Liputan6.com, Jakarta - Menurut data International Union for Conservation of Nature sebanyak 80 persen pencemaran di laut berasal dari plastik dengan 8--14 metrik ton plastik berakhir di laut setiap tahunnya. Jumlah yang sangat banyak, belum lagi terdapat 50--75 triliun keping plastik dan mikroplastik di lautan.
Jumlah sampah plastik diperkirakan akan melebihi jumlah ikan di laut pada tahun 2050. Masalah ini berdampak serius, tak hanya bagi kehidupan ekosistem laut, tetapi juga pada ketahanan pangan dan kesehatan manusia.
Advertisement
Baca Juga
Inggris Segera Larang Pemakaian Alat Makan Sekali Pakai demi Tekan Volume Sampah Plastik
Kolaborasi Chandra Asri-Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta Mampu Kurangi Jumlah Pembuangan Sampah ke TPA Bantargebang
Pariwisata Berkelanjutan, Jurus Jitu Mencegah Lonjakan Sampah dan Emisi Seiring Geliat Wisata
Dengan fakta ini, gelaran East Asia Summit Hackathon pun mengajak generasi muda untuk ikut mengatasi isu sampah plastik laut melalui teknologi. Australia, India dan Singapura menjadi tuan rumah EAS (EastAsia Summit) Hackathon dengan tema "Combating Marine Plastic" yang diadakan pada 13--16 Desember di Jakarta.
Dalam sambutannya, Duta Besar Australia untuk ASEAN, H.E. Will Nankervis mengatakan bahwa, masalah sampah laut tidak akan terpecahkan tanpa partisipasi terus menerus dari generasi muda. Di ajang East Asia Summit Hackathon generasi muda dari negara-negara anggota EAS pun berkompetisi dalam menciptakan inovasi berupa aplikasi digital yang akan membantu memonitor sampah laut lebih akurat.
Kompetisi juga diharapkan mendorong pelaku bisnis untuk meminimalisir penggunaan plastik dan melakukan daur ulang, di mana polusi plastik laut telah menjadi isu lingkungan hidup yang masif. "Untuk memerangi isu ini, kesadaran dan partisipasi yang sebesar-besarnya dari pemerintah, sektor swasta dan masyarakat adalah hal yang krusial," ujar Duta Besar India untu ASEAN, H.E. Jayant Khobragade dikesempatan yang sama, Jumat (16/12/2022).
Ide Kreatif Atasi Sampah
Berbagai upaya telah dilakukan untuk mengatasi masalah sampah plastik di laut, di antaranya memberlakukan larangan plastik sekali pakai, mendirikan bank pengelola sampah, sertamendorong upaya daur ulang sampah plastik. Aplikasi besutan Hackathon ini diharapkan dapat melengkapi upaya dalam mengatasi tantangan tersebut.
Chargé d'Affaires of the Permanent Mission of the Republic of Singapore to ASEAN Borg Tsien Tham turut menggarisbawahi bahwa Hackathon ini memberikan ruang yang aman dan menyenangkan bagi para generasi muda untuk berlatih dan menghasilkan ide-ide baru dan kreatif.
Penyelenggaraan Hackathon ini merupakan kelanjutan dari Lokakarya EAS Marine Plastic Debris yang diadakan pada 14--15 February 2022. Acara diresmikan oleh Duta Besar Australia untuk ASEAN Will Nankervis, Duta Besar India untuk ASEAN Jayant Khobragade, dan Wakil Tetap Singapura untuk ASEAN Borg Tsien Tham.
Duta besar dan pejabat EAS lain, pejabat senior Sekretariat ASEAN, The ASEAN Foundation, The Asia Foundation, CSIRO, organisasi masyarakat sipil,dan perwakilan sektor swasta juga turut hadir. Acara ini terselenggara berkat kerja sama dengan the Asia Foundation (TAF), ASEAN Foundation, dan CSIRO (Australia'sCommonwealth Scientific and Industrial Research Organisation).
Â
Advertisement
Masukan Para Ahli
Sementara masukan para ahli diberikan oleh Singapore's National Environment Agency and India's National Centres for Ocean Information Services and Coastal Research. EAS Hackathon diikuti oleh 13 tim dari negara anggota EAS, yaitu Australia, Brunei Darussalam, Kamboja, India, Indonesia, Laos, Malaysia, Myanmar, Filipina, Singapura, KoreaSelatan, Thailand dan Vietnam. Selama kompetisi, para tim finalis dimentori dan dinilai oleh para ahli berbagai bidang, yaitu teknologi, sampah laut plastik, dan entrepreneur.
Pemenang utama EAS Hackathon akan menerima hadiah uang tunai sebesar 7 ribu dolar AS dan berkesempatan mempresentasikan idenyapada forum penting, dan akan berpartisipasi dalam program inkubator Pusat Inovasi PlastikCSIRO. "Melibatkan generasi muda sangat penting dalam meningkatkan kesadaran tentang sampahplastik laut," ujar Dr. Yang Mee Eng Executive Director of ASEAN Foundation.
"Kami percaya pada kekuatan kaum muda untuk menjadi bagian dari solusi. Melihat ide-ide yang masuk, saya menjadi saksi atas terobosan dan inovasi yang berpotensi besar untuk mengatasimasalah tersebut. Kami berharap Hackathon ini akan membuka jalan bagi penelitian dan inovasi, serta semakin membuka kesadaran publik, terutama di kalangan anak muda," paparnya.
Upaya Kurangi Sampah
Sementara itu baru-baru ini pemerintah Inggris mengumumkan bakal melarang penggunaan alat-alat makan sekali pakai, termasuk piring dan gelas polistirena. Polistirena merupakan polimer plastik bening yang digunakan untuk berbagai kepentingan, misalnya untuk pembungkus barang atau makanan.Â
Melansir dari The Guardian, Selasa, 14 Desember 2022, Thérèse Coffey, Menteri Lingkungan Inggris mengungkapkan kesiapan untuk mengumumkan rencana pelarangan tersebut. Dia menyebutkan bahwa alat makan sekali pakai nantinya bakal digantikan dengan produk yang bisa terurai alami (biodegradable) dalam beberapa minggu mendatang.
Langkah tersebut diambil sebagai salah satu upaya untuk mengatasi masalah sampah plastik yang terus meningkat di negara tersebut dan di dunia. "Pemerintah bertekad untuk melangkah lebih jauh dan lebih cepat untuk mengurangi, menggunakan kembali, dan mendaur ulang lebih banyak sumber daya kita," sebutnya.
Menurutnya, sekarang ini penting untuk mengubah industri limbah dan memenuhi komitmen dalam rencana yang ambisius terhadap lingkungan 25 tahun mendatang. "Memotong ketergantungan kita pada plastik sekali pakai sangatlah penting," katanya lagi.
Advertisement