Liputan6.com, Jakarta Dalam rangka memberikan rasa aman dan menjamin kepentingan masyarakat sebagai konsumen, pelabelan produk air minum dalam kemasan (AMDK) plastik polikarbonat yang mengandung senyawa Bisphenol A (BPA) harus segera diberlakukan. Pelabelan tersebut juga ditujukan untuk meminimalisir risiko kesehatan yang ditimbulkan oleh BPA.
Pesan tegas tersebut disampaikan dalam forum para pakar dan praktisi bertema “Expert Forum: Urgensi Pelabelan BPA pada Produk Air Minum dalam Kemasan untuk Keamanan Konsumen" bertempat di Gedung Makara Universitas Indonesia, Rabu (23/11/2022).
Forum tersebut mempertemukan pakar dan praktisi dari berbagai bidang, seperti kesehatan, hukum, ekonomi, dan pelaku industri itu sendiri.
Advertisement
Deputi Bidang Pengawasan Pangan Olahan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Rita Endang mengatakan bahwa BPA bukan hanya persoalan di tingkat nasional, tapi sudah menjadi permasalahan global. Ia pun menegaskan bahwa persoalan global ini harus cepat ditangani.
“Kami tidak mau menunggu ada kasus terlanjur banyak atau sudah sangat kritis baru bertindak, kalau ada persoalan harus segera ditangani. BPOM hadir untuk melindungi keselamatan masyarakat,” tambah Rita.
Pakar material dari Departemen Teknik Metalurgi dan Material Fakultas Teknik Universitas Indonesia, Prof. Mochamad Chalid juga memaparkan risiko cemaran BPA dalam kemasan pangan yang disebutnya berbahaya karena digunakan tidak sesuai aturan.
“Pelepasan BPA dapat terjadi melalui peluruhan polikarbonat dengan adanya air pada suhu dalam waktu tertentu,” katanya.
Suhu dan waktu menjadi kunci terhadap pelepasan senyawa BPA dari galon polikarbonat ke air minum, antara lain yang paling besar potensinya terjadi saat transportasi galon dari sistem produksi ke konsumen dan karena galon digunakan berulang-ulang.
Bagi Chalid, pelabelan tentang BPA menjadi penting untuk menjamin kesehatan konsumen. Ia juga mengajak masyarakat untuk mengambil sikap, dengan mengenali produk kemasan yang digunakan dan menggunakannya dalam batas aman.
Mengenai besarnya sorotan media dan masyarakat pada galon BPA bekas pakai, Chalid mengatakan hal itu terjadi karena sudah ada temuan yang mengkhawatirkan berdasarkan hasil survei BPOM di lapangan.
Hal ini berbeda dengan senyawa Ethylene Glycol (EG) pada plastik kemasan sekali pakai dari jenis Polyethylene Terephthalate (PET), yang sejauh ini belum ditemukan bukti adanya peluruhan yang mencemari air minum di dalam galon PET.
“Jadi wajar saja galon polikarbonat jadi prioritas (untuk dipasangi label peringatan), karena berdasarkan hasil temuan BPA yang sudah ada,” katanya.
Dilindungi oleh UU Perlindungan Konsumen
Dalam kesempatan yang sama, pakar Hukum Perlindungan Konsumen dan Ketua Lembaga Konsultasi Bantuan Hukum dan Pilihan Penyelesaian Sengketa FHUI Dr. Henny Marlyna mengatakan bahwa konsumen Indonesia dilindungi oleh hukum, sebagaimana diatur dalam Undang-undang No.8/1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK).
“Tujuannya antara lain menciptakan sistem Perlindungan Konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum, keterbukaan informasi, dan akses untuk mendapatkan informasi,” tuturnya.
Menurutnya, hukum ini bertujuan untuk menumbuhkan kesadaran pelaku usaha tentang pentingnya Perlindungan Konsumen, sehingga menumbuhkan sikap jujur dan bertanggung jawab dalam berbisnis.
"Dengan adanya hukum Perlindungan Konsumen ini, maka diharapkan para pelaku usaha meningkatkan kualitas barang atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen,” terang Henny.
Hennny juga mengingatkan kepada para pelaku usaha, dalam hal ini yang terkait dengan bisnis air minum dalam kemasan galon bekas pakai yang mengandung BPA untuk memberikan info yang benar, jelas, dan jujur.
"Bahwa sesuai hukum mereka punya kewajiban untuk memberikan info yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang, serta memberikan penjelasan penggunaan, perbaikan, dan pemeliharaannya," tegasnya.
Advertisement
Label Adalah Hak Konsumen
Dilihat dari pendekatan secara ekonomi, Konsultan Senior di Institut Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia Dr. Tengku Ezni Balqiah mengatakan bahwa label pada kemasan galon air minum bisa dilihat sebagai peringatan oleh konsumen.
