Sukses

Desain Kota Terapung yang Diklaim Mampu Jadi Solusi Krisis Iklim

Sederet proyek kota terapung ini dibangun di lokasi yang rentan terhadap perubahan lingkungan.

Liputan6.com, Jakarta - Berkaca pada naiknya permukaan laut dan banjir ekstrem pada 2022, gagasan tentang "kota anti-krisis iklim" mungkin saja membuat orang mengernyitkan dahi. Namun, peserta KTT Business of Design Week (BODW) 2022 Hong Kong akan dipaparkan contoh kota terapung yang sedang dibangun di lokasi yang rentan terhadap perubahan lingkungan.

Melansir SCMP, Minggu, 27 November 2022, diselenggarakan pada 30 November--3 Desember 2022, BODW ke-20 akan jadi yang pertama sejak 2018 yang dapat dihadiri langsung oleh para pembicara internasional. Tema tahun ini adalah "Desain untuk Perubahan," dengan fokus pada lima pilar: transformasi merek, budaya dan kota, metaverse dan metaliving, model perkotaan baru, serta inovasi desain sosial.

KTT ini akan menampilkan bakat desain terkenal dari Hong Kong, bersama lebih dari 60 rekan mereka di seluruh dunia, membahas "masa depan kita karena desain mengambil peran sebagai kekuatan untuk kebaikan," kata ketua Hong Kong Design Centre, Eric Yim.

Selama diskusi panel tentang "Model Perkotaan Biru: Membangun Lingkungan Tahan Iklim," hadirin akan mendengar paparan dua arsitek Belanda yang saat ini sedang membangun struktur kota di atas air. Proyek kota terapung oleh Koen Olthuis, CEO di Waterstudio.NL, termasuk sebuah kota di Maladewa.

Juga, sebuah teater di Lyon, Prancis; sebuah taman terapung di Amsterdam, Belanda; dan rumah di Miami, AS. Contoh lain, oleh Marthijn Pool, salah satu pendiri Space&Matter, adalah kota terapung mandiri di Amsterdam.

Sara Klomps, direktur di Zaha Hadid Architects, akan menambah diskusi, mencakup tanggung jawab arsitek dan perencana kota untuk membangun bangunan rendah emisi. Olthuis, yang berasal dari Belanda, di mana 20 persen daratannya berada di bawah permukaan laut, percaya bahwa struktur terapung "memecahkan banyak masalah dalam evolusi kota."

 

 

2 dari 4 halaman

Meneliti Kemungkinan Kota Terapung

Mengingat percepatan perubahan iklim, Olthuis menilai dunia berada pada titik kritis. Bahkan untuk Hong Kong, kota padat yang dikelilingi air, "logis" membangun kota di atas air. "Mengapa kita tidak meneliti kemungkinannya?" ia bertanya.

Salah satu keuntungannya adalah umur panjang, katanya. "Sebuah bangunan di atas tanah mungkin bertahan, katakanlah, 30 atau 50 tahun sebelum situs tersebut dibangun kembali untuk penggunaan lain. Di atas air, sebuah struktur dapat dikonfigurasi ulang untuk menanggapi perubahan permintaan" tuturnya.

Ia menyambung, "Responsnya tidak hanya fleksibel, tapi juga lebih cepat, jadi kami meningkatkan kinerja kota kami."

Olthuis mengatakan, teknologi memungkinkan penggunaan air laut untuk pendinginan dan pemanasan, juga ladang surya terapung untuk produksi energi. "Bagi kami, laut mewakili banyak baterai biru," katanya.

Infrastruktur terapung, tegasnya, adalah "benar-benar" solusi di tempat-tempat di mana permukaan laut naik. Di Maladewa, sebuah kepulauan dari pulau-pulau dataran rendah yang terkenal tenggelam karena perubahan iklim, Waterstudio telah merancang kota terapung untuk 20 ribu orang.

 

3 dari 4 halaman

Proyek Kota Terapung

Terletak di laguna berjarak 10 menit dengan perahu dari ibukota Male, itu akan terdiri dari 5.000 unit rumah, restoran, toko dan sekolah yang dihubungkan jalan terapung. Penghuni pertama akan mulai pindah pada awal 2024, dan seluruh kota dijadwalkan selesai pada 2027.

Di Panama, di mana rumah-rumah di beberapa pulau terancam oleh naiknya Laut Karibia, Waterstudio telah merancang serangkaian SeaPods. Itu merupakan tempat tinggal seluas 77 meter persegi yang bertengger di atas panggung di laut.

Warga, yang akan mulai pindah pada akhir 2023, akan mendapat bahan makanan mereka yang dikirim dengan drone, sampah mereka dikumpulkan kapal otonom, dan akan bepergian dengan perahu kecil.

Untuk negara-negara kecil yang terancam naiknya permukaan laut atau kerusakan akibat badai, Waterstudio juga menawarkan desain infrastruktur fungsional penting seperti pembangkit listrik terapung, petak pertanian, dan fasilitas perawatan kesehatan.

Teknologi memungkinkan struktur seperti itu untuk merespons secara dinamis terhadap berbagai jenis fluktuasi air, dari pergerakan pasang surut harian hingga perubahan iklim yang merambat secara bertahap, bahkan peristiwa ekstrem seperti tsunami.

Soal dampak terhadap lingkungan laut, Olthuis memastikan "positif." Meski pod apung yang dikembangkan Waterstudio terbuat dari beton, ia mengatakan, mereka mendorong karang dan ganggang untuk tumbuh.

"Saya pikir kita akan melihat arsitektur semacam ini di mana-mana yang membutuhkan ruang dan fokus pada keberlanjutan," tuturnya.

 

4 dari 4 halaman

Respons Lebih Dinamis

Pool setuju bahwa kenaikan permukaan laut membutuhkan respons lebih dinamis terhadap pembangunan perkotaan. Proyek Schoonschip terapung yang dirancang Space&Matter terdiri dari 46 tempat tinggal yang dihubungkan dermaga dan menampung 150 orang.

Pool mengatakan, proyek di Amsterdam ini didorong komunitas, bukan pengembang, setelah penggagas lokal Marjan de Blok "merasa terinspirasi untuk menciptakan lingkungan hemat energi, di luar jaringan di atas air dengan teman dan kenalan yang berbagi mimpinya."

Dalam skala kecil, Pool menjelaskan, Schoonschip menerapkan solusi inovatif untuk tantangan yang ditimbulkan perubahan iklim. Tinggal di bangunan prefabrikasi yang ramah lingkungan, penghuni berbagi sumber daya yang sama, mulai dari mobil listrik hingga energi bersih yang dihasilkan sendiri.

"Dibangun di atas model komunitas melingkar, panel surya atap rumah terhubung ke jaringan pintar di mana penghuni dapat menukar energi dengan bantuan teknologi blockchain," kata Pool. "Penukar panas terendam digunakan untuk pemanasan dan pendinginan, serta sistem saluran pembuangan adalah loop tertutup, terhubung ke biorefinery kecil."

Karena semakin banyak lingkungan terapung yang direalisasikan secara global, Pool mengatakan banyak pembelajaran yang dapat diterapkan pada arsitektur di darat. "Dalam menghormati lingkungan alam, pengguna jadi lebih sadar akan sumber daya, jadi kami mengurangi konsumsi," katanya. "Ini memungkinkan kami mengembangkan pendekatan yang sangat melingkar untuk pembangunan perkotaan."