Liputan6.com, Jakarta Sosok Ki Ageng Rangga Sasana yang lebih dikenal sebagai Rangga Sasana atau Lord Rangga dikabarkan meninggal dunia. Pria bernama asli Edi Raharjo itu berpulang hari ini, Rabu (7/12/2022) pagi di Brebes, Jawa Tengah.
Mengutip kanal Regional Liputan6.com, berita duka tersebut dibenarkan Erwin Syahduddi, pengacara yang pernah menangani kasus penyebaran hoaks dan membuat keonaran. "Kebetulan tadi pagi konfirmasi ke anaknya, memang kabarnya benar dan anaknya juga sedang perjalanan ke Brebes dari Bekasi," sebut Erwin saat dihubungi.Â
Advertisement
Baca Juga
Erwin mengatakan belum mengetahui pasti penyebab kematian mantan kliennya itu. "Untuk penyakitnya apa, keluhannya apa masih belum kita dalami karena suasana saat ini masih berkabung," sebutnya lagi.
Semasa hidupnya Lord Rangga sangat identik dengan topi baret. Ia kerap menggunakannya di berbagai kesempatan, hingga menjadi ciri khas saat orang mengingat sosok kontroversialnya. Â
Mengutip dari laman mentalitch, Rabu (7/12/2022), topi baret disebut sebagai salah satu tutup kepala yang paling dikenal dalam sejarah. Jenis topi ini dikenakan oleh selebritas dan tokoh politik legendaris yang tak terhitung jumlahnya dan tidak hanya di satu negara, tapi hampir seluruh dunia.
Namun topi baret tidak selalu menjadi penutup kepala yang dikenakan oleh elit atau kelas atas, baret terlihat dominan pada kepala kelas bawah yang berprofesi sebagai petani atau seniman di masa lalu. Berikut ulasan sejarah topi baret yang dirangkum Liputan6.com dari berbagai sumber.Â
Kombinasi Dua Bentuk
Sejarawan percaya bahwa topi baret berasal dari kombinasi dua jenis topi yang berasal dari Yunani kuno. Topi ini disebut pileus, yaitu topi yang berbentuk kerucut, dan petasos, topi datar yang pinggirannya lebar untuk menghalangi sinar matahari.
Dalam sejarahnya bentuk pileus dan petasos terlihat di berbagai potongan, lukisan, dan pahatan yang ditemukan di Yunani dan di makam di sekitar Denmark dan Italia yang dibangun selama Zaman Perunggu. Semua topi ini terbuat dari wol.
Selama abad ke-13, topi yang mirip dengan pileus dan petasos itu menjadi sangat populer di kalangan penduduk lokal Eropa, dan topi ini seluruhnya terbuat dari kain kempa. Kemudian dibuat juga dalam bahan felt, yang terdiri dari wol yang dicampur dengan air dan ditekan serta dipadatkan bersama untuk membentuk tekstil yang lebih kuat dan kokoh dari wol biasa.
Namun, kain flanel tidak benar-benar digunakan untuk hiasan kepala sebelum abad ke-13. Lantaran bahan ini pertama kali digunakan sebagai pengisi sepatu untuk melindungi kaki dari gigitan beku akibat musim dingin yang paling keras.
Advertisement
Awalnya Topi Petani
Di zaman itu setelah orang-orang yang berkreasi menyadari bahwa berbagai bahan dapat digunakan untuk membuat potongan pakaian lainnya, mereka akhirnya menciptakan kemeja, jaket, dan topi dari tekstil tersebut. Tapi menarik untuk diketahui bahwa kain flanel selama ini cukup murah untuk dibeli dan digunakan sebagai bahan pakaian.
Harganya yang relatif murah menjadikannya pilihan bahan pakaian yang sangat baik untuk orang-orang di kelas bawah selama abad ke-15 di Eropa. Kemudian bukan hanya petani yang mengenakan baret, tetapi seniman seperti Johannes Vermeer dan Rembrandt telah memakainya dan bahkan memasukkan penutup kepala ke dalam karya seni mereka.
Hadirnya baret dalam berbagai karya seni Eropa membuat headwear menjadi favorit para penikmat seni hingga saat ini. Baret akhirnya juga jadi simbol militer dan dikenakan oleh para elit, pemimpin militer, dan politisi pada 1800-an.
Salah satu orang pertama yang muncul dalam lukisan dan di depan umum saat mengenakan baret adalah Tomas Zumalacarregui, seorang Kapten Jenderal yang merupakan pemimpin dari faksi Carlist selama Perang Carlist Pertama di Spanyol.Â
Sementara itu pada era 1800-an istilah "baret" pertama kali digunakan untuk menggambarkan topi yang berbeda. Namanya berasal dari istilah Latin "bearnaisberret", yang berarti topi datar yang terbuat dari wol yang dikenakan oleh para petani.
Selain dikenakan oleh seorang jenderal dari faksi Carlist, baret tersebut terlihat dikenakan oleh Chasseurs Alpins, yaitu pasukan infanteri Perancis yang ahli dalam peperangan gunung dan perkotaan. Para prajurit ini mengenakan baret berwarna biru selama akhir 1800-an, dan hari ini Chasseurs Alpins masih memakai baret, meski dalam berbagai warna.
Â
Sebagai Fesyen
Selama tahun 1900-an, baret beralih dari yang dikenakan oleh petani dan tentara menjadi pernyataan mode untuk wanita, karena mereka percaya bahwa baret terlihat gaya selain fungsional. Tokoh-tokoh terkenal dari tahun 1900-an mulai sering memakai baret, dan jajaran selebritas ini termasuk Ernest Hemingway, seorang penulis produktif yang menulis beberapa novel terbaik dalam sastra.
Bahkan topi baret juga dikenakan Arletty, seorang aktris Prancis yang dikenal tidak hanya karena filmnya tetapi juga karena ditangkap karena berselingkuh dengan seorang tentara Jerman selama Perang Dunia II. Berbicara tentang Perang Dunia II, baret juga selalu terlihat di kepala tentara selama perang, lantaran ahan yang digunakan untuk membuatnya masih murah dan dapat diproduksi secara massal untuk ribuan tentara di Eropa dan Amerika Serikat.
Salah satu grup atau unit terkenal yang telah mengenakan baret selama perang adalah Royal Tank Corps, yang telah mengenakan penutup kepala sejak Perang Dunia I. Dinyatakan bahwa unit tank mengenakan baret karena cukup pas untuk mencegah dirinya dari bahaya. tertiup angin atau jatuh dari kepala mereka saat masuk ke dalam tangki. Selain itu, mereka memakai baret hitam untuk menyembunyikan oli yang biasa mereka dapatkan saat berada di kendaraan militer.Â
Â
Advertisement