Sukses

Singapura dkk Bakal Daftarkan Kebaya ke UNESCO, Bagaimana Nasib Usulan Indonesia?

Singapura memilih jalur multinasional untuk mendaftarkan kebaya ke UNESCO, sementara Indonesia masih keukeuh untuk mengajukan sendiri. Siapa yang bakal diterima UNESCO?

Liputan6.com, Jakarta - Singapura menggandeng tiga negara Asia Tenggara, yakni Malaysia, Thailand, dan Brunei Darussalam, untuk mendaftarkan kebaya sebagai warisan budaya dunia takbenda UNESCO pada Maret 2023. Sementara, Indonesia hingga saat ini akan mengajukan proposal serupa lewat jalur mandiri. Lalu, siapa yang akan diproses lebih dulu?

Rahmi Hidayati, pendiri Perempuan Berkebaya Indonesia (PBI), menyebut jika Singapura dkk sudah mendaftarkan kebaya ke UNESCO secara resmi, Indonesia akan berada di urutan ke-5 karena telat mendaftar. Menurut Rahmi, Singapura dkk lebih siap dibandingkan Indonesia dalam hal penyiapan dokumen (dosier) maupun dokumentasi pendukung, seperti foto dan video.

"Aturannya UNESCO soal pendaftaran ini bahwa negara-negara ini sudah melestarikan budaya itu selama 25 tahun terakhir. Kalau Singapura bisa buktikan 25 tahun lalu sudah pakai kebaya, mereka berhak mendaftarkan budaya takbenda asal Singapura," ujar Rahmi kepada wartawan, Jumat, 25 November 2022.

Jika merujuk pada sejarah, asal-usul kebaya bermula dari Indonesia dengan bukti sejumlah relief pada candi. Dari Indonesia, sejumlah orang yang beremigrasi ke negara-negara tetangga, seperti Malaysia dan Singapura, turut membawa budaya nenek moyang, termasuk kebaya.

"Kalau lihat sejarah yang memang dari Indonesia, sudah ada dari ratusan tahun. Tapi, bukan itu concern UNESCO... Di UNESCO bukan dilihat dari sejarah asal-usul kebaya, tapi sudah lestarikan dalam 25 tahun," sambung Rahmi.

Singapura, kata Rahmi, sebenarnya sudah mengajak Indonesia untuk bergabung dalam pengajuan multinasional kebaya sejak Desember 2021. Namun, wacana itu ditolak sebagian masyarakat yang meyakini bahwa Indonesia lebih berhak mengklaim kebaya sebagai warisan budaya takbenda berdasarkan latar belakang sejarah tersebut.

Di sisi lain, proses seleksi proposal tidak sederhana. Banyak dokumen dan data pendukung yang harus disiapkan, termasuk tahapan pengakuan warisan budaya dari tingkat daerah. Karena itu, keputusan untuk mengajukan sendiri kebaya ke UNESCO bisa dipandang merugikan Indonesia saat ini.

 

2 dari 4 halaman

Baru 2 Daerah

Sejauh ini, Rahmi menyebut baru dua daerah yang mengakui kebaya sebagai warisan budaya daerahnya, yakni kebaya encim dari DKI Jakarta dan kebaya labuh dari Riau. Sementara, pemerintah daerah di Jawa, baik Jawa Tengah, Barat, dan Timur, hingga Bali belum satu pun yang mengakui secara resmi kebaya sebagai warisan budaya daerah, meski penggunaannya banyak di daerah tersebut.

"Kalau pun mau (ajukan pendaftaran ke UNESCO), paling baru dua itu. Sementara, kebaya kutubaru, kebaya noni, kebaya Bali, kebaya Sumatera Barat basiba, masih belum terdaftar (di nasional)," ujarnya.

Setelah didaftarkan secara nasional dan diajukan ke UNESCO, tim khusus badan PBB itu nantinya akan mengkaji lebih lanjut dosier dan dokumentasi yang disertakan. Proses evaluasi kajian itu bisa memakan waktu dua tahun sebelum keluar penetapan resmi.

