Sukses

Tren Wisata Selama Pandemi dan Prediksi Tren Wisata 2023

Di masa pandemi wisatawan masih cenderung mencari tempat liburan yang dekat dari tempat tinggalnya. Bagaimana di tahun depan?

Liputan6.com, Jakarta - Pandemi Covid-19 yang terjadi selama dua tahun belakangan ini memang sempat membuat dunia wisata terpuruk. Di sisi lain, pandemi juga menciptakan pola tren wisata baru di masyarakat sepanjang awal pandemi masuk ke Indonesia pada 2020 hingga memasuki masa pemulihan pada 2022.

Relaksasi perjalanan wisata turut memicu kebangkitan industri pariwisata. Namun, kehati-hatian dalam menghadapi tantangan ekonomi global, khususnya ancaman resesi pada 2023 juga perlu diantisipasi.

Menurut Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Salahuddin Uno, ada sejumlah tren wisata yang terjadi di masa pandemi saat masih banyak terjadi pembatasan  Di saat pandemi sudah mulai mereda dan peraturan sudah lebih longgar, tren wisata 2023 diyakini bakal berubah lagi.

"Berdasarkan data yang kita punya dan pelajari ada sejumlah tren baru saat pandemi lalu, seperti minat staycation yang semakin meningkat dan diminati," terang Sandiaga dalam Webinar Nasional tiket.com bertajuk New Paradigm of Indonesia Tourism Industry Trend 2023, Selasa, 13 Desember 2022.

Berikut tren wisata yang terjadi selama masa pandemi menurut Pusat Data dan Informasi Kemenparekraf RI bekerja sama dengan tiket.com.

1. Closer

Pariwisata domestik menunjukkan tanda positif di beberapa pasar karena wisatawan berniat melakukan perjalanan ke tujuan wisata terdekat. Wisatawan lebih memilih untuk staycation atau mengunjungi destinasi yang dekat dengan rumah mereka.

"Di masa pandemi terutama di tahun 2021, wisatawan masih cenderung mencari tempat liburan yang tidak begitu jauh dari tempat tinggalnya karena masih banyak pembatasan di tempat wisata. Salah satunya dengan staycation atau menginap di hotel dalam waktu cukup lama yang memang jadi tren belakangan ini," terang Sandiaga.

 

2 dari 4 halaman

2. New Concern

Aspek kesehatan dan kebijakan menjadi perhatian utama wisatawan. Menurut Sandiaga, faktor kebersihan, termasuk CHSE, di tempat wisata jadi salah satu pertimbangan wisatawan saat berlibur atau mengunjungi destinasi wisata.

3. Gateway

Wisata alam, desa wisata, dan perjalanan darat tampaknya menjadi pilihan perjalanan yang popular selama pandemi karena pembatasan perjalanan dan pencarian pengalaman perjalanan (udara terbuka/luar ruangan).

4. Last Minutes

Last minute lebih dipilih karena tingkat volatilitas pandemi dan pembatasan perjalanan. Saat membeli tiket pesawat atau kereta misalnya, banyak yang lebih memiih beberapa hari atau bahkan sehari sebelum waktu perjalanan yang dipilih karena harganya biasanya jauh lebih terjangkau.

5. Younger Traveler

Segmen wisatawan yang lebih muda (milenial dan Gen Z) lebih dominan dalam berpergian selama masa pandemi dan pemulihan.pandemi.

6. More Responsible

Wisatawan berdampak positif yang penting bagi masyarakat lokal dalam pencarian keaslian untuk pariwisata berkelanjutan sehingga masyarakat lokal lebih diuntungkan.

 

Sementara untuk Tren Wisata 2023, menurut Kemenparekraf dan Expedia 2022 adalah sebagai berikut:

3 dari 4 halaman

1. Wellness Retreats

Perjalanan wisata akan ditujukan untuk membawa kesehatan pikiran tubuh dan jiwa pada 2023. Wisatawan akan mencari aktivitas mencari kedamaian dan kesenangan termasuk cara-cara yang kurang konvensional untuk merasakan kebahagiaan.

"Seperti yang sedang kita kembangkan saat ini, wellness tourism bakal semakin diminati, karena banyak orang berwisata ingin merasa bugar dan sehat baik sebelum, selama maupun pulang dari berwisata atau liburan," terang pria yang akrab disapa Sandi ini.

"Jadi begitu pulang liburan bukan merasa kecapekan, tapi justru tetap fresh, sehat, dan semangat dalam menjalani aktivitas kembali," sambungnya.

2. Cultural Experiences

Semakin banyak wisatawan yang ingin merasakan budaya baru dalam perjalanan mereka. Mereka ingin merasakan budaya makanan dan bahasa baru, dan bepergian ke tempat yang underrated. "Wisatawan bisa saja kembali ke daerah atau kota yang pernah mereka kunjungi, tapi mereka akan lebih mencari tempat-tempat yang menarik tapi belum terlalu populer, istilahnya hidden gem, bakal lebih diminati," ucap Sandi.

3. Off-grid travel

Banyak wisatawan ingin terhubung kembali dengan alam. Diperkirakan sebanyak 60 persen wisatawan berkeinginan untuk berwisata secara unplugged (tidak terkoneksi dengan gawai), lalu berkemah, ekowisata dan glamping akan tetap populer.

4 dari 4 halaman

Healing di Hutan

Salah satu jenis wisata yang juga sedang jadi tren saat ini adalah forest healing alias terapi hutan. Wisata ini sudah lebih dulu populer di Jepang dan Korea Selatan. Penelitian serupa dikembangkan di Indonesia oleh tim peneliti yang merupakan mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB).

Muhammad Farhan Dirhami yang jadi bagian tim peneliti, menjelaskan bahwa penelitian forest healing dikembangkan saat dampak negatif pandemi COVID-19 dirasakan masyarakat Indonesia pada 2020. Jenis terapi ini disebut punya dua karakteristik intervensi: intervensi di lapangan dan ruangan.

"Lalu, punya durasi dan pembatasan aktivitas, yakni dilarang merokok, dilarang minum alkohol, dan dilarang menggunakan gawai," ia menyebut melalui pesan suara pada Liputan6.com, Sabtu, 19 November 2022.  Farhan menyambung, terapi hutan dilakukan dengan berjalan di hutan untuk merangsang lima pancaindra manusia yang kemudian berefek terapeutik.

Ia mengatakan, tidak kurang dari delapan jenis hutan yang sudah digunakan dalam penelitian tersebut, dan terbukti berhasil. "Itu didominasi hutan wisata alam dan hutan kota dengan kriteria hutan yang perlu diidentifikasi terlebih dulu sebelum kegiatan forest healing dilaksanakan," tuturnya.

"(Salah satunya), itu perlu memenuhi standar kenyamanan lingkungan dari orang-orang yang akan menjalani program tersebut."

Setelah melakukan analisis parameter uji dan respons psikologis, terapi hutan terbukti efektif mengelola stres, khususnya depresi, stres, dan perasaan yang berubah-ubah. "Dengan wilayah hutan menempati 50,1 persen dari luas daratan di Indonesia, kami melihat potensi forest healing ini sangat besar," tuturnya.