Liputan6.com, Jakarta - Piala Dunia 2022 saat ini sedang berlangsung di Qatar. Perhelatan empat tahunan sekali tersebut tentunya meningkatkan sektor pariwisata yang sempat terpuruk akibat pandemi COVID-19. Setidaknya Qatar telah menerima lebih dari 1 juta turis hingga saat ini.
Hal tersebut bisa tercapai dengan usaha yang diberikan Qatar dan dibantu oleh negara-negara tetangganya. Demi meningkatkan pariwisata, Qatar juga ikut mempromosikan kegiatan lokal, termasuk menunggang unta.
Permintaan menunggang unta mengalami lonjakan permintaan sejak Piala Dunia dimulai pada 20 November 2022 lalu. Dilansir Fox News, Kamis, 1 Desember 2022, para penggembala unta tentu memanfaatkan momentum tersebut demi meningkatkan bisnis mereka.
Advertisement
Baca Juga
Kepada AP News, sebuah perusahaan mengatakan bahwa mereka telah merasakan peningkatan jumlah turis yang menunggang unta setiap harinya. Biasanya hanya 20 orang pada hari kerja dan 50 orang pada akhir pekan yang ingin merasakan atraksi lokal tersebut.
Namun, saat Piala Dunia 2022 dimulai, di pagi hari permintaan menunggang unta meningkat sampai 500 orang, dan 500 lainnya di malam hari. "Ada banyak uang yang masuk. Terima kasih Tuhan, tapi ini banyak tekanan," ungkap seorang penggembala unta, Ali Jaber al Ali.
Hal tersebut juga membuatnya memiliki 60 unta yang tadinya hanya 15 ekor. Namun, akibat terlalu banyak permintaan, tentu hal tersebut juga mengorbankan fisik dari unta. Sebab, waktu istirahat mereka jadi lebih sedikit dibandingkan biasanya.
Di hari biasa, seekor unta beristirahat sekitar 10-30 menit. Kini, karena antrean turis makin panjang, hewan-hewan tersebut ditunggangi 15-40 orang tanpa istirahat sama sekali. Hal ini juga yang akhirnya membuat aktivis hak hewan tidak senang dan melihatnya sebagai eksploitasi.
"Pencambukan, pemukulan, cedera, dan kelelahan adalah norma di mana pun hewan dipaksa untuk mengangkut turis. Apakah itu unta yang membawa orang dalam panas terik di Qatar atau Giza, kuda yang menarik kereta melalui jalan-jalan yang tersumbat di Kota New York , atau keledai yang mengangkut ratusan orang," kata Manajer Hubungan Media di PETA, Catie Cryar.
Bahaya Lain Unta
"PETA mengingatkan para pengunjung Piala Dunia dan seluruh dunia bahwa tidak ada panti jompo bagi hewan-hewan ini, yang dikirim saat mereka sudah tidak berguna lagi. Jadi, cara terbaik untuk membantu mereka adalah dengan menolak untuk ditunggangi," tambahnya.
Bukan hanya soal kelelahan yang melanda para unta, ada juga bahaya yang mengintai para wisatawan. Para ilmuwan telah memperingatkan para penonton FIFA Piala Dunia 2022 di Qatar akan potensi penyebaran penyakit menular.
Selain COVID-19 dan cacar monyet, penyakit menular juga bisa disebabkan oleh kelompok virus corona berasal dari unta, yakni sindrom pernapasan Timur Tengah (MERS). Antara 20 November sampai 18 Desember 2022, sekitar 1,5 juta orang dari berbagai negara akan berbondong-bondong datang ke Qatar untuk menyaksikan Piala Dunia 2022.
Peneliti di jurnal New Microbes and New Infections mengatakan acara massal seperti ini bisa menimbulkan risiko penyebaran penyakit menular. Risiko semakin tinggi jika melihat keadaan dan kondisi saat ini, ketika dunia masih mengalami krisis kesehatan.
Advertisement
Ancaman Penyakit
Selain risiko penyebaran COVID-19 dan cacar monyet, peneliti juga menyoroti ancaman penyakit MERS yang perlu diwaspadai oleh para wisatawan di Qatar. Hal yang sama juga dilontarkan oleh Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Eropa yang memperingatkan adanya potensi ancaman penyakit menular selama Piala Dunia, termasuk COVID-19, MERS-CoV, dan cacar monyet.
MERS sendiri sama seperti COVID-19, disebabkan oleh virus corona. Virus corona ini berasal dari kelelawar, tapi unta adalah reservoirnya dan sering menyebarkan patogen jahat ini ke manusia. Gejala MERS mirip dengan COVID-19, seperti demam, batuk, dan sesak napas.
Sejauh ini, Qatar yang berpenduduk sekitar 2,9 jiwa telah melaporkan total 28 kasus MERS. Qatar menemukan tiga kasus MERS pada 2022. Jumlahnya mungkin sedikit, tapi menurut para peneliti, kelompok rentan seperti orang dengan sistem kekebalan lemah atau punya penyakit kronis seperti diabetes atau jantung harus waspada terhadap penularan penyakit MERS dan sebisa mungkin menghindari kontak dengan unta.
Mereka yang punya risiko lebih besar terkena penyakit parah disarankan untuk menghindari kontak dengan unta dromedaris, minum susu unta mentah atau air seni unta, atau makan daging yang belum dimasak dengan benar.
Tidak Netral Karbon
Sejak awal, beberapa kontroversi tentang Piala Dunia 2022 ini mungkin pernah terdengar. Mengutip The Vox, Minggu (20/11.2022), sejak FIFA, Badan Pengatur Sepak Bola Internasional memberikan Piala Dunia 2022 kepada Qatar pada 2010, turnamen ini telah terjerat dalam jaringan skandal yang kusut.
Jaringan itu mencakup segala sesuatu mulai dari tuduhan korupsi dan penyuapan selama proses penawaran untuk menjadi tuan rumah turnamen, hingga tuduhan bahwa Qatar menggunakan acara tersebut untuk "mencuci olahraga" catatan pelanggaran hak asasi manusianya. Setidaknya 6.500 buruh migran telah meninggal di Qatar sejak turnamen tersebut diberikan kepada negara tersebut pada 2010 silam.
Kabar ini kemudian diperburuk dengan keputusan kontroversial FIFA untuk memindahkan jadwal ke musim dingin di belahan bumi utara untuk menghindari musim panas Qatar yang sangat panas. Selain itu, FIFA juga telah berjanji bahwa turnamen tahun ini akan menjadi Piala Dunia pertama yang netral karbon dalam sejarah kompetisi.
Tetapi para peneliti yang telah mempelajari rencana keberlanjutan turnamen mengatakan bahwa janji itu bergantung pada beberapa penghitungan. Rencana penyelenggara untuk membeli offset karbon dalam memenuhi janji netralitas karbon mereka nyatanya tak terpenuhi.
Untuk mengimbangi jejak emisi total turnamen, penyelenggara perlu membeli sekitar 3,6 juta kredit, setengahnya telah mereka setujui untuk dibeli dari kelompok yang disebut Global Carbon Council. Tetapi, sejauh ini mereka hanya telah telah membeli kurang dari 350.000 kredit, menurut pengungkapan publik oleh pihak FIFA.
Namun terlepas dari namanya, Global Carbon Council sebenarnya bukan lembaga internasional. Sebaliknya, lembaga ini berbasis di Qatar dan terhubung dengan entitas milik negara Qatar. Hubungan dengan pemerintah Qatar ini kemudian menimbulkan pertanyaan serius tentang independensi standar.
Advertisement