Sukses

Berbondong-bondong Menolak Penggunaan Styrofoam

Styrofoam tidak akan bisa sepenuhnya terurai. Itu malah akan berubah jadi mikroplastik yang juga meracuni lingkungan.

Liputan6.com, Jakarta - Masalah sampah plastik, termasuk styrofoam, kian mendesak aksi berdampak nyata. Sementara solusi isu ini sebenarnya harus tersusun secara paralel, Anda juga punya andil dalam bagiannya. Sederhana saja: katakan tidak pada styrofoam!

Saat ini, styrofoam kerap digunakan karena mudah didapatkan. Namun, sampah styrofoam bertahan lama, karena tidak mudah terurai, dan fakta itu telah mencederai lingkungan. Tercatat bahwa styrofoam membutuhkan waktu sekitar 500--1 juta tahun untuk dapat terurai oleh tanah.

Itu pun tidak terurai sempurna, melainkan berubah jadi mikroplastik dan kembali membebani lingkungan. Mengingat dampak mengerikan itu, organisasi lingkungan The Antheia Project menyatakan "Indonesia darurat sampah styrofoam," dan mengajak masyarakat menyerukan "Say No To Styrofoam."

Dalam keterangannya pada Liputan6.com, Kamis, 24 November 2022, co-founder The Antheia Project, Ruhani Nitiyudo, berkata, "Kami ingin mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk bisa merawat alam dalam keseharian, agar bisa menciptakan kehidupan yang sehat dan harmonis dengan alam."

"Sampah styrofoam merupakan masalah yang harus segera diatasi dan membutuhkan komitmen dari seluruh lapisan masyarakat, serta pemerintah pusat dan daerah," tuturnya. "Kolaborasi dengan berbagai pemangku kepentingan juga diperlukan untuk mendukung gerakan dan semakin banyak orang yang terlibat untuk bersikap baik pada alam."

Ruhani kemudian secara gamblang menunjuk PT. Indofood CBP Sukses Makmur Tbk. karena salah satu produknya, POP MIE, masih menggunakan styrofoam. "Setiap kami melakukan aksi bersih-bersih, kemasan POP MIE tidak pernah absen dari tumpukan sampah yang kami temukan," katanya. 

2 dari 4 halaman

Mengirim Surat Terbuka

Lebih lanjut Ruhani berkata, "Kami menyerukan pada Indofood CBP Sukses Makmur untuk menghentikan penggunaan styrofoam atau kemasan sekali pakai yang tidak ramah lingkungan."

The Antheia Project, katanya, akan mengirimkan surat terbuka pada perusahaan-perusahan yang masih menggunakan styrofoam, menuntut mereka menghentikan penggunaan wadah makanan tersebut. "Ganti wadahnya dengan yang ramah lingkungan. Mari kita ciptakan lingkungan yang bebas dari sampah untuk kehidupan generasi muda di masa mendatang” ujar Ruhani.

Ruhani menambahkan, "The Antheia Project juga akan terus mengajak anak muda lebih menerapkan gaya hidup yang ramah lingkungan dari rumah, yaitu dengan mulai membiasakan diri memilah sampah. Selanjutnya, kami juga akan melaksanakan aksi bersih-bersih 'Antheia Beach Clean Up Vol. 4.'"

Kegiatan tersebut, Ruhani menjelaskan, merupakan aksi langsung turun ke lapangan, sehingga para peserta dapat melihat realita problem sampah, khususnya sampah styrofoam yang merusak lingkungan. "Perlu ditekankan lagi bahwa styrofoam adalah sampah abadi yang akan merusak lingkungan kita secara permanen," tegasnya.

3 dari 4 halaman

Kebijakan Terkait Sampah

Direktur Penanganan Sampah, Direktorat Jenderal Pengelolaan Sampah Limbah B3 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Novrizal Tahar, mengatakan bahwa pemerintah sangat mendukung dan mengapresiasi kampanye #SayNoToStyrofoam.

Ia berkata, "Kami akan support Beach Clean Up Vol. 4 pada 3 Desember (2022) mendatang. Semoga bisa memberikan pengaruh besar pada publik, terutama kalangan generasi muda. Seperti kita ketahui, sampah plastik (merupakan) masalah di seluruh dunia."

"Kalau sudah sampai laut, masalahnya selamanya. Styrofoam juga masalah plastik yang paling sulit diurai. Terkait dalam konteks itu, pemerintah sudah melakukan banyak hal tentang pengelolaan sampah plastik," imbuhnya.

"Dalam hal kebijakan, pemerintah memiliki kebijakan terkait pengurangan sampah plastik antara lain mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2018 tentang penanganan sampah laut. Kami memiliki target ingin mengurangi sampah plastik 75 persen tahun 2025," paparnya.

"Kami memiliki baseline data sampah plastik 2018 dan memiliki perhitungan sendiri dari Badan Riset dan Inovasi Nasional," tuturnya. "Kami akan mendorong road map 2030 antara lain single use plastic bag yang di dalamnya membahas sedotan dan styrofoam."

"Perlu banyak dukungan perilaku masyarakat untuk mendukung ini. Apa yang dilakukan oleh The Antheia Project sejalan dengan visi dan kebijakan pemerintah tentang single use plastic," tandasnya.

4 dari 4 halaman

Kolaborasi

Co-founder, sekaligus COO Garda Pangan, Dedhy Bharoto Trunoyudho, mengatakan, "The Antheia Project memiliki value yang sejalan dengan kami, yaitu kolaborasi. Bagi kami, kolaborasi dengan berbagai pihak adalah kunci menanggulangi masalah sampah."

Project Manager The Antheia Project, Ignatius Mario dan Puspa Salsabila, pun memberikan edukasi tentang pengelolaan sampah. "Pengelolaan sampah merupakan aktivitas untuk mengelola sampah dari awal hingga pembuangan, meliputi pengumpulan, pengangkutan, perawatan, dan pembuangan, diiringi monitoring dan regulasi manajemen sampah," kata Puspa.

Ia menyambung, "Styrofoam adalah salah satu jenis plastik yang tidak dapat terurai dengan sempurna dan bisa berubah jadi mikroplastik. Salah satu hal yang bisa dilakukan untuk menghindari pemakaian styrofoam untuk membungkus makanan adalah membawa wadah sendiri dari rumah."

Mario menambahkan, "Dampak sampah styrofoam akan dirasakan hingga ratusan tahun dan itu sangat membahayakan bagi segala aspek kehidupan, terutama kesehatan. Kami menghimbau pada seluruh generasi muda untuk mengurangi penggunaan styrofoam untuk Bumi yang lebih sehat. Mari mulai berkontribusi dengan repot membawa wadah makanan, minum, sendok makan, dan sedotan dari rumah."