“Konsumen akan melihat risiko dan manfaat dari memilih produk air minum yang dilabeli,” kata Tengku Ezni.
“Label adalah hak konsumen yang membantu memberikan perlindungan kepada mereka," tambahnya.
Ia pun menjelaskan bahwa berdasarkan hasil penelitian yang dipublikasikan pada 2022, label yang memberi peringatan tentang bahaya plastik akan mengurangi ketidakseimbangan informasi dan justru akan semakin meningkatkan efisiensi pasar.
Dengan pelabelan BPA, literasi masyarakat tentang potensi bahaya kesehatan juga semakin tinggi, sehingga lebih efisien dalam memilih produk yang akan dikonsumsi.
“Oleh karenanya, jelas bahwa pelabelan ini tidak akan mematikan industri AMDK,” jelas Tengku Ezni.
Sehatkan Iklim Industri AMDK
Dari sisi industri, Asosiasi Produsen Air Minum Kemasan Nasional, (ASPRAMINAS) meyakini bahwa rencana pelabelan oleh BPOM untuk kandungan BPA yang di atas ambang batas, justru akan mempersehat iklim industri AMDK.
"Kami selaku pengusaha AMDK meyakini bahwa pelabelan ini tidak akan mengganggu pertumbuhan industri, oleh karenanya kami mendukung penuh pelabelan BPA yang dikeluarkan oleh BPOM sebagai otoritas keamanan pangan tertinggi,” ungkap ketua ASPARMINAS Johan Muliawan.
Menurut Johan, permintaan air minum dalam kemasan akan terus meningkat sejalan pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan penduduk di Indonesia.
“Sebagai pelaku industri, kami berkomitmen untuk terus melakukan usaha peningkatan kualitas produk air minum dalam kemasan. Usaha pelabelan BPA ini kami sikapi sebagai pemacu untuk berinovasi dan menciptakan produk AMDK berkualitas dari sisi kesehatan maupun keamanan kemasan,” jelasnya.
Johan menambahkan bahwa saat ini selain galon berbahan polikarbonat (PC), banyak perusahaan besar AMDK yang sudah mulai beralih memproduksi Galon polietilena tereftalat (PET) yang didesain guna ulang. Galon PET memiliki fungsi sama, namun dengan harga bahan baku yang relatif lebih murah dan sehat.
Pada kesempatan lain, Ketua Gabungan Produsen Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI) Adhi S. Lukman percaya bahwa keputusan yang diambil pemerintah tentu berdasarkan kajian yang mendalam sebagai upaya perlindungan bagi konsumen.
Kajian ini juga melihat pada referensi di negara-negara maju yang telah melarang penggunaan BPA.
"Label peringatan tentang kandungan BPA, adalah usaha untuk memberikan kepastian bagi konsumen dalam mengonsumsi produk yang terjamin keamanan dan kesehatannya," katanya.
"Oleh karenanya GAPMMI mengajak industri untuk saling berkolaborasi menciptakan alternatif-alternatif kemasan yang lebih aman,” sambung Adhi.
Selain itu, Adhi juga meyakini bahwa Galon berbahan dasar PET yang telah banyak digunakan oleh industri AMDK besar adalah alternatif yang bukan hanya memiliki nilai kesehatan lebih tinggi, namun juga lebih ekonomis.
“Bila galon berbahan PET digunakan ulang akan mampu menghemat biaya produksi dengan signifikan yang pada akhirnya memacu pertumbuhan industri AMDK, tak terkecuali industri kecil menengah,” jelasnya.
GAPMMI siap mendukung setiap langkah pelaku usaha untuk terus maju seiring dengan perkembangan teknologi. Adhi pun berharap dengan demikian semua pelaku usaha mematuhi ketentuan yang ada, dan berpikir positif untuk mendukung tumbuh kembangnya industri.
“Kami mempercayai bahwa BPOM punya skala prioritas, dan telah memiliki rencana komprehensif, mana yang diatur saat ini dan mana yang kemudian. Kesemuanya tentu berdasarkan kajian ilmiah yang sahih,” tutupnya.
Untuk itu, sebagai antisipasi migrasi BPA pada produk galon polikarbonat yang beredar masif di Indonesia, per November 2021, BPOM telah mengeluarkan Rancangan Peraturan BPOM tentang Perubahan Kedua atas Peraturan BPOM Nomor 31 Tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan.
Pada tiga pasal yang dimuat, dinyatakan bahwa produsen air minum galon berbasis polikarbonat wajib memasang label “Berpotensi Mengandung BPA”, terhitung tiga tahun sejak peraturan disahkan.
(*)
Advertisement