"Setahu saya, kebaya encim dan kutubaru yang mereka (Singapura dkk) yang mereka masukkan ke UNESCO," ujar Rahmi.

Kebaya yang dipakai di sana pun sebenarnya banyak dipesan dari Indonesia, terutama Malaysia mengimpor dari Bukittinggi, Sumatera Barat. Kalau pun mereka memproduksi di negaranya, tenaga kerjanya didatangkan dari Indonesia.

 

3 dari 4 halaman

Manfaat Pengakuan

Di sisi lain, kebaya juga harus bersaing dengan budaya nasional yang lain yang menunggu giliran untuk diajukan ke UNESCO. Rahmi mengingatkan setiap negara hanya berhak mendaftar satu budaya nasional mereka untuk diakui UNESCO per dua tahun. Pada tahun lalu, Indonesia menominasikan jamu sebagai warisan budaya takbenda dunia ke badan PBB itu dan sekarang masih berproses.

"Ada budaya lain, reog, segala macam. Mereka (reog) udah siap, mereka bergerak sejak 2011 untuk persiapkan reog... Sekarang tiba-tiba muncul kebaya, apa mereka mau melipir dulu? Itu pun tahun depan, enggak bisa tahun ini," tuturnya.

Rahmi menyebut pengakuan dari UNESCO itu akan bermanfaat dari segi ekonomi, khususnya terkait bujet pelestarian dan kesempatan untuk difasilitasi dalam hal sosialisasi. Jika tidak terdaftar, anggaran dan kerja pelestarian harus dilakukan mandiri oleh Indonesia.

Menurut dia, yang terpenting saat ini adalah seluruh elemen bangsa benar-benar bergerak memperkenalkan ke dunia bahwa sejarah kebaya itu dari Indonesia. "Itu yang harus digaungkan ke dunia. Bahwa mereka misalnya sekarang sudah terdaftar, yang penting dunia tahu asal-usulnya dari Indonesia," ucapnya.

"Cara paling gampang, kita berkebaya saat jalan-jalan ke luar negeri," imbuh dia.

 

4 dari 4 halaman

Pengajuan Singapura dkk

Sebelumnya, mengutip laporan The Straits Times, Kamis, 24 November 2022, National Heritage Board (NHB) atau Dewan Warisan Nasional pada Rabu, 23 November 2022, mengatakan upaya pengajuan kebaya oleh Singapura dan tiga negara lain akan menjadi nominasi multinasional pertama Singapura untuk UNESCO Representative List of the Intangible Cultural Heritage of Humanity (Daftar Perwakilan Warisan Budaya Takbenda Kemanusiaan UNESCO). Upaya tersebut dijadwalkan untuk diserahkan pada Maret 2023.

"Kebaya adalah pakaian tradisional wanita yang populer di wilayah tersebut," kata NHB, dan "mewakili dan merayakan sejarah bersama di wilayah tersebut, mempromosikan pemahaman lintas budaya dan terus hadir dan secara aktif diproduksi dan dikenakan oleh banyak komunitas di Asia Tenggara".

CEO NHB Chang Hwee Nee mengatakan: "Kebaya telah, dan terus menjadi, aspek sentral dalam representasi dan tampilan warisan budaya dan identitas Melayu, Peranakan dan komunitas lainnya di Singapura, dan merupakan bagian integral dari warisan kami. sebagai kota pelabuhan multikultural, dengan hubungan lintas Asia Tenggara dan dunia.”

Dia menambahkan bahwa nominasi bersama "menggarisbawahi multikulturalisme ini dan akar bersama kita dengan wilayah tersebut".

NHB mengatakan Malaysia telah mengusulkan dan mengoordinasikan nominasi multinasional, dan gagasan itu dibahas sebagai bagian dari rangkaian rapat kerja di antara sejumlah negara pada 2022. Brunei, Malaysia, Singapura dan Thailand setuju untuk bekerja sama dalam nominasi, kata dewan tersebut, seraya menambahkan bahwa keempat negara tersebut menyambut negara lain untuk bergabung dalam nominasi tersebut.