Sukses

Cerita Akhir Pekan: Jaminan Tempat Makan Halal dan Pengaruhnya pada Pariwisata

Indonesia punya persoalan mendasar soal kesadaran tempat makan untuk memiliki sertifikat halal di restoran

Liputan6.com, Jakarta - Makanan sering kali menjadi daya tarik dari destinasi wisata selain keindahan alamnya. Ada anggapan kalau jaminan halal dalam beberapa bidang seperti kuliner atau makanan sangat berpengaruh pada perkembangan pariwisata di negara dengan mayoritas muslim seperti Indonesia.

Namun, ada kalanya makanan halal sulit ditemui wisatawan muslim di sebuah destinasi wisata. Menurut Afdhal Aliasar selaku Direktur Industri Produk Halal KNEKS (Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah), makanan halal penting tersedia di destinasi wisata di seluruh dunia, tak terkecuali Indonesia.

"Halal bukan hanya tentang proses. Halal bagi traveler muslim itu layanan khusus. Itu makanya makanan halal diterima di seluruh dunia karena halal adalah bagian dari layanan yang dibutuhkan," terang Afdhal pada Liputan6.com, Jumat, 25 November 2022.

Menurutnya, layanan kuliner halal yang diberikan oleh restoran dapat menarik lebih banyak wisatawan atau turis muslim. "Ini bisnis. Kalau tidak membuat atau menyediakan makanan halal, mereka akan kehilangan sebagian pendapatannya karena wisatawan muslim tiak mau makan di sana," ucap Afdhal.

Ia mencontohkan di Bali di Bangkok. Meski dinilai banyak memiliki makanan non-halal, ada sejumlah restoran Padang yang dapat dijangkau oleh umat muslim. "Masyarakat Bali mayoritas Hindu, Bangkok mayoritas Buddha, tetapi jangan lupa ada banyak Muslim traveler atau visitor, itu makanya ada banyak makanan halal di Bangkok dan Bali, makanan halal diperlukan," ujar Afdhal.

"Makanan halal itu basic (hal mendasar) buat orang muslim karena berkaitan dengan kepercayaan," lanjutnya. Menurut Afdhal, pihaknya mendorong destinasi-destinasi wisata yang ada di Indonesia untuk mampu meningkatkan extended services-nya seperti jaminan makanan halal demi menyambut tamu para wisatawan baik lokal maupun internasional.

Pendapat senada datang dari Hafizuddin Ahmad, pengamat wisata halal sekaligus Sekertaris Dewan Pengawas Syariah Majelis Ulama Indonesia (MUI).  Menurut Hafizuddin, wisata halal tak hanya soal ibadah ritual, kewajiban seorang muslim untuk mengonsumsi makanan halal membutuhkan jaminan dari pengelola restoran.

Ia mengatakan, Indonesia punya persoalan mendasar soal kesadaran untuk memiliki sertifikat halal di restoran. Hal itu disebabkan karena faktor budaya dan sosial, karena Indonesia menjadi negara dengan jumlah penduduk muslim terbesar di dunia.

2 dari 4 halaman

Daya Tawar

 

Hal itu menimbulkan persepsi di publik, sertifikasi halal tidak penting karena tak mungkin warga muslim yang membuka restoran menjual makanan haram.  Namun bagi Hafizuddin, penting bagi sebuah restoran atau tempat makanan punya sertifikat halal, karena para pengunjung muslim akan merasa lebih tenang saat bersantap di restoran yang punya jaminan halal lebih jelas.

Dengan begitu, mereka akan merekomendasikan tempat tersebut kepada keluarga, teman maupun wisatawan muslim lainnya. Imbasnya, restoran jadi lebih dikenal dan kemungkinan besar akan didatangi lebih banyak pengunjung. Namun hal itu menrut Hafizuddin masih belum dianggap terlalu penting bagi sebagian pengelola restoran halal di Indonesia.

