Sukses

Berkenalan dengan Plester Ramah Lingkungan Berbahan Wol Merino

Plester luka bebas plastik dan lateks ini diklaim dapat terurai selama alami.

Liputan6.com, Jakarta - Plastik di satu sisi memang menguntungkan karena ringan, serbaguna, dan awet. Namun, di sisi lain, plastik merupakan bahan tidak ramah, terutama bagi Bumi. Karena itu, berbagai produk berbahan plastik tengah berbondong mencari solusi.

Salah satunya dalam pembuatan plester luka. Itu setidaknya membutuhkan beberapa plastik untuk menghasilkan satu buah plester. Maka itu, material lebih ramah lingkungan, namun juga seawet plastik, jadi satu jawaban penting.

Melihat ini, melansir Material District, Selasa, 22 November 2022, Lucas Smith menciptakan Wool Aid, yaitu plester berbahan dasar wol merino. Wol merino sendiri dihasilkan dari domba merino yang biasanya tersebar di Selandia Baru.

Plester luka bebas plastik dan lateks ini diklaim dapat terurai selama alami, sehingga bisa dikatakan bahwa produk ini 100 persen biodegradable. Sebagai bahan dasar utama, wol merino memiliki beberapa manfaat.

Pertama, wol merino dapat menyerap kelembapan luka dan memindahkannya untuk menguap di udara. Kemudian, adanya thermos balance wol merino bisa mendingin saat panas dan menghangat ketika dingin. 

Wol merino sendiri merupakan material yang tidak asing lagi dalam dunia fesyen. Bahan ini diketahui memiliki tekstur yang fleksibel, karena helaian benang wol yang memiliki ujung bergelombang.

Juga, bahan ini memiliki kapasitas lebih besar untuk menyerap keringat dan memberikan kelembapan di kulit. Maka itu, wol merino dinilai tidak akan membuat kulit terasa gatal. Selain itu, wol merino juga dikatakan tahan terhadap debu. 

 

2 dari 4 halaman

Uji Coba

Plester luka sendiri merupakan barang yang kerap kali dicari dalam kehidupan sehari-hari. Barang ini antara lain berguna dalam bidang olahraga dan memasak, yang sering menyebabkan luka kecil.

Sayangnya, situs web Wool Aid menyebutkan bahwa terdapat miliaran plester luka sekali pakai yang dibuang, berakhir di ekosistem lingkungan, dan tidak dikelola dengan baik. Jika diteruskan, hal ini dianggap berbahaya untuk kehidupan manusia.

Plester luka berbahan wol merino ini pun telah melalui uji coba. Salah satunya di Iditarod Trail Invitational (ITI), sebuah marathon yang berlokasi di Alaska. Maraton ini dinilai sebagai kelas berat karena mereka melakukan perjalanan di sepanjang Iditarod Trail dengan sepeda, berjalan kaki, maupun bermain ski.

Smith pergi ke Alaska untuk memberi kesempatan para atlet menjajal sampel produknya. "Apakah wol merino akan membuat pembalap tetap fokus dan bebas dari lecet atau luka dalam situasi ekstrem?" ujarnya, dikutip dari situs Wool Aid.

 

3 dari 4 halaman

Obati Sakit Tanpa Sakiti Bumi

Uji coba itu disebut memberi informasi penting dan murni tentang bagaimana kinerja serat wol merino dalam kondisi dingin di Arktik. Menurut Smith, kulit yang terpapar pada minus 30 derajat celcius dapat dengan cepat menyebabkan radang dingin yang parah.

Ini kemudian jadi salah satu catatan. Hasil penggunaan Wool Aid pada para peserta marathon, yakni luka masih terjaga dengan baik dan plester dapat sepenuhnya terurai di tanah. Kertas pembungkus pada plester luka ini pun dirancang untuk mudah dibuka.

Bahan tersebut dilengkapi perekat kelas medis dan steril. Smith mengklaim bahwa pihaknya selalu membuktikan kinerja Wool Aid di alam bebas sehingga tahu bahwa itu dapat mengatasi semua pemulihan luka.

Dalam satu kemasan, terdapat lima plester berukuran 76x50mm dan 10 plester kecil berukuran 76x19mm. Plester luka ini memiliki lima jenis warna: biru dongker, biru terang, hitam, abu-abu, dan merah muda.

Smith menyebut, penggunaan plester lebih ramah lingkungan ini tidak bisa dilakukan hanya oleh satu orang saja, bahkan kelompok, tapi dibutuhkan peran seluruh masyarakat. "Wool Aid dapat menyembuhkan Anda, tanpa menyakiti dunia," katanya.

 

4 dari 4 halaman

Krisis Sampah Plastik

 

Menurut temuan baru yang dirilis Juni lalu, penggunaan plastik sekali pakai dilaporkan meningkat hampir tiga kali lipat dalam waktu kurang dari empat dekade, lapor Al Jazeera.

Produksi tahunan plastik berbasis bahan bakar fosil akan mencapai 1,2 miliar ton pada 2060 dan limbah melebihi 1 miliar ton, menurut laporan Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD).

Laporan tersebut mengatakan, peningkatan ini akan didorong pertumbuhan ekonomi dan populasi, peningkatan terbesar diperkirakan terjadi di negara berkembang di Afrika sub-Sahara dan Asia.

Menurut OECD, bahkan dengan tindakan agresif untuk mengurangi permintaan dan meningkatkan efisiensi, produksi plastik akan hampir dua kali lipat dalam waktu kurang dari 40 tahun.

Namun, kebijakan yang terkoordinasi secara global dapat sangat meningkatkan pangsa sampah plastik masa depan yang didaur ulang, dari 12 jadi 40 persen. Menyusup ke wilayah terjauh di planet ini, mikroplastik bahkan telah ditemukan di dalam ikan di ceruk terdalam lautan dan terkunci di dalam es Arktik.

Puing-puingnya diperkirakan menyebabkan kematian lebih dari satu juta burung laut dan lebih dari 100 ribu mamalia laut setiap tahun.