bulan Oktober sudah selesai semua," tutur Agus.

 

 

 

3 dari 4 halaman

Bukan Pesanan Pertama

Agus menyebut semua motif yang dibuatnya baru dengan tetap mengadopsi ciri khas endek. Ia juga dibolehkan berkreativitas soal pemilihan warna. Hanya saja, siapa yang mengenakan warna apa diserahkan pada pemerintah.

"Yang penting dibuatkan semuanya beda... Setiap delegasi ngasih ukuran. Yang jahit itu kalau enggak salah di Jakarta. Semuanya diproses di dalam negeri," ia menerangkan.

Faktanya, itu bukan kali pertama Agus mendapat pesanan menyiapkan bahan untuk tamu negara. Ia pernah juga menangani kain untuk delegasi yang menghadiri pertemuan tahunan IMF dan ASEAN di Bali. Saat itu, kainnya dipakai pula oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi).

"Kan waktu itu ada Jokowi effect, kain saya ya sampai sekarang tetap laku. Enggak pernah hilang, apalagi saya buatnya eksklusif, hanya tiga pieces setiap desain. Motifnya hampir sama, tapi saya modifikasi lagi, dikembangkan warnanya," ia menjelaskan.

Lalu, bagaimana efek KTT G20 pada penjualannya? Agus mengaku stok kain di tokonya langsung ludes setelah para pemimpin G20 memakainya di GWK. Kebanyakan pembelinya adalah warga lokal. "H+1 dipake, kain itu ludes di toko saya. Saya punya stok 53, itu laku hari ini. Tapi, songket saya juga ludes," ucapnya.

 

 

4 dari 4 halaman

Bertahan di Masa Pandemi

Agus juga mengaku kainnya dipesan oleh Presiden Senegal Macky Sall. "Katanya tahu dari orang Setneg. Mereka bilang Presiden mau beli lagi. Tapi, masa presiden harus ke sini? Jadi, tadi saya yang ke sana," tuturnya.

Sejauh ini, ia mengaku penjualan tenun ikat catrinya masih baik, bahkan bisa bertahan selama masa pandemi Covid-19. Ia terbantu dengan kontrak penjualan yang berjangka waktu hingga tiga tahun. "Saya ada kontrak kerja dengan universitas, kantor, yang mana wajib dibuatin dan wajib diambil. Jadi, syukurlah tidak merumahkan karyawan," katanya.

Ia juga mengaku penjualan kain songket meningkat selama pandemi. Menurut dia, anggaran yang biasanya dihabiskan untuk pesta nikah, dialihkan oleh pengantin untuk membeli songket. Padahal sebelum pandemi, pengantin biasanya hanya menyewa karena anggaran mereka sudah diprioritaskan untuk menggelar pesta atau upacara.

"Makanya, penjualan songket meningkat waktu Covid," ucapnya seraya usahanya terbantu dengan penjualan masker kain. Harga kain tenun catri itu Rp2,5 juta untuk ukuran 2,75 meter x 1,05 meter.

Â