"Anggapan sebagian pengelola, Indonesia ini kan mayoritas muslim, jadi gampang mencari restoran halal. Apalagi kalau pemiliknya sudah berstatus haji, masa tidak halal? Sementara, wisatawan luar negeri dia tidak melihat pemiliknya, tapi apa buktinya, yaitu sertifikat halal," tuturnya.

Hafizuddin menambahkan, Indonesia memiliki kelebihan sebagai negara mayoritas muslim. Namun, kelebihan itu nyatanya menjadi salah satu kekurangan dari Indonesia akan kesadaran soal sertifikat halal yang dapat menjadi bukti dan daya tawar di mata wisatawan muslim mancanegara.

"Ada juga yang bilang, sertifikat itu lebih penting buat restoran-restoran besar, padahal sebenarnya penting juga buat semua restoran. Para wisman muslim itu justru banyak yang mencari restoran kecil yang anti mainstream, jadi potensnya juga cukup besar," jelas Hafizuddin. Lalu, bagaimana dengan pengelolaan restoran yang menyajikan makanan halal?

 

 

3 dari 4 halaman

Label Halal

 

Pemilik restoran Chic N' Chiz di kawasan kampus Bina Nusantara (Binus) di Jakarta Barat, Suryanto Wijaya mengakui, sangat penting bagi konsumen unruk mengetahui bahwa restoran miliknya menyajikan makanan halal. Ia pun mencantumkan label halal di tempat usahanya. Meski begitu, Suryanto mengakui belum memiliki sertifkat halal yang kini dikelola oleh Kementerian Agama (Kemenag) setelah sebelumnya dijalankan oleh MUI (Majelis Ulama Indonesia).

"Kalau menurut saya, sertifikat halal memang penting, tapi rasanya lebih penting untuk restoran-restoran besar. Kalau bagi kita yang termasuk restoran UMKM, biaya sertifikasi halal cukup mahal dan berliku-liku prosesnya," kata Suryanto pada Liputan6.com, Sabtu, 26 November 2022. "Ya sertifikat halal mungkin saja bisa berpengaruh, bisa memambah jumlah tamu. Tapi untuk detailnya kami kurang tahu karena selama ini tidak banyak yang menanyakannya," tambahnya.

Ia mengakui, terkadang ada yang suka menanyakan apakah tempat makan miliknya menyajikan makanan halal atau tidak. Ia selalu menerangkan dan meyakinkan para pengunjung bahwa mereka adalah restoran yang menghidangkan makana halal.

"Kami juga sudah mencantumkan tulisan ‘Halal’ kaena memang tidak menggunakan alkohol, daging babi dan semua turunannya. Tapi memang belum ada sertifikat resmi dari lembaga yang mengeluarkan sertifikat halal," tuturnya.

4 dari 4 halaman

Pengajuan Sertifikat

Masalah sertifikat halal juga diutarakan pengelola restoran Ono Steak yang sudah punya beberapa cabang di Jabodetabek dan Lampung. Menurut Syanne Susita selaku Marcomm PT Ono Steak Indonesia, sertifikat halal saat ini sangat penting. Itu karena banyak pelanggan yamg concern dengan masalah makanan, apakah makanan yang disantapnya halal atau tidak.

Meski begitu, Syanne mengatakan pihaknya sudah berencana mengajukan sertifikat halal tapi sampai saat ini belum dilakukan. "Kita pernah mau mau ajukan sertifikat halal tetapi persyaratannya ternyata cukup rumit. Jadi, untuk saat ini memang belum diajukan," kata Syanne pada Liputan6.com, Jumat, 25 November 2022.

Ia menambahkan, cukup banyak pelanggan yang menanyakan, terutama lewat media sosial, untuk engecek kehalalan daging dan juga bumbu-bumbu yang kita gunakan (pakai mirin atau tidak). "Kita selalu jelaskan kalau kita menyajikan makanan halal termasuk bumbu-bumbnya," terangnya.

Meski begitu, Syanne mengatakan masih ada kemungkinan untuk mengajukan sertifikat halal nantinya. "Harapannya dengan adanya sertifikat halal, tentunya akan lebih banyak tamu yang datang," pungkasnya.